Akal sehat, kehormatan, dan kesadaran akan tetap terjaga selama kita mampu bersikap lembut dan santun dalam menghukumi segala sesuatu. Penyesalan tidak akan pernah menghantui orang lembut dan santun. Justru kesantunannya menjadi faktor dalam meraih sukses di masa depan. Sebaliknya, pikiran akan kacau dan hilang keseimbangan apabila kita tidak mampu menahan marah (emosi), berlaku kasar dan lepas kendali. Pemarah akan cepat dihantui penyesalan, karena akibat buruk yang ditimbulkan.
Islam mengemban misi kebaikan dan perbaikan bagi individu dan masyarakat. Oleh karna itu, Al-Qur’an menyeru kepada pengendalian emosi dan amarah, mengedepankan pemaafan di kala mampu, menghndari dari kaum jahil dan ummi. Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang menahan amarah serta memaafkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai para pelaku kebaikan.” QS. Ali Imran (3): 134.
Nabi saw menguraikan perilaku-perilaku lembut dan santun dalam segala hal.
Disebutkan dalam hadis Muttafaqun Alaih dari Aisyah ra, ia menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Allah Mahasantun dan Menyukai kesantunan dalam segala hal.” Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Nabi Saw bersabda, “Allah Mahasantun, menyukai kesantunan, dan Dia memberi di atas segala sesuatu yang tidak diberikan di atas kekerasan maupun di atas lainnya.” Riwayat Muslim lainnya : “Kesantunan tidak lain akan membuat segala hal menjadi indah, dan menghilangkan cela pada segala hal.”
Kelemah lembutan merupakan perilaku mulia tidak saja secara teori tetapi juga dari sisi praktis, dengan dalil contoh hadis riwayat Muslim dari Ibnu Abbas ra, ia menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Asyaj Abdul Qais, “Dalam dirimu terdapat dua hal yang Allah cintai, yaitu kelembutan dan kesantunan.”
Kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam dakwah adalah karena keunggulan akhlaknya, salah satunya adalah lemah lembuh dan penuh kasih sayang. Nabi Muhammad saw dalam dakwah selalu menggunakan cara-cara yang lemah lembut, karena dengan cara lemah lembut seperti itu dakwahnya akan bisa di terima oleh masyarakat yang di dakwahi. Nabi dalam dakwah tidak pernah berkata-kata kotor dan keji, tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan tapi beliau seorang pengampun dan lapang dada.
Banyak hal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menjadi contoh bagaimana lembutnya beliau dalam berdakwah. Di antaranya adalah kisah seorang Arab Badui, yang datang dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Abu Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka, “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan” (HR. Bukhari dan Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap membiarkan Arab Badui tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian barulah beliau menyuruh para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk membersihkan bekas air kencingnya.
Kelembutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini bukan tanpa alasan, jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang-orang mengusirnya maka bisa jadi air kencing akan lebih banyak menyebar di lantai masjid dan Nabi memberikan uzur kepada Arab Badui tadi dikarenakan ketidaktahuannya. Selain itu, agama ini datang dengan berbagai kemudahan bukan kesulitan.
Contoh lain dari sikap lembutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai kedudukannya. Sebuah kisah tentang Rasulullah shallallahi ‘alaihi wa sallam yang setiap hari menyuapi makan seorang pengemis yahudi yang selalu memaki dan menghina beliau. Rasulullah menyuapi makan si pengemis yahudi tersebut dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, beliau melakukannya sampai tiba wafatnya.
Usai wafatnya manusia yang paling mulia tersebut, Abu Bakar sahabatnya, mencoba menggantikan kebiasaan yang dilakukan olehnya. Namun, pengemis yahudi tersebut menyadari bahwa tangan yang menyuapinya hari itu bukanlah tangan yang biasa menyuapinya. Ia menolak suapan Abu Bakar saat itu dan bertanya siapa dia, dan kemana orang yang biasa menyuapinya itu. Abu Bakar menjelaskan bahwa orang yang menyuapinya adalah Rasulullah yang selalu ia caci maki. Pengemis yahudi tersebut menangis lalu meminta Abu Bakar untuk menuntunya bersyahadat dan ia pun memeluk Islam sepeninggal Rasulullah shalallahi alaihi wa salllam.
Dua contoh di atas telah menjadi bukti bahwa kesuksesan dakwah dapat diperoleh dengan kelemah lembutan kepada objek dakwah. Kelembutan tidak akan menimbulkan permusuhan antara yang mendakwahkan dan yang didakwahkan. Permusuhan antara seseorang dengan musuhnya, akan berakibat orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Manusia apabila berselisih, maka dia akan selalu merasa berada di pihak yang benar dan lawannya berada di pihak yang salah. Padahal tidak mustahil bahwa di samping ada kesalahan pada musuhnya dia juga memiliki kebenaran.
Wallahu A’lam.[]
Penulis: Setyo Kurniawan, MA, Dosen STAI Nurul Iman, Parung, Bogor.