spot_img

Tadarus Al-Quran Hingga Larut Malam, Berkah atau Musibah?

Tadarus Al-Quran sangat dianjurkan di bulan Ramadhan karena bulan ini memiliki nilai dan keutamaan yang sangat tinggi dalam agama Islam. Di bulan Ramadhan, umat muslim dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan amalan kebaikan, termasuk tadarus Al-Quran.

Salah satu amalan penting dalam Ramadhan adalah membaca dan mempelajari Al-Quran secara khusyuk dan berkesinambungan. Hal ini dikarenakan bulan Ramadhan adalah bulan yang dianggap sebagai bulan Al-Quran, di mana Al-Quran diturunkan untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, di bulan Ramadhan, pahala dari amalan ibadah dan kebaikan dilipatgandakan, sehingga tadarus Al-Quran di bulan Ramadhan dianggap sebagai ibadah yang sangat dianjurkan dan memiliki nilai yang lebih besar dari pada di bulan-bulan lainnya.

Dalam melaksanakan tadarus Al-Quran di bulan Ramadhan, sebaiknya dilakukan dengan penuh kesungguhan dan khusyuk, serta tetap memperhatikan etika dan sopan santun, termasuk tidak mengganggu hak orang lain, seperti menggunakan pengeras suara yang berlebih-lebihan hingga larut malam.

Logika Beragama

Semua sepakat bahwa siapapun yang membaca Al-Quraan pasti akan mendapatkan pahala dan keberkahan yang besar dari Allah SWT terlebih jika dilakukan di bulan Ramadhan. Namun apa jadinya jika membaca Al-Quran dilakukan hingga larut malam dengan pengeras suara di tengah masyarakat yang padat penduduk?

Sebagian kelompok muslim di Indonesia masih beranggapan dan berdalih bahwa membaca Al-Quran dengan pengeras suara meski hingga larut malam adalah kesempatan emas untuk meraih pahala yang besar dari Allah SWT terlebih hal itu dilakukan hanya sekali dalam setahun meski keberadaanya dapat mengganggu jam istirahat masyarakat setempat.

Mereka seolah cuek dan abai tanpa memperdulikan bahwa ada hak-hak orang lain yang direnggut dan dirugikan. Bahkan mereka berharap bahwa masyarakat yang tinggal di lingkungan Masjid/Mushalla sudah seharusnya memaklumi bahwa euforia tadarusan Al-Quran dengan pengeras suara meski hingga larut malam adalah momentum meraup pahala yang besar karena datangnya hanya setahun sekali.

Mereka tidak sadar bahwa mereka adalah bagian masyarakat sosial-majemuk yang di dalamnya juga memiliki beragam kepentingan. Mereka seolah-olah buta dan tuli bahwa ada anak-anak kecil yang butuh istirahat, bayi yang sedang lelap, pelajar sedang konsentrasi belajar, lansia yang butuh rebahan, orang-orang sakit yang butuh jam cukup istirahat, dan lain sebagainya.

Sesungguhnya masyarakat sangat apresiasif dengan tadarusan Al-Quran, namun simpati itu kemudian berlahan berkurang bahkan hilang sama sekali manakala hal itu dilakukan dengan durasi dan volume suara yang berlebihan. Banyak masyarakat yang sesungguhnya komplain merasa gelisah dan resah dengan kebisingan pengeras suara luar yang hingga larut malam.

Masyarakat yang komplain dengan tadarus Al-Quran dan aktvitas keagamaan lainnya bisa jadi akan dituduh sebaga orang yang tidak beragama, intoleran, liberal, dan puncaknya adalah dituduh sebagai penista agama. Kebisingan atau polusi suara yang seperti ini yang nampaknya dilarang dalam agama.

Jangankan pakai pengeras suara, tadarus tanpa pengeras suara lalu mengacaukan konsenstrasi orang sembahyang jelas dilarang agama sebagaimana keterangan Sayyid Abdurrahman Baalawi berikut:

فائدة: جماعة يقرأون القرآن في المسجد جهراً، وينتفع بقراءتهم أناس، ويتشوّش آخرون، فإن كانت المصلحة أكثر من المفسدة فالقراءة أفضل، وإن كانت بالعكس كرهت اهـ فتاوى النووي

Artinya, “(Pemberitahuan) sekelompok orang membaca Al-Quran dengan lantang di Masjid. Sebagian orang mengambil manfaat dari pengajian mereka. Tetapi sebagian orang lainnya terganggu. Jika maslahatnya lebih banyak dari mafsadatnya, maka baca Al-Quran itu lebih utama (afdhal). Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, maka baca Al-Quran itu menjadi makruh. Selesai. Fatwa An-Nawawi. (Sayyid Abdurrahman Baalawi, Bughyatul Mustarsyidin, hal. 108).

. ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم فيمنع منه حينئذ ، كما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى ، وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوّش على المصلين ، فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء

Artinya, “Membaca Al-Qur’an (diperbolehkan), kecuali jika mengganggu orang yang sedang shalat atau mengganggu orang yang sedang tidur. Sebaliknya, jika banyak mengganggu (melalui aktivitas tersebut), maka diharamkan pada saat itu. Hal itu seolah-olah dia duduk setelah adzan sambil berdzikir kepada Allah Yang Maha Kuasa, namun mengganggu orang-orang yang beribadah bersamanya. Hal tersebut penting diketahui agar tidak memiliki sifat riya. (Sayyid Abdurrahman Baalawi, Bughyatul Mustarsyidin, hal. 108).

Terdapat sebuah riwayat menceritakan saat Rasulullah yang sedang beri’tikaf menegur orang yang membaca Al-Quran dengan suara lantang:

عن أبي سعيد قال اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة

Artinya, “Dari Abu Said, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW melakukan i’tikaf di Masjid. Di tengah i’tikaf ia mendengar mereka (jamaah) membaca Al-Qur’an dengan lantang. Rasulullah kemudian menyingkap tirai dan berkata: Ketahuilah, setiap kamu bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kamu menyakiti sebagian yang lain. Jangan juga sebagian kamu meninggikan atas sebagian lainnya dalam membaca. Atau ia berkata, dalam shalat. (HR Abu Dawud).

Dengan demikian hukumnya makruh bahkan haram jika terdapat orang yang sangat tersakiti atau sangat terganggu dengan suara Al-Qur’an tersebut yang bersumber dari pengeras suara.

Surat Edaran Kemenag Tentang Pengeras Suara

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di Masjid dan mushalla. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla.
Menurut Menag, penggunaan pengeras suara di Masjid dan Mushalla merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Pada saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Sehingga, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

Terkait hal ini, Kemanag menegaskan bahwa penggunaan pengeras suara di bulan Ramadhan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan tadarus Al-Quran menggunakan pengeras suara boleh dilakukan hingga pukul 22.00 WIB dan jika dilanjutkan maka gunakan pengeras suara dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat.

Kesimpulan

Pengurus Masjid atau jamaah yang hendak tadarus Al-Quran dengan pengeras suara Masjid atau mushalla perlu mengukur durasi dan memiliki syiar agama. Tetapi pertimbangan durasi ini menjadi penting agar tidak menimbulkan polusi suara atau kebisingan yang tidak perlu.

Artinya, pengurus Masjid perlu mempertimbangkan sebagian masyarakat yang sedang sakit, orang perlu istirahat, lansia yang membutuhkan ketenangan, pelajar yang membutuhkan konsentrasi untuk belajar, atau pekerja yang memerlukan suasana kondusif tanpa polusi suara.

Agama sama sekali tidak melarang umatnya membaca Al-Quran bahkan malah dianjurkan. Pemerintah melalu Kementerian Agama mempersilahkan dengan pengeras suara luar hingga pukul 22.00 WIB dan selanjutnya diteruskan dengan pengeras suara dalam demi kemaslahatan dan ketertiban bersama.
Tentu saja ini tidak hanya berlaku untuk pengeras suara Masjid, tetapi juga anggota masyarakat, instansi negara maupun swasta yang ingin menggunakan pengeras untuk pelbagai kepentingan. Pada prinsipnya, boleh saja asal tidak mengganggu orang lain.

Agama Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Jangan sampai gegara persoalan ini, agama menjadi fitnah dan dibenci oleh masyarakat. Karena perbuatan yang baik jika dlakukan di waktu yang tidak baik akan berdampak pada sesuatu yang tidak baik pula.

Jadi, sebagai seorang muslim, kita sebaiknya tidak hanya memperhatikan pelaksanaan ibadah itu sendiri, tetapi juga memperhatikan dampak dan konsekuensi yang mungkin timbul dari kegiatan tersebut, terutama terhadap orang lain.

Wallahu A’lam.[]

Related Articles

2 COMMENTS

  1. Kecuali jika membaca sendiri di dalam kamar di rumah tanpa suara lantang, tanpa pengeras suara, jelas boleh. Atau baca di mushola tengah hutan yang dia hidup sendirian, dengan pengeras suara jelas tidak ada yg terganggu. Wallahu a’lam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles