Masyarakat Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan viralnya shalat tarawih yang super cepat. Bagamana tidak, shalat tarawih yang lazimnya dilakukan sebanyak 20 rakaat ditambah 3 shalat witir hanya selesai dalam durasi waktu 8-10 menit. Dari pelaksanaa ruku hingga sujud hanya memakan waktu sekitar 1 detik.
Shalat taraweh merupakan ibadah yang pelaksanaanya hanya setahun sekali yakni di bulan suci ramadhan. Ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya sunnah untuk dilaksanakan, baik sendiri ataupun berjamaah.
Terkait jumlah rakaat dalam shalat tarawih, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sah-sah saja melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat seperti yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafii. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat sebagaimana pendapat Imam Malik. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih dengan 11 rakaat atau 13 rakaat.
Jumlah rakaat shalat tarawih yang cenderung banyak, kadang membuat sejumlah orang ingin menyelesaikannya dengan cepat. Sehingga seringkali pada praktiknya, cukup sering dijumpai shalat tarawih kilat yang dilakukan dengan cepat atau terburu-buru. Lalu, bagaimana hukum shalat tarawih cepat menurut Islam?
Shalat Tarawih Menurut Fikih
Tarawih artinya secara harfiah adalah ‘beristirahat’, yang mengacu pada istirahat di antara empat rakaat. Kata tarawih diambil dari bahasa Arab, raha yang berarti ‘rehat’, ‘tenang’, ‘nyaman’, atau ‘lepas dari kesibukan.’ Bentuk jamak dari تَرْوِيْحَةٌ yang artinya “waktu sesaat untuk istirahat”. Atau yang biasa disebut tarweeha, teraweh, taraweh, atau tarwih. Shalat tarawih mestinya menjadi shalat yang tenang, jadi sarana meraih ketenangan, dan melepas kesibukan.
Di berbagai daerah di Indonesia kebanyakan praktik shalat ini sering kali ditunaikan dengan cepat dan terburu-buru karena mengejar jumlah rakaat tertentu.
Mengenai shalat tarawih ini, ada yg menikmatinya dengan lantunan ayat dengan tartil dan ada juga juga yang cepat namun juga khidmat, serta tetap melaksanakan rukun shalat dan tidak melakukan apa yang dapat membatalkan shalat. Yang membedakan di antara keduanya adalah bacaan ayat setelah Al Fatihah dan kadar thumaninah.
Thumaniah adalah berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekadar membaca tasbih (subhanallah). Kira-kira satu detik atau tidak sampai satu detik. Thumaniah wajib dilakukan dalam setiap gerakan rukun shalat. Karena tidak sah bagi yang tidak thumaniah dalam shalatnya. Adapun dengan bacaan ruku, itidal dan duduk diantara dua sujud adalah sunnah. Kiranya shalat tarawih dengan cepat sangat mencukupi untuk membacanya. Tidak meninggalkannya begitu saja.
Sedang membaca surat Al-Fatihah juga merupakan rukun dalam shalat. Tidak boleh ditinggalkan atau digantikan dengan bacaan surat lain. Dalam hadis dijelaskan:
لا صَلاَة إِلاَّ بِفَاتِحَة الكِتابِ
“Tidak shalat kecuali dengan surah Al-Fatihah”
Dalam hal ini, diperlukan kemahiran membaca cepat dengan tetap menjaga makhrijul huruf dan tajwidnya. Bila mampu, boleh saja membaca dengan satu kali nafas atau washal seluruhnya selama tidak mengubah makna.
Membaca surah al-Qur’an setelah Al-Fatihah, hukumnya sunnah. Bila ditinggalkan maka tidak disunnahkan sujud sahwi. Oleh karena, Imam hendaknya tetap membaca surah walaupun pendek, bahkan walaupun satu ayat. Sedangkan bagi makmum, sering kali tidak memiliki cukup waktu membaca surah Al-Fatihah bila menunggu imam selesai.
Oleh karena itu, makmum hendaknya bisa memperkirakan lama bacaan surah Imam atau membaca Al-Fatihah bersamaan dengan Imam, atau pada pertengahan bacaan Al-Fatihah imam lalu disambung kembali saat selesai mengucapkan Aamiin.
Tarawih yang dilakukan dengan cepat pada dasarnya tidak masalah selama memperhatikan hal-hal berikut;
Pertama, bacaan Al-Quran, terutama yang rukun, meski dilakukan imam agak cepat jika berjamaah tetap harus memperhatikan ketentuan atau kaidah tajwid. Sebab, dalam kondisi tertentu, imam bertanggung jawab atas bacaan makmum yang kurang.
Kedua, ketika makmum khawatir tidak sempat menyelesaikan bacaan Surah Al-Fatihah setelah imam membacanya, maka makmum bisa mengawali bacaan Al-Fatihah sesaat setelah imam memulai. Di samping itu, cara ini bisa membuatnya lebih leluasa dan lebih mampu menjaga bacaan sesuai tajwid. Di pengujung bacaan Al-Fatihah imam, makmum menyelinginya dengan bacaan ‘āmīn’, lalu melanjutkan sisa bacaannya.
Ketiga, supaya keluar dari perdebatan, upayakan menyempatkan diri untuk thuma’ninah dalam setiap rukun qashir (singkat), terutama rukuk dan sujud, sekurang-kurangnya selama membaca satu tasbih (subhanallah) dan semua anggota tubuh dalam keadaan diam. Kendati tidak bisa thumaninah, maka ber-taqlid-lah kepada Imam Hanafi yang memandangnya sebagai sunnah.
Keempat, jika masih memungkinkan untuk mengambil jumlah rakaat tarawih yang banyak, seperti yang 20 rakaat, dengan tetap memelihara bacaan dan thumaninah, maka lakukanlah. Jika tidak, maka ambillah jumlah rakaat yang lebih sedikit, seperti yang 8 rakaat, agar lebih mampu menjaga bacaan, thumaninah, ketenangan, dan kekhusyuan shalat.
Shalat tarawih yang dilakukan dengan cepat dengan tidak meninggalkan satupun dari syarat dan rukun shalat adalah sah. Adapun yang sering menjadi kelalaian dalam shalat yang cepat adalah kurang benarnya bacaan surat Al-Fatihah dan thumaninah. Keduanya merupakan rukun shalat. tidak sah shalatnya jika meninggalkan keduanya. Karenanya, shalat tarawih yang cepat namun tetap dalam aturannya adalah boleh kita ikuti.
Dakwah Sekaligus Syiar Islam
Tidak bisa dipungkiri bahwa shalat tarawih memiliki keutamaan yang istimewa dengan janji pahala yang berlipat ganda bahkan pahalanya menyamai shalat wajib di luar bulan Ramadhan. Namun, meskipun banyak sekali pahala yang bisa didapatkan, ternyata masih banyak orang yang enggan untuk melaksanakan ibadah shalat tarawih.
Alasan yang paling utama adalah karena durasi waktu shalat tarawih yang terlalu lama, sehingga membuat orang enggan untuk shalat tarawih. Maka tak heran jika kita lihat di kampung-kampung, mushalla atau masjid yang pelaksanaan shalat tarawih cepat pasti akan dipenuhi jamaah, dibanding dengan yang lainnya.
Shalat tarawih yang dilaksanakan dengan berjamaah terlebih dengan jamaah yang membludak merupakan bagian dari syiar agama. Bulan Ramadhan semakin bernuansa dan memiliki makna dengan semangat beribadah shalat sunnah tarawih yang dilakukan.
Dalam hal ini ulama nusantara terlihat begitu cerdas dalam mensikapi kondisi umat Islam Indonesia sebagai bentuk kearifan lokal dengan mempercepat durasi pelaksanaan shalat tarawih dengan tetap tidak mengabaikan syarat dan rukun shalat.
Kendati demikian, masih banyak orang juga yang memilih untuk melakukan shalat tarawih dengan durasi yang wajar, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama. Karena untuk menjaga kehusyuan dalam beribadah kepada Allah SWT.
Kesimpulan
Di Indonesia praktik shalat tarawih kebanyakan dilakukan dengan durasi lebih cepat. Meski demikian, shalat tersebut tetap menjaga syarat dan rukun shalat seperti, tuma’ninah, bacaan al fatihah dengan tajwidnya. Karena tidak sah bagi yang tidak tumaninah dan tidak memperhatikan bacaan tajwid al fatihah dalam shalatnya. Adapun dengan bacaan ruku, itidal dan duduk diantara dua sujud adalah sunnah.
Shalat tarawih yang dilakukan dengan cepat dengan tidak meninggalkan satupun dari syarat dan rukun shalat adalah sah. Adapun yang sering menjadi kelalaian dalam shalat yang cepat adalah kurang benarnya bacaan surat Al-Fatihah dan tuma’ninah. Keduanya merupakan rukun shalat. Tidak sah shalatnya jika meninggalkan keduanya. Karenanya, shalat tarawih cepat namun tetap dalam aturannya adalah boleh kita ikuti.
Wallahu A’lam.[]