Ilustrasi: Istimewa
Manusia diciptakan oleh Allah Swt ke muka bumi dalam bentuk bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah. Sebagaimana tercatat dalam QS. Al-Hujurat [49]: 13. Bukan tanpa alasan, diciptakannya dalam bentuk demikian itu agar satu sama lain dapat saling mengenal. Pada redaksi akhir ayat tersebut ditegaskan, bahwa hamba Allah yang paling mulia di muka bumi adalah mereka yang paling bertakwa (inna akramakum indallahi atqakum).
Perjalanan manusia hidup di muka bumi tidak lepas dari kelalaian dan keluputan. Kedua sifat ini adalah manusiawi selagi masih dalam batas kewajaran dan manusia masih mau untuk diingatkan. Yang dilarang agama adalah manakala kelalaian itu sampai menjerumuskan manusia untuk menolak kodratnya diciptakan Allah Swt, termasuk kodrat diciptakannya dalam bentuk berbangsa-bangsa. Termasuk menolak kodrat Allah berarti menginginkan agar kodrat berbangsa-bangsa diganti dengan persatuan semua manusia seluruh dunia.
Untuk tetap berada dalam kodrat Allah Swt, agama Islam memberikan panduan dalam berbangsa dan bernegara. Panduan yang dimaksud adalah akhlak dan moral yang harus dimiliki oleh seseorang yang hidup dalam suatu bangsa dan negara. Sebab nihilnya akhlak dalam berbangsa, selain melanggar kodrat Allah, juga hanya akan menimbulkan kekacauan di muka bumi. Manusia yang hidup dalam suatu bangsa harus memegang prinsip-prinsip akhlak agar Allah ridho dan menjadikan suatu bangsa sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam suatu bangsa dan negara sudah pasti adanya seorang pemimpin. Keberadaannya merupakan keharusan yang meski ditegakkan. Karena tanpa pemimpin suatu bangsa hanya akan melahirkan perpecahan antar masyarakatnya. Salah satu akhlak yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam berbangsa adalah adil. Ya, adil dalam menentukan kebijakan agar tidak ada satupun masyarakat yang merasakan ketidakadilan dalam hal apapun. Termasuk sifat adil seorang pemimpin dalam berbangsa dan bernegara adalah membuat sistem dan ideologi yang mampu memayungi seluruh manusia dalam berbagai latar belakang perbedaannya.
Akhlak yang perlu dimiliki bagi seorang pemimpin dalam konteks berbangsa juga telah dicontohkan dalam pribadi Nabi Muhammad Saw yang memiliki empat sifat, yaitu shidiq, amanah, tabligh dan fathanah. Shidiq dalam konteks berbangsa adalah lurus dan dapat dipercara atas kebijakan yang diterapkan seorang pemimpin. Sementara amanah maksudnya adalah seorang pemimpin harus memiliki akhlak bertanggu jawab dalam mengemban dan menjelaskan tugasnya. Sedangkan tabligh maksudnya adalah kemampuan dalam menyampaikan kebenaran. Dan fathananh ialah cerdas dalam menyampaikan sesuatu kepada rakyatnya, sehingga dapat diikuti oleh rakyatnya itu.
Sementara bagi rakyat, akhlak yang perlu dijalankan dalam berbangsa adalah taat kepada pemerintah. Imam An-Nawawi dalam al-Futuhat al-Madaniyah fis Syu’ab al-Imaniyah menegaskan bahwa setiap manusia harus taat kepada pemimpinnya, meskipun ia adalah seorang budak hitam, selama apa yang diperintahnya adalah kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat. Pemimpin menjadi kewajiban untuk diikuti karena keputusannya akan menentukan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhlak yang juga perlu dimiliki dalam berbangsa dan bernegara adalah menjunjung tinggi nama negara di manapun seseorang berada. Sebaliknya, tidak dibenarkan menurut agama dalam konteks berbangsa untuk merendahkan negara dan atau simbol-simbolnya. Akhlak ini penting sebagai upaya memuliakan dan menjaga nama baik negara. Karena kemuliaan sebuah umat juga akan tercermin manakala negaranya juga mulia di mata negara-negara lain. Bahkan, akhlak ini sudah diterapkan oleh Nabi Muhammad Swt ketika membanggakan kota Mekah ketika beliau hendak hijrah ke Madinah.
Dalam konteks Indonesia, akhlak yang juga harus dimiliki seseorang dalam kehidupan berbangsa adalah menghayati nilai-nilai Pancasila, menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan taat pada UUD 1945. Menghayati, menerima dan taat kepada atribut-atribur negara merupakan bentuk ketaatan kepada pemimpin. Dan ketaatan kepada pemimpin merupakan taat kepada Allah Swt. Lebih dari itu karena atribut-atribur tersebut pun sejalan dengan nilai-nilai agama, yang mengajarkan nilai persatuan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan.
Akhlak merupakan perangai yang penting dimiliki seseorang, termasuk dalam kehidupan berbangsa. Tanpa akhlak, tidak ada bedanya antara manusia dan binatang. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, akhlak menjadi nilai penting karena akan menjaga solidaritas dalam membangun bangsa dan negara. Akhlak menjadi modal besar bagi keutuhan dan kemajuan suatu bangsa. Selain itu, akhlak menjadi poin penting agar suatu bangsa dan negara dapat mencapai predikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Sumber: sangkhalifah.co
Penulis: Lufaefi (Mahasiswa Pascasarjana PTIQ Jakarta).