spot_img

Tidak Ada Jihad dengan Bom Bunuh Diri dalam Al-Qur’an

Para pelaku bom bunuh diri yang biasa dikenal sebagai kelompok ekstrim radikal selalu mengatasnamakan ajaran Al-Qur’an dalam menjalankan aksi bom bunuh dirinya. Pengakuan suami dan istri atas nama Solihin dan Dian Yulia Novi yang beberapa waktu lalu videonya viral di media sosial, karena akan melakukan ‘amaliyah’ bom bunuh diri di depan Istana Merdeka Jakarta, misalnya menyatakan bom bunuh diri adalah perintah Al-Qur’an. Ia berdalih dengan QS. At-Taubah Ayat 36 yang memerintah umat Islam membunuh orang-orang kafir secara keseluruhan. Dan QS. Al-Baqarah Ayat 190 yang kata mereka meminta agar umat Islam membunuh orang-orang kafir di mana saja ditemukan.

Benar apa yang dikatakan oleh Yusuf Qardhawi. Bahwa merebaknya aksi radikalisme dan terorisme dikarenakan pelakunya gagal di dalam memahami ayat-ayat jihad dan qital. Qardhawi menyebut pelaku teror terlalu gegabah memahami ayat dan bahkan serampangan tanpa didasari dengan keilmuan. Ayat-ayat jihad dan qital yang maknanya spesifik (khass) dimaknai secara umum (‘amm). Para pelaku teror tidak mengindahkan ayat Al-Qur’an yang sebenarnya, melalui ilmu-ilmunya. Al-Qur’an adalah kalamullah, yang untuk memahaminya tidak bisa hanya bermodal terjemah. Nabi Musa saja pingsan saat hendak melihat ayat-ayat Allah (QS. Al-A’raf Ayat 143). Apalagi manusia biasa yang tidak dibimbing wahyu.

Hanya Nabi Muhammad yang penafsiran dan pemahaman atas Al-Qur’annya selalu benar dan sesuai dengan apa yang Allah maksudkan. Demikian sebab beliau langsung dibimbing oleh wahyu, sedangkan manusia tidak. Manusia hanya sampai pada titik ijtihad. Sehingga pemahaman manusia atas ayat Al-Qur’an bukanlah Al-Qur’an itu sendiri, tetapi pemahaman/keyakinan, yang bisa sangat mungkin berpotensi salah. Oleh sebab itu Imam Syafi’i berkata, “pendapatku benar, namun bisa saja salah. Dan pendapat selainku salah, namun bisa saja menjadi benar.” Artinya, umat Islam yang baik tidak merasa paling benar sendiri, tidak merasa paling Islam dan paling suci di hadapan manusia lain.

Kembali kepada penjelasan apa benar di dalam Al-Qur’an ada jihad dalam bentuk bom bunuh diri? Jawabannya secara eksplisit jelas-jelas tidak ada. Karena di zaman Nabi Muhammad juga belum ada bahan peledak untuk merakit bom. Para pelaku teror menqiyaskan bom dengan pedang, tombak, dan alat-alat perang lainnya di masa Nabi. Tetapi tidak semudah itu. Karena Nabi Muhammad dan para sahabatnya, ketika akan berperang setelah mereka diserang terlebih dahulu, selalu memperhatikan agar jangan sampai melukai orang-orang yang tidak berdosa, tidak melukai anak-anak, dan tidak melukai perempuan. Sedangkan aksi teror selalu tidak memperhatikan apakah di dalam tempat yang akan dijadikan objek bom terdapat orang yang menentang agama atau tidak. Apakah di sana didapati anak-anak dan perempuan atau tidak.

Perlu dilihat secara benar bagaimana sebenarnya QS. At-Taubah Ayat 36, ayat yang dijadikan justifikasi bom bunuh diri oleh pelaku teror. Ayat tersebut artinya: “…dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” Quraish Shihab memberi penjelasan bahwa umat Islam diperintah untuk melakukan perang melalui ayat ini adalah setelah mereka terlebih dahulu diperangi. Oleh sebab itu redaksi perintah perang ayat di atas diikuti dengan kalimat ‘sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya’. Artinya, peperangan yang dilakukan umat Islam bersifat depensif, mempertahankan diri, bukan melawan.

Seperti demikian juga QS. Al-Baqarah Ayat 190 yang berbunyi: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Para ulama tafsir, seperti Al-Sya’rawi menyebut, perintah perang ayat dibatas setelah orang-orang kafir memerangi orang Islam. Orang Islam tidak memulai untuk melakukan perang terlebih dahulu. Ia juga menyebut dalam peperangan tidak boleh ada niat untuk memusuhi musuh-musuh Islam, karena hakikatnya yang diperangi bukan individunya, tetapi sifatnya. Kalau pun terpaksa melakukan perang, kata Sya’rawi, itu demi mempertahankan kehormatan Islam, tidak melukai orang-orang lemah, anak-anak, perempuan, dan mereka semua yang bukan musuh Islam.

Artikel pendek ini bisa disimpulkan beberapa hal penting. Pertama, jihad dengan bom bunuh diri bukan ajaran Islam, apalagi Al-Qur’an. Tidak ada alasan untuk membenarkan jika bom bunuh diri sama dengan peperangan di masa Nabi. Karena bom bunuh diri melampaui batas, dan membunuh individu-individu yang tidak berdosa. Ini bertentangan dengan cita-cita Islam yaitu untuk menghidupkan, bukan mematikan. Kedua, jihad dalam Islam hanya berlaku untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Mengutip Al-Maraghi, perang depensif boleh dilakukan jika orang kafir menyakiti secara fisik atau melarang untuk beribadah. Akhirnya, jihad bom bunuh diri hanyalah asumsi yang salah kaprah, yang tidak diafirmasi oleh teks agama apapun dan oleh agama manapun.[]

Artikel dimuat di sangkhalifah.co

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles