Indonesia adalah salah satu negara yang ada di Asia Tenggara serta berada diantara dua benua dan dua samudera. Dua benua itu adalah benua Asia dan Australia, sementara dua samudera yang dimaksud adalah samudera Pasifik dan Hindia. Selain itu, Indonesia juga merupakan satu-satunya negara kepulauan terbesar yang ada di dunia dengan jumlah pulau sebabnya 1.750 pulau. Menakjubkan. Sehingga tidak mengherankan jika Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki populasi penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa.
Dengan jumlah populasi penduduk yang sebanyak itu, tak heran bila negara yang juga dijuluki sebagai negeri seribu pulau tersebut selain kaya akan sumber daya alam, juga kaya akan bahasa, adat istiadat, dan budaya yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Demikian pula halnya dengan agama, Indonesia juga memiliki beberapa agama, diantaranya adalah agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan kong Hu Cu.
Diantara enam agama tersebut, agama Islamlah yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal itupun kemudian berimbas pada banyaknya lembaga-lembaga sosial yang berbau Islam bertebaran di mana-mana. Mulai dari Lembaga Amil Zakat (LAZ), seperti Rumah Zakat,misalnya yang memfasilitasi masyarakat Indonesia bagi yang ingin menyumbangkan zakat, kemudian Perbankan Syariah atau yang biasa juga disebut dengan Perbankan Islam yang pelaksanaannya berdasarkan pada aturan-aturan Islam, hingga sampai kepada lembaga pendidikan, baik sekolah umum maupun agama sebagian besarnya memuat tentang pendidikan agama Islam.
Melihat hebatnya kemajemukan masyarakat Indonesia, banyak dari para tokoh dunia yang kemudian tak menduga akan terwujudnya kerukunan dan toleransi diantara mereka. Bahkan sudah berpuluh-puluh tahun lamanya Indonesia membuktikan kepada dunia bahwa perbedaan dan keragaman bukanlah penghalang untuk terwujudnya toleransi. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bung Karno dalam kutipan pidatonya, “Apa salahnya ada perbedaan asal ada persatuan dalam cita-cita”.
Namun sayangnya, beberapa tahun belakangan ini sikap cinta akan teloransi yang sudah berpuluh-puluh tahun lamanya, mengakar kuat dalam jiwa masyarakat Indonesia itu nampaknya mulai sedikit mengalami gangguan yang disebabkan oleh hadirnya beberapa kelompok yang anti terhadap keberagaman yang ada di Indonesia khususnya dalam ruang lingkup keagamaan. Parahnya, mereka adalah orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai umat Islam.
Mereka mengusulkan bahwa Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam harus bersandarkan pada undang-undang yang sesuai dengan hukum-hukum Islam. Asas daripada kelompok ini adalah Khilafah, yaitu sistem kepemimpinan universal bagi seluruh kaum muslim di dunia dengan menegakkan hukum-hukum Islam untuk kemudian disebarluaskan ke penjuru dunia. Pendeknya, mereka menginginkan agar Indonesia bisa menjadi negara yang berbasis Islam.
Akibat dari kehadiran kelompok ini, terjadilah aksi-aksi pemberontakan di mana-mana sebagai bentuk penolakan mereka terhadap keyakinan-keyakinan yang berbeda dengan mereka. Mereka merusak berbagai fasilitas publik, gedung-gedung, dan rumah-rumah ibadah. Bahkan tidak sedikit pula nyawa dari orang-orang yang tidak berdosa menjadi tumbalnya. Aksi-aksi pemberontakan yang dilakukan oleh mereka ini biasa dikenal sebagai terorism.
Seperti pengeboman yang pernah terjadi di Bali pada tahun 2002 lalu,yang bahkan diduga sebagai aksi teroris terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Jumlah korban yang diakibatkan oleh aksi pengeboman tersebut mencapai 202 korban jiwa dan 209 orang yang luka-luka. Dan kebanyakan dari mereka adalah para wisatawan asing yang sedang berkunjung ke Bali, mengingat Bali adalah salah satu tempat destinasi wisata yang ada di Indonesia.
Kemudian pada tahun berikutnya, tepatnya di tahun 2003 dengan kejadian yang sama, aksi pengeboman juga terjadi di Wisma Bhayangkari Kompleks Besar Polri. Sekalipun tidak ada korban jiwa yang ditemukan, namun menyisakan beberapa kerusakan pada bagian bangunan Wisma. Dan masih banyak lagi rentetan kasus terorisme yang lainnya yang pernah terjadi di Indonesia.
Dengan berkaca pada dua kasus pengeboman di atas, kita bisa berkesimpulan bahwa terorisme, dengan berbagai macam motifnya akan selamanya berdampak buruk bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), manusia, bahkan bagi seluruh makhluk hidup. Dan sekalipun dengan mengatasnamakan agama sebagai alasan di balik pelaksanaannya, terorisme tidak akan pernah mendapat legalitas dari agama apapun, lebih-lebih agama Islam yang bahkan sangat mengecamnya. Dengan berbagai macam kerusakan yang diakibatkan oleh aksi-aksi terorisme tersebut,Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 205, yang artinya:
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”.
Sementara itu menurut Prof Dr Quraish Shihab, salah seorang ahli tafsir asal Indonesia, beliau mengatakan bahwa terorisme tidak ada sangkut pautnya dengan agama, bahkan ia adalah perusak citra nama baik Islam. Terorisme adalah kejahatan yang mengatasnamakan agama, yang tidak pernah diindahkan oleh agama manapun.
Penulis: Riyad (Santri Khatamunnabiyyin Study Center, Jakarta).