Dalam rangka menekan penularan virus Corona yang kian hari semakin bertambah, pemerintah Indonesia membuat aturan sosial distancing, bahkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB). Kerumunan dalam jumlah masa yang banyak sementara waktu dilarang, baik dalam kegiatan ekonomi, budaya, bahkan agama sekalipun.
Termasuk kegiatan keagamaan yang sementara waktu dilarang dilaksanakan, utamanya di daerah yang zona merah, adalah shalat Jumat. Ibadah yang dalam mazhab Syafi’i harus dilakukan oleh minimal 40 warga itu ditanggalkan oleh otoritas keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bahkan, sudah tiga kali berturut-turut shalat Jumat tidak dilaksanakan di daerah-daerah berzona merah seperti DKI Jakarta.
Fenomena ini sontak menimbulkan kegusaran di tengah masyarakat. Muncul kegundahan soal status bagi orang Islam yang tidak melakukan shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut, yang kerap dianggap kafir. Hukum kafir secara simpang siur dinisbatkan kepada orang Islam yang enggan shalat Jumat di tengah wabah virus Corona. Benarkah demikian?
Hadis yang kerapkali diklaim sebagai dalil menghukumi kafir orang Islam yang tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam hadis nomor 1052, Imam Tirmizi nomor 500 dan An-Nasa’i nomor 1356, yang berbunyi:
Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut dengan tanpa udzur atau karena meremehkan, maka Allah tutup hatinya.
Jika memahami hadis tersebut di atas, Nabi Muhammad tidak pernah menghukumi kafir orang-orang yang enggan shalat Jumat (tanpa udzur dan meremehkan), akan tetapi Allah mengunci hatinya. Mengunci hati dalam hadis ini, menurut KH Kholil Nafis MUI, adalah direndahkan oleh Allah Swt. Di mata Allah ia berada pada derajat yang rendah karena meremehkan agama. Sementara Al-Manawi dalam Faidhul Qadir, memaksudkan terkunci hatinya adalah dijauhkan dari kasih sayang Allah.
Melalui hadis tersebut di atas kita juga dapat memahami bahwa orang yang akan Allah kunci hatinya karena tidak melakukan shalat Jumat tiga kali berturut-turut ialah mereka yang meninggalkannya tanpa udzur, atau tidak adanya halangan untuk mengerjakan shalat Jumat. Sementara dalam pandemi Covid-19, adanya kekhawatiran penularan virus, sebagaimana ditegaskan para medis dan pemerintah Indonesia, jelas-jelas merupakan udzur. Maka hukuman Allah mengunci hati hamba-Nya pada hadis ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak shalat Jumat karena dalam pandemi Covid-19.
Selain itu, ancaman akan mengunci hatinya juga bagi mereka yang tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut karena meremehkan shalat Jumat, menganggap enteng atau “masa bodo”. Sementara tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut dalam situasi pandemi virus Corona jelas bukan dalam rangka meremehkan ibadah, tapi karena adanya udzur. Oleh sebab itu lagi-lagi, hukuman Allah akan mengunci hati orang yang tidak melaksanakan shalat Jumat tiga kali tidak berlaku dalam kondisi pandemi Covid-19. Wallahu A’lam.
Tim Redaksi.