Dewasa ini, salah satu fenomena yang muncul di permukaan masyarakat adalah terkikisnya nilai-nilai pancasila. Keadaan ini menjadi problematika yang di hadapi bangsa. Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga pernah menyatakan bahwa terkikisnya Pancasila akan membuat lemahnya sikap kebangsaan seseorang, sehingga ia sulit untuk memberikan kontribusi kebaikan bagi bangsanya.
Tidak sedikit orang yang hafal lima sila Pancasila akan tetapi tidak sampai atau tidak sesuai dengan perilakunya. Bahkan sampai-sampai ada yang mengaku paling pancasilais padahal perilaku sebenarnya adalah ekstrimis. Menggunakan Pancasila bukan untuk kepentingan bangsa, tapi untuk memuaskan nafsu politik dan mengatasnamakan agamaan semata.
Ancaman krisis Pancasila dari tahun ke tahun bukannya semakin turun, tetapi justru meningkat. Hal itu disebabkan karena minimnya pemahaman yang sebenarnya terhadap ideologi Pancasila. Pancasila tidak dijadikan nilai-nilai hidup, tetapi hanya simbol semata, bahkan dilawankan dengan agama.
Berdasarkan temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 14-20 Mei 2017, menyebutkan ada sekitar 9,2 persen masyarakat Indonesia yang setuju bahwa khilafah merupakan dasar Negara terbaik untuk Indonesia. Khilafah dianggap sebagai sistem yang akan membawa kejayaan umat.
Angka tersebut memang kecil jika dimuat dalam prosentase. Namun itu cukup besar jika dihitung dari jumlah penduduk yang saat ini mencapai sekitar 261 juta jiwa. Yakni, ada sekitar 25 juta orang Indonesia yang menginginkan sistem khilafah. Sungguh mencengangkan.
Angka tersebut di atas sungguh mengkhawatirkan bahwa ancaman krisis Pancasila benar-benar nyata. Franz Magnis Suseno sebagaimana dikutip oleh Chairul Huda, mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila telah mengalami kemerosotan akibat tidak dihayatinya lima butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap pancasilais akan terealisasikan ketika kita menyadari dan paham betul akan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, sehingga segala upaya, perilaku dan tindakan kita tidak akan lepas dari nilai Pancasila. Dipahami dalam artian diimolementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara.
Menurut M. Mubarok, sikap pancasilais dapat berarti lima dasar atau disebut juga dengan lima tingkah laku yang baik. Lima dasar itu adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan sosial. Dalam hal ini, ketika seseorang menjalankan kelima nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupannya maka akan senantiasa bertingkah laku baik, dari sisi tindakan maupun pembicaraan.
Sikap yang sebaliknya seperti caci maki, kekerasan atas nama agama, bullying dan semisalnya merupakan sikap-sikap yang kontra Pancasila. Sikap-sikap yang tidak terpuji. Agama manapun tidak mengajarkan perilaku-perilaku tersebut, karena hanya akan menimbulkan konflik besar yang dapat merugikan bangsa dan negara. Tindakan-tindakan itu sudah tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Karena di dalam Pancasila mengandung unsur-unsur perdamaian dan keharmonisan.
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari harus diterapkan sejak dini, karena untuk membentuk dan menopang karakter Indonesia yang harmonis tentu tidak terlepas dari cerminan perilaku masyarakat yang mengandung nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang tidak bertentangan dengan agama manapun itu akan membentuk perilaku manusia Indonesia yang harmonis.
Penulis: Sufi Aly Subhan (Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam STFI Sadra Jakarta).