“Jangan berduka. Apapun yang hilang darimu akan kembali lagi dalam wujud lain”. Begitulah Rumi pernah berkata. Kalau kita cermati sabda bijak penyair bijak Persia itu, kita akan merasakan nuansa sufistik yang kental. Bayangkan, kebanyakan kita yang kehilangan sesuatu, pasti resah, terlebih jika yang hilang adalah sesuatu paling kita cintai. Keluarga misalnya.
Tetapi, melalui, sekali lagi, sabda bijaknya, Rumi mampu menciptakan penawar dari setiap kegelisahan dan kesedihan yang sebenarnya berangkat dari kesalahan berpikir. Saat kita kehilangan sesuatu dan kita sedih, itu semua karena kita berpikir terlalu materialistik. Tapi bagi Rumi tidak begitu. Kehilangan hanya bagian dinamika kehidupan yang sudah wajar. Dari kehilangan itu Tuhan akan menggantinya dalam wujud lain, bahkan kadang dengan nilai yang lebih.
Wajar saja jika buku-buku Rumi banyak diburu di Barat. Buku-bukunya termasuk dalam daftar buku terlaris di sana. Bayangkan, Rumi adalah seorang Muslim. Tapi bukunya tidak hanya dinikmati oleh kalangan Muslim sendiri, tetapi juga manusia pada umumnya. Sebuah bukti bahwa karya Rumi tidak bisa dinilai biasa.
Buku-bukunya yang kental dengan nuansa sufistiknya, menjadi penting untuk media terapi mental. Dalam ilmu kedokteran psikiatri, dikenal beberapa metode untuk menjaga kesehatan jiwa. Salah satunya adalah biblioterapi, yaitu terapi kesehatan dengan menggunakan bahan bacaan (teks-teks khusus) untuk mengatasi penyakit dan gangguan jiwa seseorang. Tentu, terapi ini harus didampingi seorang ahli agar berhasil.
Adalah buku Terapi Rumi yang ditulis oleh Nevzat Tarhan, seorang profesor di bidang psikiatri dan neuropsikologi. Buku ini menyajikan terapi mental ala Rumi. Metode terapi yang digunakan Nevzat adalah dengan menghadirkan kehidupan Rumi dan menggunakan metode yang di dalamnya pembaca dapat merasakan dan memahami pola pikir pada zaman Rumi, lalu menganalisanya sesuai dengan zaman hari ini.
Nevzat menggunakan standar yang dewasa ini biasa dipakai dalam praktik psikiatri ketika mengukur model berpikir, bentuk-bentuk menghakimi dan stereotip yang dapat memperburuk kesehatan jiwa manusia dan dapat memperburuk kesehatan jiwa manusia dan dapat melanggengkan penyakit jiwa mereka.
Dalam buku ini, Nevzat berusaha mengembangkan gagasan berkaitan dengan cerita-cerita hikmah Rumi dan terakhir ia ulas cerita tersebut. Ia juga menjelaskan lebih jauh tentang cerita hikmah Rumi dan 10 langkah menuju Kecerdasan Esmosional yang dapat digunakan dalam pelatihan kecerdasan sosial. Kecerdasan emosional tersebut sifatnya berpikir dan merasakan.
Kita coba salah satu contoh Terapi Matsnawi yang berusaha meluruskan pola pikir yang sering keliru, yaitu anggapan bahwa jika kita mengikuti kehendak seseorang, maka berarti kebebasan kita hilang. Kita lihat, bagaimana Rumi meluruskan mismindset demikian.
Sebelum memulai penerapan cara berpikir prespektif Rumi, Nevzat mengawalinya dengan kisah seorang pesakitan yang tangan dan kaki terbrogol. Si Pesakitan itu, secara fisik jelas tidak bisa berbuat apa-apa. Anehnya, ia justru berteriak penuh kegembiraan, seolah dirinya tidak dikekang oleh borgol-borgol yang membatasi kebebasannya.
“Tangan dan kakiku memang terikat, tapi hatiku tidak,” kata Si Pesakitan itu. “Ketika hatiku bebas, apa yang bisa mereka perbuat?”
Dari kisah itu, kemudian Nevzat mengambil sebuah nilai untuk dipraktikan dalam kehidupan modern dengan kesimpulan, “Kebebasan seseorang bukan tergantung pada fisiknya, tetapi pada jiwanya.” Konsep ini mengatur bagaimana cara manusia meraih kebebasan yang hakiki, menggapai kebebasan yang sejati.
Kebeasan bukan tergantung pada fisiknya, melainkan pada jiwa. Jika seseorang meletakan kebebasan pada fisiknya, maka akan muncul pemikiran seperti “Kalau aku mematuhi peraturan ini, kebebasan terbatasi.” Pemikiran seperti inilah yang sesungguhnya membuat seseorang semakin terpenjara.
Sebagai gambaran, jika kita berada dalam lingkungan dengan peraturan ketat, jangan kemudian kita menyalahkan keadaan dengan dalih lingkungannya menghalangi diri untuk melakukan kerja-kerja produktif. Kita amati dulu, kira-kira bisa tidak menghindar dari peraturan yang mengekang itu. Jika tidak bisa, maka tugas kita adalah berpikir dan bertindak kreatif. Kebasan itu ada dalam diri kita, bukan lingkungan tempat kita berada.
Identitas buku:
Judul: Terapi Rumi
Penulis: Nevzat Tarhan
Penerjemah: Ridho Assidicky, Ummahati Solichin, dan Bernando J. Sujibto
Penerbit: PT Qaf Media Kreativa
Cetakan: II, Juni 2021
Tebal: 314 halaman
ISBN: 978-623-6219-03-4
Peresensi adalah Muhamad Abror. Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiidiqiyah Jakarta.