spot_img

Review Buku Ramadhan Terakhir

Beberapa hari yang lalu saya pesan buku Ramadhan Terakhir, karya Kang Muhammad Abror (Abror Mu’thie). Setelah dikirim dan saya terima, tanpa ba bi bu langsung saya baca kilat ala skimming dan lahap habis buku tersebut. Benar dugaan saya, isinya subhanallah sangat bergizi dan daging semua.

Bakat kepenulisan Kang Abror ini memang sudah terlihat semenjak saya mengajarnya dulu di Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Jadi tidak heran jika buah karyanya enak dan renyah untuk dibaca. Wawasan keilmuan beliau juga sudah sangat mumpuni. Secara, beliau sebelumnya merupakan alumni Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon. Sekarang juga aktif sebagai Author di NU Online, media Aswaja terbesar di Indonesia.

Per tahun 2020 saya sudah tidak lagi mengajar di Jakarta, tetapi kami masih sering berkomunikasi. Terkadang berdiskusi akan hal- hal kecil tentang permasalahan agama. Juga sesekali saya sering mendapat notifikasi WA ketika beliau kesulitan memahami beberapa ibarot kitab- kitab ulama klasik (baca: kitab kuning).

Kolaborasi antara bakat kepenulisan yang apik dan pemahaman terhadap kitab kuning, menjadikan tulisan beliau unik, berbobot dan kaya akan referensi. Terlihat dari tulisan- tulisan beliau di berbagai media nasional, juga karya tulis yang kerap kali menjuarai event – event nasional dan dipresentasikan bersama pakar- pakar lainnya. Termasuk buku Ramadhan Terakhir ini, sebenarnya merupakan kumpulan tulisan- tulisan beliau, seputar kajian- kajian Ramadhan yang diunggah di media. Lalu dihimpun, diramu dengan gaya bahasa yang sederhana, tentu dengan banyak diberi bumbu, serta penambahan yang relevan dan sesuai dengan konteksnya.

Kajian- kajian seputar Ramadhan biasanya lebih banyak membahas perspektif hukum Islam atau fikihnya, seakan- akan berkutat pada dunia kitab klasik. Maka buku ini mengulas seputar pembahasan- pembahasan langka berkaitan dengan ibadah selama Ramadhan yang sebenarnya sudah sangat familiar dan menjadi kebiasaan umat Islam, dekat dengan dunia realita. Sehingga melaui buku ini penulis berhasil memadukan kedua dunia tersebut dan membuatnya selaras dan berjalan beriringan.

Buku ini sudah sangat lengkap isinya. Dari awal membahas cara meraih pahala secara maksimal selama Ramadhan, dengan mempersiapkan diri sebelum kedatangan bulan mulia ini, hingga usai hari raya Idul Fitri. Sejumlah kritik sosial keagaaman yang sudah menjadi kebiasaan kurang baik selama Ramadhan juga diulas, seperti berbuka puasa terlalu kenyang, bertadarus al- Qur’an menggunakan pengeras suara yang sampai mengganggu orang lain, shalat tarawih terlalu lama atau terlampau cepat, menjadikan Ramadhan sebagai bulan ibadah musiman, dan sebagainya. Sampai permasalahan yang unik dan jarang dibahas juga diangkat, seperti ngabuburit, Ramadhan dan etos kerja, setan dibelenggu saat Ramadhan, tetapi mengapa masih banyak orang bermaksiat, meluruskan penafsiran hadis tentang tidurnya orang puasa adalah ibadah, adab bermedia sosial di bulan Ramadhan, mudik lancar dan penuh pahala, dan tentunya khutbah Idul Fitri sepanjang masa.

Penulis juga menyajikan pembahasan puasa yang sangat mendalam. Ia mencoba menguak relevansi ibadah puasa dengan solidaritas sosial, menghargai perbedaan antara yang berpuasa dan yang tidak karena faktor tertentu, dan pentingnya menanamkan rasa empati melalui puasa. Puasa bukan sebatas ibadah vertikal antara hamba dengan Tuhannya saja, tetapi juga amal horizontal yang memiliki nilai- nilai kemanusiaan yang sangat luhur. Sehingga dengan berpuasa seorang muslim bisa menjadi saleh secara spiritual juga secara sosial.

Karya semacam ini sangat bermanfaat sekali. Bisa dijadikan bekal umat islam menjalani bulan Ramadhan. Cocok untuk semua kalangan, apalagi bagi saya yang kebetulan didalam bulan Ramadhan ini banyak pos- pos kajian dan pengajian yang saya ampu. Jika tahun- tahun sebelumnya saya harus membuka beberapa kitab klasik untuk menyiapkan materi. Sekarang tinggal duduk manis seusai shalat Tarawih, nyambi membaca buku ini, sambil menikmati kolak sisa takjil nanti, yang tidak sempat tersentuh karena sudah overload dengan menu berbuka lainnya. hemmm…

Ramadhan Terakhir

Melalui buku ini, penulis mencoba mengajak umat islam untuk bisa semakin menghargai dan memakmurkan bulan Ramadhan. Juga agr bisa memanfaatkan momen Ramadhan dengan semaksimal mungkin. Seolah- olah bulan Ramadhan yang sedang dilaluinya merupakan Ramadhan Terakhir. Sebab, seringkali, perpisahan terakhir akan membuat seseorang lebih maksimal dalam melakukan sesuatu, baik berucap ataupun bertindak. Sebuah totalitas yang tidak didapati pada keadaan lainnya. Seperti yang lumrah terjadi disaat bepergian, sesorang yang pergi dari suatu daerah dengan rencana kembali ke daerah tersebut, berbeda dengan orang yang pergi tanpa ada rencana ingin kembali. Seorang yang berpisah, akan melakukan totalitas (meninggalkan jejak baik) yang tidak dilakukan oleh yang lainnya.

Rasulullah saw bersabda:

إذا قُمْتَ في صلاتِكَ، فصَلِّ صلاةَ مُودِّعٍ، ولا تَكَلَّمْ بكلامٍ تعتذِرُ منه، وأجمِعِ اليَأْسَ عمَّا في أيدي النَّاسِ.

Artinya, “Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatlah seperti shalat orang yang perpisahan, jangan mengatakan sesuatu yang kan membuatmu menyesal dan meminta maaf di kemudian hari, dan kumpulkan keputusasaan terhadap apa yang ada pada manusia”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Nabi memberi nasihat kepada orang yang melakukan shalat agar merasa bahwa shalatnya adalah yang terakhir baginya. Sehingga ia akan bersungguh- sungguh dalam melaksanakan shalat itu. Dia perindah penunaiannya, proporsional dalam ruku’, sujud, dan gerakan lainnya, menunaikan kewajiban- kewajiban serta sunah- sunah shalat dengan sebaik mungkin.

Selayaknya seorang mukmin mengingat pesan ini di setiap tindak- tanduknya. Lakukanlah amal ibadah seakan itu adalah ibadah perpisahan, hadirkan perasaan bahwa itu adalah amal yang terakhir. Apabila ia merasakan itu maka akan menunaikan amal ibadah dengan sebaik- baiknya. Bisa dibayangkan andai bulan Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir kita. Tentu kita akan menjadikan bulan mulia ini untuk beribadah semaksimal dan sebaik mungkin. Berharap Ramadhan kali ini tidak disia- siakan seperti Ramadhan- Ramadhan sebelumnya. Juga menjadikannya momen untuk menyiapkan bekal amal sebelum amal menjemput.

Penulis: Ust. Thohirin Shodiq

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles