Ada begitu banyak hal yang akan kita temui dalam kehidupan. Kadang mendapatkan kebahagiaan, kadang pula mendapat penderitaan. Kadang kita tersenyum dan tertawa, kadang kita menangis dan meratap. Semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah konsekuensi kehidupan. Tak ada satu manusia pun yang hanya memperoleh kebahagiaan saja di dunia ini. Juga tak ada satu manusia pun yang hanya mendapatkan kesedihan dan penderitaan. Semuanya berjalan seimbang sesuai sunnatullah.
Sekarang, dunia sedang menghadapi pandemik global, virus Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus Corona. Dalam jangka waktu yang relatif singkat, virus yang satu ini telah menginfeksi ratusan ribu orang. Tentu hal ini membuat warga dunia geger, pasalnya virus ini dengan mudah menyebar melalui sentuhan fisik. Beberapa negara telah melakukan lockdown dan social distancing sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran virus yang satu ini.
Sebagai muslim kita tentu memiliki kewajiban untuk menjaga kehidupan kita, sehingga sudah seharusnya kita mengikuti arahan dokter sebagai orang yang lebih memahami dan mengerti tentang perkara ini, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nahl [16]: 43 : “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.”
Manusia sedang dilanda musibah yang luar biasa, Indonesia juga termasuk salah satu negara terdampak. Namun anehnya masih saja kita temukan pandangan-pandangan yang keliru mengenai persoalan ini di tengah masyarakat. Salah satu pandangan mengatakan “tak usahlah kamu takut pada Corona, lebih takutlah pada Allah.” Uniknya lagi tak jarang pandangan itu didistribusikan oleh ulama’, akibatnya sebagian masyarakat ikut terprovokasi sehingga lebih cenderung ikut kata ulama’ ketimbang ikut kata dokter.
Mengapa kita bisa mengatakan bahwa pandangan di atas keliru? Pertama, mereka telah membawa nama Tuhan untuk urusan yang tidak mereka ketahui. Padahal Allah berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 36 : “dan janganlah sekali-kali kamu mengucapkan sesuatu yang kamu tidak ada ilmu padanya”. Dalam hal ini yang memiliki ilmu dan mempunyai kapasitas untuk memberikan pandangan adalah dokter.
Kedua, pandangan ini telah mempengaruhi jalan pikiran masyarakat sehingga cenderung acuh dan tak mau ambil pusing terhadap penyebaran virus Corona ini. Dan ketiga, bila penyebaran virus semakin masiv akibat masyarakat yang lalai maka itu sama dengan menjatuhkan diri dalam kebinasaan, padahal jelas Allah berfirman dalam QS. An-Nisa’ [4]: 29 :”dan janganlah kamu membunuh dirimu”.
Refleksi terhadap berbagai fenomena yang ditemui dalam kehidupan merupakan tugas semua muslim, bahkan seorang muslim dituntut untuk mampu mengambil pelajaran dari keadaan terburuk sekalipun. Lalu pertanyaan yang muncul dari benak kita selanjutnya yaitu apa hikmah dari musibah Corona ini bagi kita semua? Apa pesan yang ingin disampaikan Allah melalui pandemik global ini?
Patut kita renungi bahwa dewasa ini, sebagian besar manusia telah lupa diri, terlanjur sombong dan merasa hebat, merasa diri bisa segalanya hingga lupa dengan Tuhan. Adapun sebagian lagi manusia yang beragama hanya fokus pada syariat, dan ritual-ritual peribadatan yang kering spritualitas sehingga tak mampu mencapai substansi agama. Inilah yang menyebabkan terjadi permusuhan, caci maki, bahkan peperangan antar umat beragama. Bahkan sikap acuh terhadap himbauan dokter dan pemerintah seperti yang telah disinggung di atas adalah bentuk kesombongan yang luar biasa.
Melalui Corona Allah ingin kita menyadari bahwa tak ada yang mampu melawan kuasanya. Peradaban manusia yang demikian maju ini bahkan bisa Allah goncang dengan sesuatu yang bahkan lebih kecil dari semut. Sikap sombong manusia telah melampaui batas, yang tak beragama terus berkoar-koar menyatakan “Tuhan telah mati”, sedangkan yang beragama tak henti-hentinya menyebut nama Tuhan tanpa pengetahuan.
Oleh karena itu marilah kita muhasabah diri, mari kita jadikan himbauan pemerintah dan dokter untuk tetap di rumah sebagai ajang untuk mendekatkan diri pada Allah, memohon ampun atas segala bentuk kesombongan dan keangkuhan kita karena di hadapan Allah kita tak berdaya.
Agama memang memerintahkan kita menjalankan syariat, namun itu bukan tujuan agama, agama hanyalah alat menuju Tuhan, dan Tuhan hanya akan dicapai dalam kesendirian, bukan dalam keramaian, bukan di Makkah, bukan di dalam Masjid bukan dimanapun, Tuhan hanya akan kita temukan dalam kesendirian. Maka, tetaplah di rumah. Temukan Tuhan dalam setiap aktivitas di dalamnya. Semoga kita semua dijauhkan dari musibah dan marabahaya. Amiin.
Penulis: Bil Hamdi (Mahasiswa Filsafat STFI Sadra Jakarta).