spot_img

Perspektif Al-Qur’an Tentang Solidaritas Bangsa dalam Melawan Pandemi Covid-19

Foto: Republika

Pandemi global Covid-19 saat ini memasuki masa yang sangat kritis. Warga dunia yang terpapar Covid-19 semakin hari semakin meningkat. Per Jumat (17/4/2020), dari data Worldometers sudahada sekitar 145.359 orang meninggal dunia. Ibarat bola es yang menggelinding dari bukit es, wabah ini semakin lama semakin menabrak segi-segi kehidupan manusia. Baik yang berkaitan dengan ekonomi, politik, pendidikan dan sosial. Bahkan, wabah ini dapat menghancurkan dunia.

Banyak ragam pendekatan yang diutarakan para ahli untuk membatasi penyebaran virus Corona ini.  Pendekatan yang diajukan para ahli baik dari segi filosofis – seperti onstitusional negara – solidaritas global, maupun pendekatan pendekatan yang lainnya, seperti kesehatan, ekonomi dan lain sebagainya.

Bagaimana Islam memandang masyarakat dunia dalam mengatasi masalah bersama ini? Mari kita lihat bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang kebangsaan. Banyak terma dalam Al-Qur’an yang menyebut tentang bangsa, diantaranya adalah term sya’ab, qaum dan ummah.

Kata sya’b biasa kita perhatikan pada QS. Al-Hujurat [49]: 13 yaitu:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

Sedangkan yang berkaitan dengan term qaum, kita dapat melihat firman Allah Swt dalam QS. Al-Hujurat [49]: 11 yaitu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Dan term yang berkaitan dengan kata ummah sangat banyak, diantaranya firman Allah Swt QS. Al-Anbiya [21]: 92:

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

Menurut Ar-Raghib Al-Isfahani dalam kitabnya, al-Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, Al-Quran menjelaskan bahwa ummat adalah kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, baik persamaan agama, waktu, atau tempat. Baik pengelompokan itu secara terpaksa maupun atas kehendak sendiri.

Memang, tidak hanya manusia yang berkelompok dinamakan umat, bahkan binatang pun demikian. Sebagaimana di dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

Nabi Ibrahim juga disebut dengan kalimat ummah, karena beliau “bapak” pelopor tauhid dan karena [juga] kebanyakan para nabi berasal dari Nabi Ibrahim As. Allah berfirman dalam QS. Al-An’am [6]: 36:

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).

Persatuan Bangsa Dalam Mewujudkan Kesejahteraan

Berkaitan dengan persatuan umat, Al-Qur’an selalu menggandengkan kata umat dengan kata wahidah, seakan-akan kata umat baru dapat berwujud eksistensinya kalau digandengkan dengan kata wahidah.

Kalimat ummatan wahida sendiri di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak 9 kali. Jika kita renungkan, Al-Qur’an seolah-olah tidak mengartikannya dengan penyatuan umat, namun Al-Qur’an menyebutnya umat yang satu. Umat yang memiliki tujuan keridhaan Ilahi dalam kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah [5] 48:

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ ۚ وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong.

Dalam potongan ayat Al-Qur’an ini, tidak menjelaskan tentang hegemoni kekuasaan yang wajib dikuti oleh semua umat, akan tetapi umat yang satu dalam tujuan kesalamatan, keamanan dan kesejahteraan bersama.

Jamaluddin Al-Afghani, yang dikenal sebagai penyeru persatuan Islam (Liga Islam atau Pan-Islamisme), menegaskan bahwa idenya itu bukan menuntut agar umat Islam berada di bawah satu kekuasaan, akan tetapi hendaknya mereka mengarah kepada satu tujuan, serta saling membantu untuk menjaga keberadaan masing-masing.

Bahkan dicap sebagai sifat kaum musyrikin yang dikecam oleh Al-Qur’an manakala di dalam suatu umat terjadi perpecahan, seperti ditegaskan dalam QS. Ar- Rum [30]: 31-32, yaitu:

وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32)

31. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, 32. yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.  Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

Sudah jelas bahwa yang menjadi penutup umat wahidah di sini, yaitu Islam. Namun, apakah Islam dalam arti branded (merek) atau Islam secara maknawi? Sampai di sinilah akan memunculkan perdebatan yang panjang.

Al-Qur’an menjelaskan tentang umatan wahida dengan memiliki beberapa kriteria, sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Maidah [5]: 48, yakni:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah ating kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Penekanan kata berlomba-lomba dalam kebaikan, tentunya merupakan eksistensi umat yang tujuannya untuk kebaikan dan mencari keridhaan Ilahi. Dalam QS. Al-Imran [3]: 114 Allah berfirman:

يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَٰئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.

Dalam konteks tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia, maka persatuan, kesatuan dan gotong royong antar anak bangsa adalah modal besar untuk melawan virus Corona. Saling menjaga solidaritas satu sama lain dengan memberikan peran sesuai bidang dan kemampuannya demi memutus mata rantai virus Corona. Sebagai sebuah umat, hanya dengan persatuan inilah mereka akan berhasil untuk melawan wabah ganas Covid-19 yang telah mengglobal itu.

Penulis: M. Mahdi. Al-Attas.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles