foto: republika
Seminggu terakhir media dihebohkan dengan rencana tatanan kehidupan baru atau new normal yang dicanangkan pemerintah Indonesia. Tatanan baru itu sebagai respon lanjutan dari pernyataan Presiden Joko Widodo soal “berdamai dengan Covid-19”. Alasan paling besar mengapa pemerintah perlu mengambil kebijakan new normal dan mengakhiri Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebab untuk memulihkan kembali perekonomian negara yang sempat mandeg selama tiga bulan.
Namun demikian negara Indonesia bukanlah soal ekonomi semata. Ada banyak elemen yang menjadi pembentuk tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satu diantaranya adalah elemen umat beragama dan pesantren. Kedua elemen ini penting sebagai pondasi negara dalam mempertahankan negara dari rongrongan perpecahan antar bangsa dan ancaman kebodohan spiritual. Oleh demikian pemerintah tidak hanya memperhatikan new normal hanya semata alasan ekonomi akan tetapi juga new normal umat dan pesantren.
Pemerintah wajib memperhatikan dan menentukan kebijakan secepat dan sebaik mungkin bagi umat dan masyarakat pesantren. Mengingat umat beragama dan warga pesantren merupakan elemen bangsa yang hidupnya selalu dalam kebersamaan (baca: kumpul dan berkerumun). Lebih-lebih santri pondok pesantren, hampir semua kegiatannya dengan cara berkerumun, dari mulai ngaji, istirahat, tidur, ngantri mandi, ngantri makan, diskusi, dan lain sebagainya. Maka membuat inovasi new normal bagi santri wajib dilakukan oleh pemerintah.
Membaca fakta di atas, dipahami bahwa new normal di wilayah umat beragama khususnya pesantren tidak bisa disamakan dengan new normal sektor ekonomi atau pendidikan umum. New normal di pesantren harus mempertimbangkan aktivitas santri yang tidak lepas dari kegiatan berkumpul dan hidup bareng. Pemerintah wajib hadir memberikan panduan dan new normal khusus bagi pesantren dengan cara yang tentu tidak sama dengan new normal di bidang-bidang lainnya. Jika pemerintah abai dengan new normal di pesantren, maka jutaan santri di Indonesia akan kewalahan untuk terus di rumah saja dan atau terjadinya penularan di kalangan santri secara besar-besaran. Na’uzubillah.
Ala kulli hal, pemerintah tidak boleh membuat kebijakan new normal hanya karena alasan ekonomi negara yang berangsur melemah, tapi juga harus pertimbangkan masa depan umat dan santri yang terhenti berbulan-bulan kegiatan belajarnya. Pemerintah harus membuat kebijakan new normal bagi dunia pesantren, mempertimbangkan aktivitas santri dan umat agar tetap terus berjalan. Mengabaikannya berarti pemerintah abai dengan pendidikan pesantren yang selama ini telah banyak berkontribusi untuk kemajuan keagamaan dalam bingkai negara.
Penulis: Nilawati (Mahasiswi STFI Sadra Jakarta).