Islam memberikan ketentuan ilâhiyah yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dalam konteks kegiatan umat manusia. Ketentuan yang dimaksud adalah syariat Islam yang menjadi panduan umatnya dalam menjalankan ibadah murni maupun ibadah non-murni. Dalam prinsipnya, dalam konteks apapun, Allah tidak pernah menjadikan sedikit kesulitanpun bagi manusia.
Pada salah satu ayat Al-Qur’an Allah Swt berfirman:
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Ketentuan ilâhiyah di atas memberikan penegasan bahwa syariat yang Allah turunkan untuk manusia menghasilkan kemudahan dan moderasi, sekaligus melahirkan larangan menambahkan ibadah yang memberatkan diri sementara ada pilihan yang lebih mudah. Termasuk dalam konteks ini adalah menjalankan ibadah di tengah wabah pandemi Covid 19.
Dalam melaksanakan salat misalnya, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan rukun, syarat serta sunah-sunahnya. Namun juga ditekankan agar melaksanakannya sesuai kemampuan. Nabi Muhammad bersabda dalam konteks beribadah:
Badanmu memiliki hak atas dirimu (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, dalam beribadah, meski dalam kondisi normal dengan tidak adanya pandemi, Islam menekankan umatnya agar jangan sampai melakukan ibadah namun sampai mengganggu kesehatan. Apalagi ketika dalam kondisi tidak normal, di saat wabah virus Corona mengancam kesehatan, maka ibadah yang berpotensi mengganggu kesehatan (tertular virus atau menularkan virus) seperti salat Jama’ah di Masjid, maka jelas-jelas dilarang agama.
Suatu ketika Nabi Muhammad Saw masuk ke kamar istrinya, Sayyidah Zainab RA dan mendapati tali yang terulur di antara dua tiang. Beliau bertanya, “Tali untuk apakah ini?” Dijawab oleh salah satu sahabat, “Ini tali milik Zainab yang digunakan untuk memegangnya sambil berdiri jika dia letih dalam beribadah ketika salat”. Mendengar jawaban itu Rasulullah berkata, “Tidak demikian seharusnya. Lepaskanlah tali itu. Hendaknya seseorang di antara kalian salat di saat dalam keadaan giat, kalau dia jenuh hendaklah berhenti atau duduk.” (HR. Muslim).
Islam merupakan agama yang moderat. Tidak memberatkan dalam beribadah dan tidak pula meremehkannya. Di masa-masa pandemi seperti saat ini, Allah Swt tetap mewajibkan hamba-Nya menjalankan ibadah seperti salat, zakat, puasa bahkan haji. Namun kesemuanya dapat saja ditangguhkan atau dipilih yang paling memudahkan sehingga hamba-Nya tetap dapat menjalankan ibadah sekaligus kesehatannya terjamin.
Moderasi Islam dalam persoalan zakat di masa pandemi dapat berupa mendahulukan zakat dari waktu yang biasanya (pada malam hari raya). Karena Islam melalui kaidah ushul fiqh misalnya, memiliki tata aturan syariat berupa mendahulukan ibadah (taqdîm). Atau dalam konteks inadah haji di masa pandemi, umat Islam dapat menangguhkan terlebih dahulu untuk memutus penularan virus. Pada konteks ini Islam melalui syariatnya memiliki ketetapan menangguhkan ibadah (isqât) jika dalam masa-masa yang tidak normal. Islam merupakan agama yang mengajak melaksanakan ibadah dengan cara-cara moderat.
Maka, bukanlah ajaran Islam jika sampai memberatkan atau mengganggu jiwa pemeluknya. Islam sebagai agama yang moderat sudah memberikan panduan beribadah baik di masa tidak adanya wabah atau ketika di tengah wabah. Ketentuan Islam dalam melaksanakan ibadah di tengah wabah ialah sejauh mana umatnya tetap dapat melaksanakan ibadah sekaligus terjamin kesehatan dan keselamatan jiwanya. Karena bahkan, dalam mengajak melaksanakan salat pun Allah memerintahkan dengan cara yang moderat (QS. Al-Isrâ’ [17]: 110).
Penulis: Tim Redaksi.