spot_img

Menyoal Nalar Teroris Atas Ayat-Ayat Jihad

 

Foto/Jurnalislam

Terdapat banyak ayat Al-Qur’an yang membicarakan persoalan jihad. Diantaranya, Surat at-Taubah ayat 36: “… dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” Kelompok teror memahami ayat tersebut secara subjektif dan ekslusif sehingga berakhir pada kesimpulan pemahaman yang buntu. Nalar teologis yang membentuk cara pandang teroris adalah nalar sepihak, yang dilakukan dengan cara-cara tanpa tabayyun, atau tanpa didiskusikan terlebih dahulu. Endingnya, mereka memiliki pemahaman atas ayat-ayat jihad untuk meneror dan membunuh orang yang tidak sekeyakinan dan seagama dengannya. Padahal kita pun tak bisa meyakini bahwa mereka sudah memenuhi sebagai penafsir Al-Qur’an.

Salah satu ayat Al-Qur’an yang juga sering menjadi kelanyahan para teror untuk melakukan kekerasan adalah Surat Al-Anfal ayat 60, yang artinya: “Siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh-musuh kamu) apa yang kamu mampu menyiapkannya dari kekuatan (apa saja) dan dari kuda-kuda yang ditambat (pasukan kavaleri) agar kamu menggentarkan musuh Allah dan musuh kamu….” Mengutip pendapat Quraish Shihab dalam buku Islam yang Saya Pahami, adanya redaksi “menggentarkan” dalam ayat ini menjadi alasan para pelaku teror untuk melawan orang-orang kafir, bahkan dalam konteks sekarang dengan mengecam siapapun yang tidak sekeyakinan. Pendapat ini menurut Quraish, keliru dan bertentangan dengan pesan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Menurut beliau, redaksi “menggentarkan” dalam ayat tentang jihad di atas dimaksudkan mempersiapkan, bukan menggunakan. Sehingga yang dimaksudkan ayat di atas yakni agar orang Islam menyiapkan diri dan mempertahankan diri agar orang yang akan merusak Islam tidak jadi melakukannya. Bukan dengan maksud menggunakan senjata dan kemudian menyerang duluan. Pendapat Quraish sejalan dengan apa yang disampaikan Tahir Ibn Asyur dalam At-Tahrir wa At-Tanwir. Ia menegaskan bahwa jihad yang dilakukan oleh orang Islam dahulu ialah dalam rangka mempertahanka diri agar tetap bisa beribadah dan mereka tidak disiksa secara fisik oleh orang-orang kafir. Jika di luar itu orang-orang Islam tidak akan pernah melakukan jihad.

Lebih lanjut, Quriash Shihab menyebut, dengan cara mempersiapkan diri, maka musuh akan berpikir 1000 kali untuk melangsungkan peperangan dengan orang Islam. Sementara itu menurut penulis The Islamic Law Of War, Justification and Regulation, Prof. Dr. Ahmed al-Dawody, dalam salah satu kegiatan seminar di Gedung PBNU, mengatakan bahwa jihad yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya dahulu dalam rangka melakukan dua hal, yaitu mempertahankan hak-hak umat Islam dan menunjukkan eksistensinya. Bukan untuk berperang dahulu meneror orang kafir. Kelompok teror terlalu gegabah dalam mehamai ayat-ayat jihad. Demikian karena mereka bukan spesialisasinya, sehingga sering sekali memahami ayat-ayat jihad secara sepotong-sepotong.

Ayat Al-Qur’an yang seringkali dipahami dengan serampangan adalah QS. Al-Anfak Ayat 72 yang arrinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.” Kesalahpahaman para pelaku teror atas ayat di atas selalu mehamai kata ‘anfus/jiwa‘ dengan senjata. Padahal, di dalam Al-Qur’an kata tersebut tidak bermakna senjata, tetapi juga bermakna jiwa, totalitas, harta, fikiran, dan perjuangan di jalan Allah. Kesalahpahaman kelompok teror lagi-lagi karena ekslusif dalam memahami kalamullah dan tidak melalui tabayyun diskusi sebagaimana para ulama.

Ada sekitar 40 ayat Al-Qur’an yang membincang persoalan jihad. Secara bahasa jihad berarti “bersungguh-sungguh”, “mencurahkan kemampuan” dalam kebaikan di jalan Allah. Dalam konteks makna universal jihad pun dapat bermakna beragam. Pahala dan dampak jihad pun tergantung bentuk jihadnya. Jika jihad untuk menuntut ilmu maka seseorang akan menjadi pintar dan benar. Jika seseorang jihad dengan bekerja keras untuk keluarga maka akan berdampak positif pada kesejahteraan. Jika seseorang berjihad untuk mempertahankan suatu negara maka negaranya akan aman dari segala macam penjajahan dan perendahan bangsa lain. Beragam bentuk jihad dalam Islam, maka beragam bentuk pula pahala yang akan didapatkan olehnya. Jihad tidak melulu dalam bentuk mengangkat senjata, sebagaimana nalar tekstualis para pelaku teror.

Ketergesah-gesahan kelompok teror di dalam memahami ayat-ayat jihad. Berawal dari penalaran yang ekslusif dan  mesti disudahi. Jika dibiarkan dan enggan mau melakukan tabayyun, mereka akan bertindak dengan cara intoleran, tidak terbuka dengan pemahaman yang berada di luar pemahamannya. Sikap demikian bertentangan dengan kondisi ulama salaf saat belajar dahulu yang selalu terbuka dengan perbedaan. Tindakan intoleran yang didasari salah tafsir ini mengakibatkan kelompok teror gemar mengkambinghitamkan jihad dengan aksi-aksi kekerasannya. Tidak ada upaya lain bagi bangsa Indonesia yang masih mencintai negara dan banga kecuali dengan melawan nalar dan tindakan sesat para pelaku teror, baik yang organisasinya sudah dibubarkan pemerintah atau juga yang berkeliaran di media sosial.[]

Penulis: Lufaefi (Penulis buku Nasionalisme Qur’ani).

Tulisan dimuat di Sangkhakifah.co

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles