spot_img

Menuntun Hati ke Jalan yang Lurus

Allah Swt. menciptakan manusia tidak lain hanya untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah pun banyak sekali jenisnya, baik ibadah ritual, interaksi sosial, dan lain sebagainya. Apapun yang kita lakukan untuk menjalankan taat kepada Allah dan menjauhi maksiat terhadap-Nya, berarti memiliki nilai ibadah. Namun, beribadah saja tanpa menata hati dengan baik juga belum cukup.

Wujud hati dalam diri manusia tidak terlihat. Maka, aktifitas hati juga demikian: tidak terlihat, hanya bisa dirasakan dan didiagnosa melalui oleh ruhani yang matang. Jangan sampai beribadah siang dan malam, tapi karena hati tidak ditata dengan baik, akhirnya ibadah kita sia-sia.

Berkaitan dengan hal ini, Syekh Izzuddin bin Abdissalam (w. 1262 M) memcoba membuat formula khusus untuk menata hati dengan sistematis, praktis, dan detail, dalam sebuah kitab yang berjudul Maqashidur Ri’ayah. Dalam kitabnya ini, Syekkh Izzuddin bukan sebatas menyajikan definisi, tapi kita akan lebih dilatih untuk mendiagnosis beragam penyakit hati sekaligus cara mengobatinya.

Dalam mendiagnosa perbuatan baik dan buruk, misalnya. Seseorang dituntut untuk matang secara syariat dan spiritual. Dengan begitu, sulit kemungkinan terjerumus dalam godaan setan untuk terjembab dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, untuk mengetahui mana yang halal dan haram, harus merujuk pada al-Qur’an dan hadis. Memang tidak mudah. Memahami kedua butuh kematangan ilmu agama yang mumpuni.

Namun, jika kita dirasa belum mampu merujuk pada al-Qur’an dan hadis, hendaklah bertanya kepada ahlinya. Dalam hal ini adalah ulama yang berkompeten di bidangnya.

Lalu, bagaimana jika kita menemui hal yang samar, antara halal dan haram? Syekh Izzuddin menegaskan agar tidak gegabah memutuskan. Tunggu sampai mendapat kepastian status keduanya: mana yang halal, dan mana yang haram.

Di atas adalah salah satu cara mengontrol diri dengan pembekalan syari’at. Berikutnya adalah melalui upaya-upaya yang lebih spiritualistik.

Setan memang diciptakan oleh Allah untuk menggoda manusia sekuat yang ia bisa. Jika ia gagal menggoda, ia akan terus berusaha dengan lobi-lobi liciknya. Misal saja jika ada orang yang bertaubat, berarti setan telah kalah karena gagal menggoda si hamba tersebut ke jalan yang sesat. Apa setan menyerah begitu saja? Tidak. Ia akan terus berlanjut dengan cara yang lebih lihai lagi.

Setan akan beralih menggoda untuk melakukan maksiat dengan cara yang samar dan tidak disadari. Sebuah upaya yang begitu halus, sehingga seorang hamba tidak merasakan bahwa ia telah berbuat maksiat.

Misalkan ada ibadah yang seharusnya diawalkan, tetapi setan menggodanya adar dilakukan diakhirkan atau tengah-tengah antara keduanya. Berikutnya, hamba itu akan merugi tanpa sadar. Menurut Sekh Izzuddin, terkadang jiwa mematuhi setan dalam hal itu karena ingin menghindari kesulitan dan kepayahan di antara dua jenis ibadah demi mendapatkan keringanan dan kemudahan dari keduanya. (halaman 41-43)

Lalu bagaimana untuk menghindari godaan yang begitu halus itu? Caranya adalah ketika seseorang terlintas suatu kebaikan, jangan terburu menyegerahkannya hingga ia tahu apakah itu memang untuk disegerahkan atau diakhirkan atau ditengahkan oleh Allah. Jika itu termasuk perbuatan yang disegerahkan oleh Allah, janganlah ia melakukannya hingga benar-benar ikhlas dan hanya mengharap ridha Allah Swt.

Untuk itu, kita perlu mencermati bahwa suatu perbuatan baik menurut Allah. Setidaknya ada enam hal:

1. Seseorang melakukan demi mengharapkan pahala-Nya.

2. Seseorang melakukannya karena takut akan siksa-Nya.

3. Seseorang melakukannya karena malu kepada-Nya.

4. Seseorang melakukannya karena cinta kepada-Nya.

5. Seseorang melakukannya demi memuliakan dan mengagungkan-Nya.

6. Seseorang melakukannya karena alasan-alasan di atas sekaligus.

Semua tujuan di atas adalah baik. Kendati yang satu lebih baik daripada yang lain.

Cara di atas adalah metode yang dijelaskan Syekh Izzuddin dengan singkat, perinci, sekaligus efektif. Selain persoalan di atas (membedakan perbuatan baik dan buruk), masih banyak lagi masalah-masalah hati yang didiagnosa dalam kitab tersebut. Rasanya, tidak mungkin jelaskan semua di sini. Mengingat keterbatasan tulisan review buku pada umumnya.

Pada akhirnya. Kitab yang sudah diterjemakan dengan susunan paralel teks bahasa Arab dan terjemah Indonesianya oleh Juman Rofarif dan diterbitkan di PT Qaf Media Kreativa ini, layak sekali dibaca oleh siapapun. Terlebih bagi kita agar setiap perbuatan yang dilakukan selalu berada dalam kontrol yang tepat dan dijauhkan dari tipu daya setan terkutuk.

Identitas buku:

Judul: Mqashidur Ri’ayah

Penulis: Syekh Izzuddin bin Abdissalam

Pnerjememah: Juman Rofarif

Penerbit: PT Qaf Media Kreativa

Cetakan: I, November 2020

Tebal: 459 halaman

ISBN: 978-602-5547-86-7

 

Peresensi adalah Muhamad Abror. Pengasuh Madrasah Baca Kitab, Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiidiqiyah Jakarta.

 

 

Muhamad Abror
Jurnalis, Esais, Pegiat Kajian Keislaman (wabilkhusus sejarah), Alumni Ponpes KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Sa'iidusshiddiqiiyah Jakarta

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles