spot_img

Menjadi Muslim yang Bijak di Tengah Pandemi Covid-19

Di tengah wabah virus Corona yang semakin hari kasusnya semakin meningkat masih ada sebagian umat Islam yang menggunakan semangat beragama untuk melawan takdir Allah Swt. Mereka dengan beraninya menyebarkan provokasi mengatasnamakan agama ke ruang publik untuk melawan aturan dan panduan pemerintah dalam rangka memutus mata rantai penularan virus Corona.

Dengan semaunya sendiri, mereka mengklaim bahwa virus corona adalah azab Allah. Sebagian yang lain menyatakan ia adalah tentara Allah yang diturunkan untuk melawan orang-orang yang tidak beriman. Dengan ‘memperkosa’ ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis mereka juga menolak mentaati aturan social distancing dengan dalil melawan virus dengan cara meramaikan masjid dan karena alasan seorang Muslim tak boleh takut selain kepada Allah Swt. Demikian sebagian hal yang lahir dari semangat beragama di tengah pandemi yang kurang dibarengi keilmuan.

Buku ‘Corona Ujian Tuhan: Sikap Muslim Menghadapinya’ hadir sangat tepat waktu. Apalagi buku ini ditulis langsung oleh pakar tafsir Al-Qur’an M. Quraish Shihab. Buku ini seperti menjadi payung bagi kita semua untuk berlindung di bawah agama secara benar dan tepat di tengah wabah virus Corona yang kian hari kian menggila.

Secara garis besar buku ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu bagian pertama menjelaskan soal musibah, azab, ujian, dan kehendak Allah. Dan bagian kedua soal Covid 19 dan tanggapan para agamawan. Pada bagian pertama pakar tafsir penulis tafsir Al-Mishbah itu mengurai dengan rinci dan jelas soal perbedaan antara azab, ujian, musibah dan kehendak Allah. Setiap pembahasan selalu dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur’an dengan narasi penjelasan yang ringan, renyah dan esensi tulisan yang berbobot.

Quraish Shihab dalam buku yang berjumlah 136 halaman ini memberitahukan kepada kita bahwa virus Corona bukanlah azab, melainakn musibah atau fitnah. Sebab, menurutnya, ketika Allah akan menurunkan azab kepada makhluk-Nya maka Ia akan memisahkan terlebih dulu antara orang yang beriman dan yang tidak beriman (hlm: 6).

Kisah Nabi Nuh As dan kaumnya menjadi bukti akan itu. Di mana, sebelum Allah menurunkan banjir bandang, Allah melalui Nabi Nuh menyuruh agar kaum yang taat dan beriman menaiki perahu yang telah dibuatnya. Sedangkan orang-orang yang tak beriman tidak mau (dibiarkan) hingga kemudian tenggelam bersama banjir besar (QS. Hud [11]: 25-26).

Kita juga bisa belajar dari kisah Nabi Luth As dengan kaumnya, sebelum Allah turunkan azab berupa hujan batu. Allah melalui Nabi Luth memisahkan orang yang beriman dan yang tidak. Yang tidak beriman, termasuk istri Luth, tidak mau mengikuti apa kata Luth, sedang yang beriman mengikutinya hingga mereka selamat dari azab Allah (QS. Hud [11]: 25-26).

Sementara jika teguran Allah berupa musibah atau fitnah, maka itu tidak hanya menimpa siapa yang beriman dan taat kepada-Nya, namun juga bisa menimpa mereka yang beriman. Dalam konteks ini Allah berfirman:

 وَٱتَّقُوا۟ فِتۡنَةࣰ لَّا تُصِیبَنَّ ٱلَّذِینَ ظَلَمُوا۟ مِنكُمۡ خَاۤصَّةࣰۖ وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شديد العقاب

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya (QS. Al-Anfal [8]: 25).

Menurut penulis tafsir Al-Mishbah tersebut, azab menimpa orang yang enggan beriman. Sedang musibah atau fitnah tidak demikian. Musibah merupakan keniscayaan kehidupan yang pasti akan menimpa seseorang untuk menguji keimanannya. Allah Swt berfirman:

ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَیَوٰةَ لِیَبۡلُوَكُمۡ أَیُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلࣰاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡغَفُورُ

Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Pada bagian kedua buku yang diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati itu Quraish Shihab berhasil menguraikan sekaligus membantah kalangan agamawan dan atau mereka yang semangat beragama namun justru menolak aturan pemerintah guna memutus mata rantai penularan virus Corona.

Misalnya dalam persoalan narasi propaganda yang ramai di media sosial; “tidak boleh takut kepada Corona. Takut hanya boleh kepada Allah”. Narasi ini berpotensi menolak aturan social distancing di masjid atau musholla untuk tidak melaksanakan salat Jamaah atau Jamaah guna menghindari kerumunan masa dan penularan virus.

Menurut Shihab, dalam agama Islam, tuntunan takut kepada Allah tidak selalu bertentangan dengan tuntunan takut kepada selain Allah. Misalnya, dahulu saat Nabi Muhammad bersama sahabatnya perang, Islam memberikan panduan salat yang berbeda dari biasanya, yaitu dengan cara menghadap ke arah yang memungkinkan adanya musuh. Ini yang kemudian dinamakan salat khauf dan tercatat dalam QS. An-Nisa [4]: 102 (hlm: 70). Peristiwa ini membuktikan bahwa takut kepada Allah juga dibarengi dengan kewaspadaan akan adanya musuh.

Atau dalam masalah salat Jamaah di masjid, jika ada sebagian orang yang beranggapan bahwa salat di masjid tetap harus dilakukan karena mendahulukan Allah dari virus adalah kesimpulan yang salah. Agama Islam melarang umatnya melaksanakan sesuatu apapun termasuk ibadah, manakala ada potensi besar yang akan menganggu teraplikasinya tujuan syariat, yaitu penjagaan kepada agama, jiwa, akal, harya dan keturunan.

Maka karena para Medis dan MUI telah menetapkan bahwa kerumunan termasuk dalam salat Jamaah berpotensi besar membahayakan keselamatan jiwa dengan adanya penularan virus Corona, salat di masjid secara berjamaah harus ditangguhkan dahulu. Justru jika dipaksa diadakan akan menentang tujuan syariat sebagai hukum yang mengutamakan penjagaan jiwa (hlm: 90-91).

Pada bagian kedua ini dijelaskan banyak hal menarik lainnya, seperti sanggahan atas orang-orang yang menggunakan Al-Qur’an dan Hadis untuk melawan virus atau mendukung kebijakan pemerintah, namun tidak sesuai tuntunan agama. Dipaparkan juga soal ancaman bagi orang yang menakut-nakuti orang lain di tengah pandemi  dengan berita hoax sehingga membuat orang lain cemas. Dan yang lainnya lagi soal bagaimana umat Islam dalam menghadapi dan menjalankan ibadah puasa Ramadhan di tengan pandemi.

Akhirnya menurut Quraish Shihab dalam buku yang terbit pada tahun 2020 ini, di tengah pandemi Covid 19 ini kita semua harus bahu membahu karena kita semua adalah sama satu keturunan, yaitu dari Nabi Adam As. Allah menjadikan kita laki-laki dan perempuan, bersuku dan berbangsa, tidak lain agar saling mengenal (QS. Al-Hujurat [49]: 13) dan saling membantu satu sama lain dalam menghadapi pandemi global ini (hlm: 95).

Di lain ayat, menurut Quraish Shihab, Allah melalui Al-Qur’an juga menegaskan bahwa manusia semua bersaudara kendati berbeda dalam suku, bangsa, maupun agama. Manusia diperintah untuk saling bahu-membahu dalam kebaikan dan ketakwaan serta dilarang untuk bekerjasama dalam permusuhan dan berbuat dosa (QS. Al-Maidah [5]: 2) (hlm: 94-95).

Identitas Buku:

Judul: Corona Ujian Tuhan: Sikap Muslim Menghadapinya
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Tahun: 2020
Jumlah Halaman: 136
ISBN: 378-623-7713-26-5 (PDF)

Penulis: Lufaefi (Mahasiswa Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles