Sebagian kelompok konservatif menganggap bahwa demokrasi adalah sistem kufur yang tidak dibenarkan di dalam agama Islam. Misi utama demokrasi, bagi kelompok konservatif, adalah melupakan prinsip-prinsip Al-Qur’an. Anggapan ini tentu merupakan anggapan yang salah kaprah, kalau tidak merupakan kesimpulan yang gegabah. Prinsip demokrasi sebagaimana Muhammad Natsir adalah memberi kebebasan dalam arti menegakkan prinsip persamaan dan mengikis habis segala bentuk fanatisme golongan maupun kelompok. Secara universal, Al-Qur’an pun hadir untuk mengedepankan persamaan dan menolak bentuk fanatisme. Al-Qur’an menolak konsep kesukuan dan ke-kabilah-an dan mengharuskan saling mengenal dalam perbedaan (QS. Al-Hujurat ayat 13).
Abraham Lincoln (1808-1865) pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan sistem yang banyak diakui oleh negara sebagai sistem nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia agar menjadi lebih baik. Tokoh spiritual Iran, Ayatollah Khomeini, bahkan pernah menegaskan bahwa demokrasi adalah sebuah bentuk prostitusi, sebab ia yang memenangkan suara terbanyak akan meraih kekuasaan, yang mana sesungguhnya kekuasaan itu adalah milik Tuhan. Demokrasi dalam Islam sudah ada sejak Rasulullah wafat, di mana para sahabat membuat musyawarah untuk menentukan pemimpin setelah wafatnya Nabi.
Memang bahwa secara leterlek, tidak ada kata di dalam Al-Qur’an yang maknanya demokrasi itu sendiri. Itu sebab Al-Qur’an merupakan wahyu yang universal yang mencakup semua pembahasan persoalan kehidupan manusia dari dulu hingga yaumil qiyamah yang dapat digali melalui prinsip-prinsip ayat-ayat sucinya. Misalnya, kita tidak bisa melarang perbuatan pacaran persepektif Al-Qur’an, kecuali dengan menggali prinsip-prinsip dalam pacaran. Kita tidak bisa memberi solusi persoalan ekonomi, kecuali setelah memahami prinsip-prinsip umumnya. Pun demikian, kita tak bisa memahami demokrasi dalam Al-Qur’an, kecuali setelah memahami prinsip-prinsip demokrasi di dalam Al-Qur’an.
Sahiron Syamsuddin, dalam buku “Al-Qur’an dan Isu-isu Kontemporer” menyebut bahwa prinsip-prinsip demokrasi di dalam Al-Qur’an setidaknya ada lima. Pertama, musyawarah. Yang intisari dari maknanya adalah menyelesaikan suatu masalah dengan cara damai dan secara lembaga. Dalam musyawarah perbedaan pendapat dan kepentingan merupakan suatu ha yang wajar, asal disepakati melalui mufakat. Prinsip ini diafirmasi oleh QS. Al-Syura Ayat 38, Allah SWT berfirman yang artinya, “dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Prinsip demokrasi kedua di dalam Al-Qur’an adalah keadilan. Prinsip ini adalah kesatuan mengambil tengah-tengah dalam menghadapi dua persoalan. Dalam Islam sendiri, menjamin keadilan adalah cita-cita bersama. Allah SWT berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Sedangkan prinsip ketiga adalah persamaan, yang juga diafirmasi oleh ayat Al-Qur’an QS. An-Niss ayat 1, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” Sedangkan prinsip keempat, yaitu amanah. Bahwa dalam demokrasi, manusia diharuskan amanah menjalankan perintah, baik perintah Allah maupun hasil musyawarah. Sebagaimana ini juga didukung oleh QS. An-Nisa Ayat 58.
Dan prinsip terakhir yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap HAM. Prinsip ini ialah prinsip di mana seseorang tidak boleh melakukan kekerasan atas dasar apapun. Tidak ada istilah mayoritas dan minoritas di dalam demokrasi. Al-Qur’an mendukung ini, sebagaimana disebut dalam QS. Al-Hujurat Ayat 13, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
Kelima prinsip Al-Qur’an terkait demokrasi di atas relevan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia. Prinsip-prinsip tetsebut merupakan prinsip-prinsip islami di dalam demokrasi, yang tidak mungkin kita mau menganggapnya sebagai prinsip-prinsip kufur atau tidak sesuai Islam. Maka jelas bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang sejalan dengan Islam dan nilai-nilai agung Al-Qur’an. Demokrasi bukan sistem yang bertentangan dengan Islam. Demokrasi diafirmasi oleh ayat-ayat Al-Qur’an.[]