spot_img

Makna Filosofis Identitas Keberagaman Bangsa Indonesia

Foto: gurupendidikan.co.id

Menarik untuk ditelaah dan dikaji oleh siapa saja bahwa identitas merupakan bahan wacana atau diskursus yang tidak pernah membosankan dan kadaluarsa (expired). Bahkan beberapa pemikir menempatkan konsep identitas sebagai isu penting dalam pandangannya, seperti Sigmund Freud dalam teori psikologi analisisnya menjelaskan bahwa identitas merupakan ciri khas seseorang yang menyebabkan kita untuk mengenali keberadaannya di dunia. 

Pandangan Sigmund Freud tersebut dipertegas oleh Emile Durkheim dalam pandangan sosiologi agama bahwa identitas merupakan sebuah corak khusus yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Corak khusus masyarakat dapat ditinjau melalui adat-istiadat atau tradisi yang disepakati oleh setiap individu dalam konstruk sosial. Penjelasan Sigmund Freud dan Emile Durkheim mengenai konsep identitas memperjelas makna identitas, ialah sesuatu ciri khas yang dimiliki oleh seorang individu atau masyarakat yang membedakannya dengan satu sama lain.
Jika ditelaah secara etimologi, kata identitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu identity berarti ciri-ciri atau keadaan khusus yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan dalam bahasa Farsi kata indentitas dimaknai dengan kata  شناسايي, berarti karakter yang dimiliki oleh seseorang. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata identitas didefinisikan sebagai jati diri individu.
Berdasarkan ragam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan sebuah karakter atau keadaan khusus yang mendeskripsikan jati diri seseorang atau individu di dunia. Dalam pemaknaan radikal atau mendalam, identitas berarti mengenali suatu karakteristik individu yang meniscayakan suatu perbedaan antara eksistensinya dengan sesuatu di luar dirinya.
Dalam skala universal, identitas tidak sebatas mendeskripsikan ciri khas suatu individu, akan tetapi dapat mengambarkan suatu keadaan khusus yang dimiliki oleh suatu bangsa. Salah satu pemikir yang membahas makna identitas dalam skala universal, ialah Wilhem Dilthey dalam Hermeneutika Sejarahnya. 
Secara diskursus Hermeneutika Sejarah, Wilhem Dilthey menggunakan dua istilah utama, yaitu Versthen, berarti ciri khas yang dimiliki oleh masyarakat dan Ecklaren, berarti sikap psikologi yang hadir dalam diri individu di tengah konstruk sosial. Kedua istilah tersebut digunakan untuk mengetahui ciri khas suatu bangsa dengan memperhatikan aspek histori suatu bangsa.
Bangsa Indonesia sendiri (lebih lanjut disebut nenek moyang), jauh sebelum masuknya agama merupakan sekumpulan masyarakat yang berpaham animisme, yaitu memandang keberadaan bersifat magis dan abstrak sebagai sesuatu yang nyata. Sehingga tidak heran nenek moyang masyarakat Indonesia lebih banyak berhubungan dengan alam, seperti pohon dan batu yang dipandang sebagai entitas sakral. 
Secara Versthen, dapat diketahui bahwa karakter masyarakat Indonesia di masa lalu, ialah membangun keakraban dengan alam. Sedangkan, Ecklaren nenek moyang bangsa Indonesia, ialah cenderung membuka diri dari ragam perbedaan.Tanpa memandang perbedaan makna sakralitas satu sama lain, seperti tak adanya sikap menutup diri antara individu yang menyembah pohon yang berbeda dengannya.
Lebih dari itu, ketika penyebaran ajaran Hindu (abad ke-5) melalui para pedagang India, penyebaran ajaran Kristen (abad ke-7) melalui kaum kolonialisme, dan penyebaran ajaran Islam (abad ke-13) melalui para pedagang Arab, nenek moyang bangsa Indonesia tetap membuka diri terhadap orang asing yang memiliki garis ideologi berbeda dengannya.
Jika dikaji dalam kacamata Hermeneutika sejarah Wilhem Dilthey, maka diketahui bahwa keadaan membuka diri merupakan Versthennenek moyang bangsa Indonesia yang dipandang sebagai identitas diri di realitas. Sedangkan, Ekclaren nenek moyang bangsa Indonesia, ialah sikap menerima ragam ajaran-ajaran yang berbeda dengan keyakinannya, baik secara ideologi dan adat-istiadat.
Dewasa ini, ciri khas terbuka dan menerima suatu keyakinan secara lapang dada yang dimiliki bangsa Indonesia di masa lalu mengalami kemerosotan dalam konstruksi sosial masyarakat. Bahkan, apabila ditelaah secara radikal identitas bangsa Indonesia, sebagaimana dilihat dari Versthendan Ekclaren Wilhem Dilthey, bangsa Indonesia telah mengalami kemerosotan di ranah eksternal. 
Setiap individu memandang apa yang diyakini dan diketahui sebagai sebuah pengetahuan mutlak dan menutup diri dari pengetahuan-pengetahuan di luar dirinya, sebagai salah satu karakterisitik paradigma intoleransi, mendeskripsikan Verstehen bangsa Indonesia di era kontemporer (masa kini) sebagai identitas yang tidak memiliki aspek kerukunan dan keakraban,  di eksternal.
Paradigma intoleransi sendiri akan meniscayakan praktik kekerasan untuk menutup seluruh pengetahuan di luar keyakinan dan kepercayaannya, seperti perilaku diskriminasi dan kekerasan beragama atau berkeyakinan di tengah konstruksi sosial. Kekerasan dan diskriminasi menggambarkan Ekclaren masyarakat Indonesia di era kontemporer sebagai identitas yang tidak menerima persamaan (sameness).Tentu ragam permasalahan di atas, merupakan sebuah kebalikan dari ciri khas dan jati diri bangsa Indonesia di ranah eksternal.
Terdapat sebuah pernyataan tokoh yang menyatakan, “Dahulu nenek moyang bangsa Indonesia menyembah pohon dan batu yang berbeda. Tak ada diskriminasi dan kekerasan dalam konstruksi sosial. Sekarang, hanya berbeda cara salat pun dipermasalahan, bahkan harus dikafirkan”
Tentu kemerosotan identitas bangsa Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menggejolak, sehingga dibutuhkan sebuah solusi untuk mengatasi perubahan identitas dengan salah satu caranya, ialah memberikan pengetahuan dasar mengenai identitas nenek moyang mereka sebagai proses kesadaran untuk kembali pada indentitas sebagaimana adanya di realitas. Karena pada faktanya, watak asli bangsa Indonesia adalah inklusif dengan perbedaan dan bersatu dalam keragaman

Penulis: Nurul Khair (Mahasiswa Magister Ahlulbayt University, Iran).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles