Sudah tidak diragukan bahwa minat baca di Indonesia terbilang rendah, bahkan termasuk negara dalam urutan terbawah dalam hal literasi. Padahal, literasi merupakan pintu menuju modernisasi yang mana semakin tinggi tingkat literasi suatu negara maka semakin maju negara tersebut.
Pada tahun 2005, UNESCO memberikan laporan yang berjudul literacy for life bahwa terdapat keterkaitan antara buta huruf dan kemiskinan dalam sebuah negara. Maksudnya ialah semakin tinggi tingkat buta huruf dalam negara maka semakin tinggi pula nilai kemiskinan dalam negara tersebut.
Namun jika kita menilik negara Indonesia fakta yang kita temukan tidak seperti di atas. Di Indonesia tingkat buta huruf dapat dikatakan rendah namun angka kemiskinannya tidaklah rendah. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan, salah satunya ialah bergesernya pemahaman terkait dengan literasi.
Dahulu kita memahami semakin banyak buku yang dibaca oleh seseorang menandakan bahwa orang tersebut pandai. Di masa sekarang tidak sedikit orang membeli buku tapi tidak dibaca, hanya menjadi sebuah hiasan di rak agar mendapatkan julukan pandai karena banyaknya buku yang ia miliki.
Banyak masyarakat Indonesia yang membeli buku hanya karena tertarik pada cover maupun sinopsisnya, tapi pada saat dibaca buku itu kurang menarik akhirnya buku tersebut hanya menjadi hiasan. Jika hal demikian terus menerus terjadi, lantas bagaimana dengan kemajuan bangsa?
Dapat kita lihat akibat dari kurangnya minat baca yang dimiliki masyarakat mengakibatkan minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Karena hal itu pula mereka dapat dengan mudah terprovokasi oleh berita yang belum jelas kebenarannya atau hanya menerima informasi tanpa menelaah terlebih dahulu.
Bahkan tak sedikit pula dari kalangan mahasiswa yang berperilaku demikian, mereka tidak open minded dan hanya menganggap pandangannya saja yang benar. Pandangan orang lain yang berbeda dengan dirinya merupakan pandangan yang salah, bahkan dianggap sesat.
Seperti misalnya beberapa peristiwa yang belum lama terjadi belakangan ini berakibat pada kegaduhan di tengah masyarakat. Persoalan politik, politisasi agama, perendahan etnis tertentu, dan soal virus Corona, menjadi gaduh di ruang media soaial akibat kurangnya literasi bangsa.
Padahal, untuk membuat negara yang maju serta memiliki masyarakat yang cerdas tidak terlepas dari budaya literasi yang tercipta dalam negara tersebut. Literasi akan menambah wawasan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan hal itu akan membuat pikiran seseorang semakin terbuka dengan dunia luar.
Literasi juga sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, budaya literasi di Indonesia harus terus dikembangkan agar dapat menyongsong masa depan bangsa yang cerah. Masa depan bangsa ditentukan oleh masa depan literasnya. Semakin tinggi rangking literasi bangsa kita, semakin baik pula masa depan bangsa.
Penulis: Gita De Fitriana (Mahasiswi IAT STFI Sadra Jakarta).