Nuansanet.id–, Ekstrimisme beragama kian menjadi ancaman bagi bangsa. Tidak hanya menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia, akan tetapi juga ancaman bagi dunia. Ironisnya, ekstrimisme ini banyak menjangkit anak-anak muda yang tidak memahami agama secara tuntas. Penelitian Setara Institut pada tahun 2019 mengungkapkan akan besarnya potensi ekstrimisme di kalangan Mahasiswa. Ada dua kampus di Badung dan di Jakarta yang menjadi ancaman tumbuhnya ekstrimisme beragama di kalangan Mahasiswa. Padahal pemuda adalah orang-orang yang akan melanjutkan tampil kekuasaan bangsa. Jika pemudanya memiliki pemahaman ekstrim, entah akan menjadi apa masa depan bangsa Indonesia.
Ciri paling menonjol bagi adanya pemahaman ekstrim pada anak-anak muda adalah sikap merasa paling benar sendiri. Seolah-olah Islam yang dipelajarinya adalah Islam yang langsung diajarkan Tuhan kepadanya. Mereka memaksa bahkan berbuat kasar kepada siapa saja yang tidak mau sepaham dengannya. Dalam berbagai kesempatan baik di dunia nyata ataupun di dunia mereka gemar menyalahkan orang-orang yang berbeda pemahaman agama, dan sesekali berbeda pilihan politik. Pemuda yang ekstrim menentang pemahaman agama orang lain yang berbeda dan mengangghapnya sebagai pemahaman yang tidak murni, sesat dan bid’ah.
Tidak hanya itu, mereka juga ingin selalu tersohor sebagai anak muda yang paling memiliki pemahaman agama yang terbaik. Meskipun latar belakang pendidikannya hamanya adalah pendidikan umum, dengan pedenya mereka merasa sudah lebih pintar dari pada ulama-ulama yang telah belajar Islam secara komprehensif dan mendalam dalam waktu yang cukup lama. Mereka juga cenderung mengikuti doktrin pemikiran yang ekstrim dan ekslusif. Mereka menolak untuk bertanya kepada ahlinya. Pemuda yang demikian sesungguhnya ditentang oleh Al-Qur’an. Dalam QS. An-Nahl: 43 Allah berfirman yang artinya: “Dan bertanyalah kepada para ulama jika kalian tidak mengetahui.”
Melalui ayat Al-Qur’an tersebut Allah sudah mewaspadai akan adanya orang-orang yang enggan mau untuk bertanya hal-hal yang seharusnya ditanyakan sehingga tidak timbul tindakan ekstrim dan berbahaya. Al-Qur’an mewaspadai dengan tegas menggunakan bentuk kalimat perintah, sebagai bentuk penekanan bahwa jika kita tidak mengetahui suatu hal tentang keagamaan, maka hendaknya bertanya kepada ulama. Ulama yang dimaksudkan jelas bukanlah ulama yang tidak jelas track record dan latar belakang pendidikannya. Bukan ulama yang baru saja hijrah dan dijadikan panutan. Demikian bukan ulama namun orang-orang yang salah untuk diulamakan.
Al-Qur’an juga sudah jauh-jauh hari mewaspadai akan adanya kelompok orang yang ekstrim dalam beragama, yaitu mereka yang tidak mau memahami agama secara benar sebagai agama Islam yang rahmah dan toleran. Mereka tidak mengerti keilmuan Al-Qur’an dan Hadis secara komprehensif. Dalam Al-Qur’an QS. An-Nahl: 16 Allah berfirman yang artinya: “Jangan kalian mengatakan -wahai orang-orang musyrikin- berdasarkan apa yang diucapkan oleh lisan-lisan kalian berupa kebohongan atas nama Allah, “Ini halal dan itu haram”, dengan maksud membuat-buat kebohongan atas nama Allah dengan mengharamkan apa yang tidak Allah haramkan atau menghalalkan apa yang tidak Allah halalkan. Sesungguhnya orang-orang yang membuat kebohongan atas nama Allah tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan tidak selamat dari apa yang mereka khawatirkan.”
Ayat Al-Qur’an ini memberi isyarat yang sangat kuat bagi mereka yang tidak mau memahami agama secara benar melalui ulama yang benar-benar ulama. Kelompok ekstrim tidak mengerti esensi agama namun menggunakan agama untuk kekerasan dan mencaci orang lain. Orang yang demikian kata Al-Qur’an adalah orang-orang yang tidak akan beruntung. Mereka orang-orang yang siap akan menjadi penunggu Neraka. Mereka dengan seenaknya mencatut dalil-dalil agama yang esensinya memberikan kenyamanan namun ditangan mereka menjadi menyeramkan.
Kewaspadaan Al-Qur’an terhadap kelompok ekstrim ini juga nampak dalam QS. Al-Hajj: 46 yang artinya: “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” Ayat Al-Qur’an ini memberi isyarat bahwa ada sebagian orang-orang di muka bumi yang enggan mau membuka hatinya untuk memahami dan mendengar Islam secara esensial. Mereka menutup hatinya sehingga selalu merasa benar dalam beragama. Mereka merasa paling sempurna. Mereka pulalah yang diancam oleh Allah sebagai orang-orang yang celaka di akhirat kelak.
Yang dimaksudkan Al-Qur’an dalam ayat-ayat di atas amat sejalan dengan ciri kelompok ekstrim dalam beragama. Mereka adalah orang-orang yang sudah diwaspadai oleh Al-Qur’an sebagai pemilik paham ekstrimisme, dengan cirinya enggan mau belajar dan bertanya kepada ahlinya. Mereka juga enggan mau memahami agama secara benar. Akibatnya menggunakan kebodohannya untuk berbuat kasar kepada orang di luar kelompoknya. Mereka juga merasa paling benar dengan pemahamannya yang hanya didapati melalui internet dan ustadz hijrah. []
Penulis: Lufaefi (Mahasiswa PTIQ Jakarta).
Artikel asli dimuat di: sangkhalifah.co