Di tengah-tengah pandemi virus Corona yang telah mewabah di Indonesia, muncul berita-berita yang tidak jelas sumbernya, yang kadang membuat masyarakat cemas dan khawatir. Parahnya lagi, sering kali berira-berita hoax itu didasari oleh yang menulisnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an (dan kadang Hadis Nabi). Kedua sumber Islam tersebut kerap kali ditarik-tarik guna membenarkan narasinya, tanpa didasari dengan keilmuan.
Salah satu ayat Al-Qur’an yang akhir-akhir ini diviralkan ke berbagai media sosial untuk menjustifikasi cocokologi penyebar berita tidak benar adalah QS. Al-Ahzab [33]: 33 yang berbunyi:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Dalam salah satu tulisan yang viral melalui WhatsApp Grup (WAG) dan Facebook, dikatakan bahwa ayat yang diawali dengan kata “Qorna” tersebut memiliki relevansi dengan “Corona”, virus yang sedang mewabah di mana-mana. Dikatakan, makna “Qorna” yang dalam tarjamahan Al-Qur’an adalah “hendaklah tetap di rumah” dijustifikasi sebagai kebenaran soal aturan pemerintah agar umat manusia diam di rumah saat pandemi virus Corona. Dikatakan pula, ayat ini sebagai keajaiban bahwa virus Corona yang untuk mengurangi penularannya dengan diam di rumah, adalah sejalan dengan Al-Quran.
Secara sepintas, kalau memaknai ayat tersebut berhenti pada kata “Qorna” seakan-akan cocok, padahal jauh dari kebenaran secara keilmuan. Karena syarat menafsirkan ayat Al-Qur’an harus memahami ayat secara utuh, bahkan kaitannya dengan ayat-ayat yang lain. Penafsiran dengan memaknai ayat yang di dalamnya ada terma “Qorna” dengan maksud diam di rumah saat ada Corona adalah hanya cocokologi, asumsi dan tidak berlandaskan syarat tafsir Al-Qur’an.
Menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya, kata “Qorna” dalam ayat tersebut merupakan bentuk perintah (fi’il amar), yang berakar dari kata “Waqara-Yaqiru-Qowron-Qir”. Bentuk perintahnya berubah, yang awalnya adalah “Qir” berubah menjadi “Qor”. Dibaca “Qorna” karena ada tambahan “nun jama’ mu’annas; nun untuk menunjukkan makna perempuan banyak.
Sedangkan jika kita terpaksa mau memasukkan kata “Korona”; nama virus, ke dalam timbangan bahasa Arab, ia masuk ke dalam kata kerja lampau (fi’il madhi). Maka dari sini sudah jelas berbeda antara “Qorna” dengan “Korona”. Yang pertama adalah bentuk kata perintah sedangkan kedua bentuk kata kerja lampau.
Secara esensi maknanya, menurut Imam At-Thabari, QS. Al-Ahzab [33]: 33 ini bukan menjelaskan soal berdiam di rumah ketika adah wabah penyakit, apalagi virus Corona. Menurutnya, ayat ini merupakan perintah Allah kepada istri-istri Nabi Muhammad Saw. Oleh itu kata tersebut menggunakan “nun” untuk makna perempuan banyak.
Perintah Allah tersebut dalam bentuk agar mereka tidak mengikuti peperangan sebagaimana laki-laki. Karena zaman dahulu, ketika ada peperangan dengan orang Kafir, dan perempuan ikut keluar, maka akan disibukkan dengan bawa-bawaan kehidupan; seperti makanan dan sesamanya. Padahal, perilaku ini merupakan perilakunya orang-orang jahiliyah.
Sementara itu Tahir Ibn ‘Ashur menjelaskan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan larangan untuk keluar dari rumah kepada istri-istri Nabi Muhammad Saw di saat sedang berlangsung shalat jum’at di Masjid Nabawi. Istri-isti Nabi dilarang untuk keluar dari rumah-rumah mereka agar tidak mengganggu kekhusyuan para jama’ah, apalagi mereka adalah perempuan.
Dari penjelasan para Mufasir di atas, jelas kiranya bahwa ayat ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan virus Corona. Meskipun apa yang diviralkan melalui media sosial soal ayat ini dengan hal yang positif, yaitu anjuran untuk tetap di rumah saat pandemi Corona, akan tetapi tidak elok. Sama saja dengan menistakan ayat Al-Qur’an. Karena ayat yang esensinya tidak ada kaitannya dengan Corona, namun dipaksakan dan disebarkan dengan maksud sebagai dalil diam di rumah saat wabah virus tersebut.
Untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an diperlukan keilmuan yang mumpuni. Kita perlu merujuk pendapat-pendapat para Mufasir Al-Qur’an. Para Mufasir tidak ada yang menafsirkan atyat tersebut sebagai dalil diam di rumah saat ada wabah seperti virus Corona. Jika kita memahami ayat Al-Qur’an secara bebas tanpa mengetahui keilmuannya, seperti asbab nuzul ayat atau makna kata per ayat dalam bahasa Arab, maka hanya akan merugikan umat Islam. Al-Qur’an hanya dipahami scara tidak tepat.
Memang salah satu cara efektif untuk memutus mata rantai virus Corona kita harus di rumah aja. Akan tetapi bukan berarti harus dengan menarik ayat Al-Qur’an yang tidak ada kaitannya sama sekali. Hal itu dilarang oleh para ulama. Jadikanlah anjuran para medis dan pemerintah soal anjuran dan panduan untuk mengurangi dan menyudahi pandemi Covid-19 ini. Ikuti apa yang dikatakan mereka, sambil terus berdoa kepada Allah Swt., bukan memaksakan ayat Al-Qur’an semau-maunya.
[Redaksi].