spot_img

Hijrah ke Minuman Moderat

Seperti kebanyakan santri salaf, saya juga hobi begadang. Tentu, untuk membantu mata tetap melek, selalu sedia kopi hitam. Begadang dan kopi ibarat surat dan perangko. Sudah menyatu padu. Sulit dipisahkan, mirip pengantin baru.

Begadang bagi saya cukup beralasan. Salah seorang ulama favorit saya, Tajuddin as-Subki, pernah berpesan pada putranya, Tajuddin as-Subki (yang juga saya kagumi berat):

يا بني تعود السهر ولو أنك تلعب والويل كل الويل لمن يراه نائما وقد انتصف الليل

“Wahai anakku, biasakanlah begadang. Meskipun tidak melakukan apapun. Sungguh celaka, orang yang tidur, sementara tengah malam telah tiba” (lihat ad-Durar al-Lawami bi Tarriri Jam’il Jawami, juz 1, hal. 36)

Selain ngopi bisa menahan kantuk saat gadang. Hening malam ditemani secangkir kopi juga membuat suasana khidmat untuk muthola’ah. Banyak kerumitan materi di kitab kuning, di antaranya tercerahkan kala dimuthola’ahi tengah malam.

Tapi, jangan salah. Meski doyan ngopi, bukan berarti saya juga pecandu rokok. Sebagaimana diasumsikan banyak orang: kopi dan rokok adalah satu tongkrongan. Nyatanya saya penikmat kopi, sekaligus “anti rokok” yang tetap NU.

Sadar kopi tidak selamanya baik, saya kurangi ngopi (untuk tidak dikatakan berhenti sama sekali). Mungkin hari ini kopi baik bagi saya, menemani malam-malam gadang, melewati masa-masa jomblo dengan penuh senyuman. Tapi, entah nanti. Kandungan kafein dalam kopi bisa menjelma “bumerang” yang berbalik menyerang empunya.

Jadi, analogi gampangnya. Rutin minum kopi itu ibarat memelihara anak singa. Pas masih anak singa, masih lucu-lucunya, bisa diajak main, dibawa kesana-kemari. Tapi, suatu saat nanti, ketika sudah jadi “bapak singa”, taringnya runcing, cakarnya tajam, tuannya bisa saja diterkam. Ngeri bukan?

Jangan sampai, masa muda berkopi ria. Masa tua menuai penyakitnya.

Sejak menyadari hal itu, saya mencoba “hijrah”. Dari kopi ke susu. Tapi, bukan justru mendapat solusi, malah datang samalah baru. Ternyata hijrah saya terlalu “radikal”.

Jika kafein kopi membuat mata tahan kantuk. Sebaliknya, asam animo triptofan pada susu bikin ngantuk.

Susu mengandung asam amino triptofan, yaitu bahan utama penghasil hormon serotonin yang berperan mengatur suasana hati, menimbulkan rasa tenang, membuat tubuh lebih rileks, dan memicu rasa kantuk. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Alodokter.

Akhirnya, saya memutuskan minum teh saja. Tidak ada kafein yang mengancam kesehatan, juga aman dari asam amino triptofan yang bikin ngantuk. Teh benar-benar mengajarkan hidup moderat.

Lalu, apa minum teh otomatis membuat tahan kantuk? Jawabannya “tidak”. Solusinya, jangan kenyang berlebih dan siangnya sisikan waktu untuk tidur (minimal 30 menitan).

Sejak itu, saya mengenal air teh adalah kawan baik. Kawan yang tidak pernah memihak. Jadi, kapan kita secangkir teh dan serumah bareng?

Oleh Muhamad Abror, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta.

Muhamad Abror
Jurnalis, Esais, Pegiat Kajian Keislaman (wabilkhusus sejarah), Alumni Ponpes KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Sa'iidusshiddiqiiyah Jakarta

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles