spot_img

Gus Muwafiq: Begini Cara Ber-NU di Zaman Akhir

ISTIMEWA

Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang menjadi garda terdepan untuk mempertahankan NKRI. NU bukanlah Partai Politik, NU memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas masyarakat Indonesia sehingga NU menjadi rujukan banyak masyarakat ketika menghadapi permasalahan kehidupan dalam hal agama.  

Seiring perkembangan zaman, urbanisasi yang merajalela, kemajuan teknologi, sains yang pesat, dan tergesernya kearifan lokal di masyarakat membuat nilai-nilai beragama pun kian memprihatinkan, hal itu ditandai dengan menurunnya kuantitas muslim di Indonesia. NU tentu merespons permasalahan tersebut melalui kyai-kyai yang dimilikinya.

Dalam hal teknologi, masyarakat NU bisa dengan mudah mengakses sumber primer-primer Islam yaitu al-Quran dan hadits (Gus Muwafiq).  Namun, Gus Muwafiq Menuturkan orang NU tentu tidak boleh hanya menggunakan al-Qur’an dan hadits dalam belajar agama dan melupakan dimensi sosial dan antropologi. 

Gus Muwafiq Menuturkan “ Ber-NU itu adalah menyadari kedudukan seorang pengikut Rasululullah pada ruang sosiologi antropologi sebagai muridnya para ulama, di situlah letak NU makanya orang kalau belajar agama menghilangkan dimensi sosiologi antropologis  semata-mata pada sumber primer, nah ini menghasilkan problem-problem baru dalam sosiologi dan antropologi bahkan problem sosial yang lain.” 

Dalam aspek sosiologi dan antropologi orang Indonesia dan Arab memiliki persamaan, dalam hal jenggot orang Indonesia masih bisa menggunakan, namun lebih banyak perbedaannya. Oleh karena itu, dengan perbedaan sosiologi dan antropologi tersebut masyarakat Indonesia harus mengetahui sosiologi orang Indonesia agar dapat menciptakan umat beragama yang tidak mencederai Islam.

Kemajuan teknologi bukan berarti tidak memiliki dampak negatif. Berdasarkan penuturan Gus Muwafiq, masyarakat bisa mengakses sumber primer hanya dengan terjemahan, lalu dijadikan sebuah dalil dan pembenaran, itu pun kalau terjemahannya dipahami dengan baik.

Pada intinya, Generasi Umat Islam melalui NU tidak boleh meninggalkan dimensi sosiologi dan antropologi dalam beragama, sebab akan memutus sebuah tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, yang diwariskan  bukan berarti harus diikuti secara persis, namun cara kerja beragama itu seperti apa. Jika tidak menerapkan cara beragama yang demikian maka sangat mungkin akan muncul  para generasi Islam dan pendakwah yang radikal.

Pendakwah Eksklusif (Radikal) dan Inklusif

Indonesia adalah bangsa yang besar dengan ragam corak yang dimilikinya, termasuk dalam hal beragama dan cara menyampaikan agama itu sendiri. Umat Islam  menyampaikan dakwahnya berdasarkan dua cara, yaitu secara eksklusif dan inklusif. 

Eksklusif adalah pemahaman agama yang meyakini kebenaran dan keselamatan hanya milik agama Islam sehingga pemahaman agama selain Islam itu salah dan darahnya halal. Sedangkan Inklusif adalah pemahaman agama yang meyakini kebenaran bisa datang selain dari agama Islam dan keselamatan hanya milik Islam. 

Pendakwah Eksklusif memaksa umat untuk mengikuti ajarannya, dengan dalil kembali kepada al-Qur’an dan hadits. Jika tidak kembali kepada al-Qur’an dan hadits maka tempatnya adalah Neraka. Pemahaman ini tidak sejalan dengan pola pikir Nahdlatul Ulama sebagaimana yang telah diajarkan selama ini, yaitu beragama dengan toleransi yang tinggi dan menghargai perbedaan. 

Pendakwah Inklusif memiliki wawasan yang lebih luas. Pendakwah ini akan melihat agama sebagai agama yang manusiawi dengan cara tidak menghilangkan hak beragama orang lain yang tidak sepaham dengannya. Oleh karena itu, pendakwah Inklusif ini cenderung lebih bijak dalam menanggapi persoalan  kehidupan masyarakat beragama dan sangat cocok diterapkan kepada bangsa Indonesia yang mayoritas Islam. Cara inilah yang diterapkan oleh NU sehingga tetap eksis sekaligus dimusuhi. 

Cara Inklusif inilah yang seharusnya diterapkan oleh semua lini kehidupan dalam beragama. Kehidupan beragama yang tenang dan damai di tengah keragaman ini dapat sangat beresiko buruk jika berada di tangan yang eksklusif.

Penulis: Rahmat Hariadi (Mahasiswa Pascasarjana PTIQ Jakarta).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles