Meskipun pemerintah sudah ketok palu, pro dan kontra soal pemulangan WNI eks ISIS masih menyeruak di media. Dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM), pihak yang pro pemulangan ISIS terus berteriak melawan tingginya tensi pihak yang kontra. Sementara atas nama menjaga ketertiban, menjauhkan masyarakat dari ideologi kekerasan, pihak yang kontra pemulangan ISIS melawan balik secara lantang.
Alasan lain yang dilayangkan pihak kontra pemulangan WNI eks ISIS karena kombatan ISIS itu sudah berkhianat kepada bangsa dan negara. Mereka menuduh Pancasila sebagai taghut dan hukum UUD 1945 sebagai produk hukum kufur. Bahkan, mereka beramai-ramai membakar Pasport WNI-nya atas dasar tuduhan bahwa NKRI merupakan negara penganut sistem kufur demokrasi, yang tak selayaknya diikuti dan dipatuhi.
Alasan tersebut di atas kemudian dibantah oleh pihak pro pemulangan WNI eks ISIS. Menurutnya, alasan apapun untuk menolak pulangnya WNI yang pernah bergabung dengan gerakan Islam radikal itu, tak bisa menafikan keberadaannya sebagai warga Indonesia. Banyaknya anak-anak balita yang juga berada di negeri Iraq dan Syam, yang juga merupakan WNI, pun menjadi alasan kenapa WNI eks ISIS perlu dipulangkan. Ditambah lagi, mereka sudah sadar jika apa yang dilakukannya salah, sehingga tak ada alasan untuk memulangkan saudara sebangsa itu.
Begitulah. Meski pemerintah Indonesia melalui keputusan Kemenpolhukam Mahfudz MD telah mengetok palu untuk tidak memulangkan kombatan ISIS asal Indonesia tersebut, ramainya komentar Netizen di media masih memanas. Satu sama lain saling silang pendapat. Bahkan, tidak jarang saling menghujat dan berguman dengan kata-kata kasar, tak pantas. Keputusan pemerintah tidak semuanya disetujui. Pro dan kontra pemulangan WNI eks ISIS masih menjadi perdebatan panas.
Untuk menengahi perdebatan panjang itu, alangkah baiknya dicarikan solusinya bersama. Perlu ada alternatif lain yang dapat berada di antara dua pendapat yang saling berlawanan itu. Alternatif itu adalah pengharmonisasian persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyah) dan persaudaraan se-tanah Air (ukhuwah wathan iyah). Ukhuwah islamiyyah dalam arti persaudaraan antar seluruh pemeluk agama Islam, apapun ormas dan partai politiknya. Persatuan itu akan membandung ideologi ISIS dengan mudah. Karena ISIS masuk melalui skat-skat persinggungan dan bahkan permusuhan yang kadang dibuat oleh sesama orang Islam.
Sudah tak relevan sesama muslim di Indonesia meributkan soal bagaimana hukum merayakan Natal, Falentin, menjadikan pemimpin non muslim dan sesamanya. Tak perlu lagi sesama muslim menganggap pemahaman agama muslim yang lain salah, sesat dan bid’ah. Agama terlalu luas untuk dipahami jika pemeluknya mau untuk bertoleransi. Lupakan perbedaan cara pandang beragama. Lupakan tafsir atas agama yang dapat menimbulkan permusuhan.
Persaudaraan antar sesama muslim adalah kunci membendung Ideologi ISIS, entah yang dipropagandakan dari luar atau dari dalam negeri. Karena sekali lagi, ideologi ISIS akan mudah tumbuh subur manakala dipupuk oleh permusuhan antar sesama muslim sendiri. Sebaliknya, ideologi ISIS akan mudah runtuh manakala penyakit egoisme beragama antar umat Islam di Indonesia diakhiri, dan bersama menjunjung persatuan dan persaudaraan.
Biarkan perbedaan interpretasi atas nash agama menjadi kekayaan intelektual, yang dapat didiskusikan kapan pun. Tak perlu membatasi pemikiran dan ide seseorang. Toh Tuhan saja menyeru hamba-Nya untuk terus berfikir dan bertadabbur setinggi mungkin. Kenapa manusia justru melarang dan menganggap sebagai ancaman beragama. Keragaman cara pandang beragama akan menjadi hal indah dengan multikuktural bangsa Indonesia dari sisi agama, budaya, ras, suku dan etnis. Persaudaraan antar sesama umat Islam menjadi bendungan yang kuat yang akan menolak ideologi radikal ISIS.
Selain persaudaraan antar umat Islam, persaudaraan antar bangsa se-tanah Air (ukhuwah wathaniyah) juga penting digerakkan untuk menolak ideologi ISIS. Persaudaraan antar bangsa, dengan perbedaan dan keragamannya, menjadi elemen penting untuk diperhatikan guna menguatkan persaudaraan antar agama. Persaudaraan antar bangsa ini juga dimaksudkan mengedepankan sikap akomodatif budaya dalam beragama. Melalui persinggungan antar sesama anak bangsa, kearifan lokal dan budaya dapat menjadi perekat agama. Sehingga keduanya saling berkolaborasi satu dengan lainnya.
Budaya dan kearifan lokal menjadi penting untuk diharmoniskan dengan agama dalam rangka membentuk pemahaman agama yang luwes, santun, welas-asih dan berani berfikir kontekstual. Dengan begitu, pemeluk agama tidak kaku dalam beragama. Mereka siap membaca kaitan dari esensi agama dan budaya dalam kehidupan sehari-harinya. Demokrasi tak akan mudah dituduh sebagai sistem kufur jika menelaah bagaimana integrasinya dengan Islam. Persinggungan antara demokrasi sebagai produk budaya dengan Islam sebagai produk ilah akan mudah diselesaikan. Karena keduanya tak ada pertentangan satu sama lain. Begitu juga dengan sistem demokrasi dan ideologi Pancasila.
Harmonisasi agama dan budaya hanya akan lahir jika harmoni persaudaraan Islam dan persaudaraan se-tanah Air dipupuk dan dijaga dengan baik. Dengan begitu, seseorang tidak mudab ‘kagetan’ jika melihat produk budaya, produk hukum bangsa negara, dan atau sistem negara yang secara literal bukan berlandaskan ayat suci. Kekuatan inilah yang sebenarnya akan mampu membendung ideologi ISIS yang hingga kini masih menjadi kekhawatiran pemerintah dan masyarakatnya.
Harmonisme dua persaudaraan, persaudaraan Islam dan persaudaraan se-bangsa se-tanah Air dapat menjadi kekuatan besar bangsa Indonesia untuk menolak virus ISIS, baik yang digelindingkan melalui Media Sosial atau eks WNI kombatan ISIS yang kembali ke tanah Air. Semua umat Islam dapat bersepakat untuk memperkuat persaudaraan, bergandengan tangan dan bersama menolak ideologi ISIS. Penghilangan skat antar ormas Islam dan bersama-sama menjunjung martabat satu sama lain, berpeluang menjadikan sulitnya ideologi ISIS untuk masuk ke tanah Air. Selain itu, sikap beragama yang akomodatif budaya, juga menjadi alasan berikutnya untuk membendung ideologi kelompok radikal itu.
Maka dari itu, dipulangakan Atau tidaknya WNI eks ISIS sudah tak relevan diperdebatkan. Persatuan antar sesama umat Islam, apapun organisasi masyarakatnya, yang dibalut dengan nilai budaya, kearifan lokal, akan menjadi senjata kuat bagi Indonesia untuk menolak ideologi ISIS. Ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah menjadi modal penting untuk tidak takut dengan ideologi ISIS. Karena dengan harmonisasi dua persaudaraan itu, eksistensi umat Islam di Indonesia akan terus membaik dan penghormatan kepada produk non-Agama yang tidak bertentangan dengan syariat akan mudah ditoleransi.