spot_img

Bukan Persekusi Buku, Ini Alasan Kenapa Buku Muhammad Al-Fatih Felix Siauw Patut Ditolak

HTI buat ulah lagi!

Sudah sekian kali kita kecolongan dengan masuknya faham khilafah di berbagai lini, bahkan di instansi pemerintah sendiri yang jelas-jelas sudah sah menolak faham bertentangan dengan Pancasila itu. Buku Muhammad Al-Fatih Felix Siauw salah satunya. Bagaimana tidak, ia bisa-bisanya direkomendasikan oleh lembaga pendidikan berskala provinsi (meski sudah diklarifikasi) untuk dibaca secara masal oleh siswa-siswi SMA se Provinsi Bangka Belitung.

Kita bukan anti dengan literasi. Sama sekali bukan, sebagaimana tuduhan Felix. Mengapa kita perlu menolak? Karena jelas penulisnya ialah eks “dedengkot” HTI. Kan sekadar buku bacaan? Isi sebuah buku – yang mengambil tokoh salah satu Khalifah Turki Usmani dan ditulis Khilafer – mustahil tidak mengkampayekan ideologinya, khilafah, yang sudah tertolak di negeri ini.

Sebagaimana langkah-langkah HTI menyebarkan khilafah, mula-mula dilakukan dengan metode yang mereka namai fikriyyah islâmiyyah dengan maksud ajakan berfikir secara syariah perspektif HTI. Sekali lagi perspektif HTI. Melalui buku Al-Fatih, sulit dikatakan jika buku ini tidak untuk mencuci otak dan pemikiran masyarakat (apalagi anak SMA) untuk lebih meyakini perjuangan khilafah dibanding misalnya perjuangan tokoh-tokoh pahlawan Indonesia.

Setelah berhasil mencuci otak anak-anak yang khususnya masih dalam pencarian jati diri keislaman (kebanyakan mahasiswa dan tingkat SMA) HTI beralih kepada langkah doktrin politik Islam (siyâsah islâmiyyah). Tujuannya, meyakinkan membranding bahwa segala urusan di dunia dari mulai urusan agama, sosial, ekonomi, ketatanegaraan, bahkan masalah individual anak milenial, tidak akan pernah diselesaikan kecuali jika kita menerapkan khilâfah islâmiyyah, mengganti NKRI, menolak Pancasila.

Jika HTI sudah berhasil mendoktrin dengan fikriyyah islâmiyyah dan siyâsah islâmiyyah, maka sampailah pada gerbang doktrin thalabunnusrah (mencari kemenangan) dengan mengambil kekuasaan di suatu daerah untuk dikuasai di bawah sistem khilafah Islamiyyah versi kelompoknya. Konsep thalabunnusrah ini dibranding HTI dengan konsep lain lâ mâdiyah yang artinya tidak ada kekerasan dalam upaya mencari kemenangan.

Naasnya, konsep thalabunnusrah HTI ini justru bertentangan bahkan dengan konsep Islam sendiri yang melarang kudeta kepemimpinan sah. Sebab hakikatnya, thalabunnusrah HTI adalah kudeta, bukan ajaran Islam. Mereka menghalalkan merebut kekuasaan dan pemerintah sah. Bahkan menolak melalui partai yang dianggapnya sebagai metode kufur. Wajar jika kemudian beberapa tokoh HTI mendukung kelompok-kelompok teror di Afghanistan yang memiliki misi sama; merampas kekuasaan sah menjadi bagian negara khilafah.

Demikian sedikit alasan mengapa perlu menolak buku Al-Fatih dipelajari anak-anak SMA. Begitu pula jualan-jualan eks aktivis HTI lainnya seperti film Nusa dan Rara yang juga dikampanyekan Felix Siauw yang sulit untuk mengatakan tidak untuk menyebarkan faham-faham yang arahnya kepada pendirian khilafah dan menolak NKRI serta Pancasila. 

Salah satu dari misi pendidikan adalah menumbuhkan jiwa nasionalisme siswa. Misi ini sulit terwujud jika siswa dihadirkan buku-buku yang secara tidak disadari menggiring generasi kita untuk pelan-pelan menolak NKRI dan Pancasila. Jika pun hendak memberikan amunisi kepada mereka, harus lebih selektif siapa penulisnya dan siapa di belakangnya. Ada banyak catatan sejarah tokoh-tokoh Islam masa lalu yang ditulis dengan semangat menumbuhkan nasionalisme siswa. Atau, jika juga memiliki banyak tokoh-tokoh pahlawan yang perjuangannya dalam dakwah tidak kalah hebat dengan yang lain, seperti Soekarno, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan sebagainya. Perjuangan tokoh-tokoh bangsa sendiri rasanya akan lebih melekat dengan jiwa raga mereka yang lahir dari bumi pertiwi yang sama.

Lufaefi,

Jakarta, 03 Oktober 2020.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles