foto: economis
Islam agama yang harus terus dijaga dan dilestarikan oleh umatnya. Teladan ini sudah dicontohkan secara sempurna oleh Sang Nabi agung Muhammad Saw bersama para sahabat-sahabatnya di masa-masa awal mendakwahkan Islam. Demi tegak dan terjaganya agama Islam, di tahun ke 22 masa kenabian Allah mengizinkan nabi dan para pengikut setianya untuk berperang dengan orang-orang kafir Quraisy yaitu ketika mereka menghalangi dakwah nabi mengajak mereka berislam.
Bukan hanya menghalangi dakwah nabi, para Kuffâr juga menyakitinya secara fisik dalam waktu yang begitu lama. Di lain itu mereka juga menghalang-halangi kaum Muslimin untuk melakukan ibadah. Perilaku mereka seperti melempari dengan kotoran unta di saat kaum Muslimin salat, melemparinya dengan batu ketika berdakwah, dan pembunuhan yang dilancarkan kepada sebagian kaum Muslimin, berbuntut pada legalisasi peperangan bagi kaum Muslimin melawan orang-orang kafir.
Membaca konteks membela Islam yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya di masa-masa awal berdakwah sarat akan nilai-nilai perdamaian. Seperti, peperangan baru dilegalkan pasca 22 tahun masa kenabian; peperangan baru diperbolehkan setelah adanya perilaku menyakiti secara fisik yang membabi-buta dan terhinanya agama Islam ketika umatnya terus-terusan dibunuh oleh kaum Kuffâr.
Pada konteks negara damai dan tidak adanya perilaku orang-orang kafir sebagaimana di atas, membela Islam juga harus terus dilakukan bahkan ditingkatkan. Membela Islam dalam posisi ini adalah dengan memastikan teraplikasikannya tujuan-tujuan syariat Islam (maqâshi al-syarî’ah) di tengah umat. Membela Islam di masa ketiadaan perlawanan dari orang kafir bukan lagi dengan peperangan apalagi memulai menyakiti mereka terlebih dahulu.
Mengaplikasikan tujuan syariat sebagai wujud membela Islam di masa kini, pertama adalah memastikan terjaganya agama (hifz ad-dîn) di tengah umat. Menjaga agama dalam arti memastikan agama-agama resmi di sebuah negara ajaran dan nilainya dapat terlaksana secara apik tanpa adanya perlakuan intimidasi dari dan oleh pemeluk agama apapun. Kedua memastikan terjaganya jiwa (hifz an-nafs), yaitu terjaminnya kehidupan setiap orang di sebuah negara dari latar belakang agama apapun. Tidak ada pembunuhan dan pengusiran, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain tanpa sebab yang dibenarkan syariat dan negara.
Membela Islam yang ketika yaitu memastika terjaganya akal (hifz al-‘aql) dalam bentuk kebebasan berfikir setiap orang untuk kemajuan peradaban. Tidak terjadi pengucilan, pelecehan dan atau pelemahan mental pada siapapun yang mengutarakan ijtihad pemikirannya selama tidak melanggar SARA. Keempat adalah memastikan terjaganya harta (hifz al-mâl), yaitu memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh semua orang. Membela Islam yang kelima yaitu memastikan terjaganya harga diri (hizf al-‘irdh) dalam arti tidak boleh ada orang yang mencaci, menghina, berujar kebencian ataupun membuli orang, kelompok, agama atau golongan tertentu yang dapat menjatuhkan kehormatannya di tengah publik.
Maka jelas membela Islam di masa-masa sekarang ketika negara dalam keadaan damai dan tiadanya peperangan bukan dengan peperangan, apalagi dengan menghina pemerintah yang sah. Sikap demikian justru telah keluar dari ajaran Islam yang pada dasarnya merupakan agama damai. Membela Islam di masa sekarang adalah membela kemanusiaan, yaitu teraplikasikannya tujuan-tujuan syariat Islam secara sempurna di tengah masyarakat.
Artikel asli dimuat di: sangkhalifah.co
Penulis: Lufaefi.