Indonesia dan negara-negara di dunia sedang menggencarkan vaksinasi untuk membentuk herd imunity masyarakatnya. Vaksinasi dilakukan bukan hanya di Indonesia sebagai negara demokrasi, tetapi juga oleh negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Mesir, Yaman, dan lainnya. Sayangnya, vaksinasi di Indonesia diasumsikan oleh sekelompok radikal sebagai bentuk pembunuhan masal. Salah satunya pernyataan salah seorang dengan akun Facebook “Irish Wa Lillah” mengatakan jika vaksin merupakan bentuk pembantaian massal pemerintah. Masyarakat, kata dia, harus melawan untuk tidak ada yang mau vaksin.
Pernyataan ini sungguh menyedihkan di tengah pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin meningkat jumlah penambahan pasien positifnya. Saya yakin bukan hanya dia seorang yang memiliki pemikiran bodoh yang bisa menyebabkan nyawa manusia mati lebih banyak lagi, namun lingkaran orang-orang seperti dia juga banyak. Pernyataan ini bisa membuat masyarakat terprovokasi sehingga tidak mau mengikuti aturan pemerintah untuk divaksin. Asumsi yang sama sekali tidak didasari data yang bisa dipertanggungjawabkan model seperti ini bisa membuat masyarakat menolak vaksin, yang bisa berujung pada kegagalan pemerintah untuk mengendalikan pandemi Covid-19 ini.
Orang-orang seperti “Irish Wa Lillah” ini jelas tidak menggunakan akalnya secara sehat. Jelas-jelas vaksin untuk menghalau pandemi Covid-19, dituduh sebagai pembunuhan massal. Dalam Islam pun, memakai vaksin (obat) untuk penyembuhan sangat dianjurkan, bahkan dengan sesuatu yang najis pun jika yang tidak najis belum ditemukan. Rasulullah misalnya, pernah mengizinkan para sahabatnya untuk menggunakan air kencing untuk obat suatu penyakit, karena belum ditemukan obat yang suci, sementara air kencing bisa digunakan untuk obat. Ini yang menurut para ulama disebut dengan istilah “jazat al-adwiyyah bi an-najasaat”; dibolehkan berobat dengan yang najis (dalam kondisi darurat).
Vaksin sendiri merupakan obat yang sudah jelas-jelas memiliki sifat yang halal dan aman bagi tubuh seseorang. Tujuannya pun mulia, untuk membentuk kekebalan tubuh agar tidak terserang virus. Jika Rasulullah saja mempraktikkan pengobatan dengan hak yang najis, kenapa umatnya tidak? Jika kita tidak mengikuti apa yang beliau teladankan, kepada siapa sebenarnya kita mencari contoh dalam beragama? Saya yakin, orang-orang yang mengolok-olok vaksinasi dengan mengatakan sebagai pembantaian, pembunuhan, dan semacamnya, adalah kelompok radikal, yang masih memiliki dendam kusumat pada pemerintah. Bisa sangat mungkin, mereka merupakan sekelompok orang yang menciptakan berdirinya khilafah Islamiyyah di Indonesia.
Adanya sekelompok orang yang berpaham radikal sehingga menghalangi program pemerintah, sangat berpotensi menularkan masyarakat yang lain yang belum terpapar. Radikalisme dapat menjalar ke berbagai sendi masyarakat bahkan tanpa harus bertemu satu sama lain secara langsung. Masyarakat yang ilmu agamanya rendah, daya imunnya akan mudah tergoyahkan oleh sekelompok radikal terutama melalui media sosial. Jika virus Corona menular dengan adanya kerumunan masa, tidak demikian dengan radikalisme. Ia bisa menukarkan masyarakat dengan tanpa bertemu fisik sekalipun. Seseorang yang berada di kamar rumah bahkan, sangat bisa terpapar paham bahaya ini.
Vaksin bagi masyarakat agar tidak terpapar virus radikalisme yang utama adalah Pancasila. Pancasila dengan inti lima silanya; ke-Tuhan-an, kemanusiaan, persatuan, musyarawah, dan keadilan sosial, bila dipahami dengan sungguh-sungguh dan diamalkan di tengah masyarakat, akan mencegah warga tertular virus ganas radikalisme dan terorisme. Vaksin yang berikutnya ialah menggunakan akalnya secara sehat dalam menerima informasi di media sosial. Bila berbicara soal kesehatan, maka kita harus mendengarkan orang-orang yang fokus pada kesehatan; dokter dan tenaga kesehatan. Jika meyakini persoalan keagamaan, maka harus dari tokoh yang ekspert dalam bidang agama. Jangan sampai menelan semua berita yang diterima tanpa tahu darimana asalnya.
Vaksin bagi virus radikalisme-terorisme di tengah masyarakat yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman ilmu dan keagamaan secara benar dan mendalam serta tidak menelan mentah-mentah provokasi keagamaan yang dikaitkan dengan pokitik dengan menjelek-jelekkan pemerintah. Belajar ilmu secara benar dan kepada ahlinya, tidak sekadar melalui media sosial, akan menjadi vaksin agar masyarakat tidak tertipu dengan virus yang menyebar di berbagai sudut negeri ini. Kemudian, vaksin yang selanjutnya, adalah memahami teladan Nabi Muhammad dalam mengedepankan sikap toleransi, kerukunan, persatuan, dan kerahmatan kepada semua alam. Nabi Muhammad merupakan pribadi yang toleran dan menghargai perbedaan, baik keyakinan maupun paham keagamaan.[]
Artikel dimuat di www.sangkalifah.co