Politisi muda ini menjawab Soal siapakah yang berhak dan pas untuk pengganti Wakil Walikota tidaklah mudah alias rumit, artinya banyak yang harus di pertimbangkan dari sisi etika berpolitik, sisi regulasi dan juga sisi teknis di lapangan.
Jika kita berbicara dari sisi etika politik tentunya ini adalah domainnya partai PPP sebagai partai pengusung sekaligus almarhum Uwo Amris adalah kader dari partai PPP terlepas beliau di kader setelah penetapan kemenangan di KPU, namun ini pun tidak mudah, mengingat uwo Amris saat itu mencalonkan diri belum berpartai, beliau adalah tokoh masyarakat suku Minang yang ada di Kota Dumai yang juga di segani banyak kalangan, maka hal ini tidak mungkin tokoh-tokoh Minang tidak memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat untuk tidak di libatkan mengenai hal ini, jika tidak di libatkan ini akan berdampak pada Pilkada selanjutnya di tahun 2024. Mesin politik H. Paisal SKM untuk 2 periode bisa di matikan oleh tokoh-tokoh suku minang tersebut karena merasa tidak di libatkan.
Nah jika berbicara mengenai regulasi maka harus merujuk pada undang undang NO 23 tahun 2014 itu duhulu, tentang pemerintahan daerah Paragraf 5 tentang Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada pasal 78 ayat 1 poin a, dan pasal 79 ayat 1, 2 dan 3 disana mengatur tentang mekanisme pemberhentian dikarenakan berhalangan tetap (meninggal dunia) , itu adalah mekanisme pemberhentian nya dahulu , lalu kita berbicara mekanisme pengangkatan atau proses penggantian.
Pertama, di dalam aturannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, yang membahas mengenai mekanisme penggantian wakil kepala daerah yang berhalangan tetap menyebutkan :
1) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung.
2) Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3) Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berasal dari calon perseorangan berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan masing-masing oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
4) Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisamasa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Nah merujuk pada ayat 2 di atas maka partai NASDEM dan PPP adalah partai pengusung yang memiliki hak untuk mengajukan kadernya atau orang yang di Pandang layak mendampingi H. Paisal untuk menggantikan almarhum Uwo Amris sebagai wakil walikota dumai dan kemudian di ajukan ke DPRD untuk di rapat paripurna kan oleh DPRD kota dumai, tentu nya kembali lagi para calon ini harus melakukan lobi lobi politik. Dari lobi koalisi sampai lobi ke DPRD untuk mendapatkan jabatan ini.
Berbicara sisi teknik lapangan tentunya ini lebih rumit bahkan menurut pandangan saya perlu cost politik yang harus ditanggung (termasuk biaya kampanye) bagi calon pengganti Uwo Amris sebagai Wakil Walikota. Termasuk beban-beban yang lain khususnya dalam proses menduduki jabatan Wakil Walikota Dumai, melaksanakan lobi-lobi politik yang tidak murah ke berbagai pihak yang dipandang perlu dan memungkinkan untuk menduduki posisi tersebut.
Juga memiliki akses ke DPP partai pengusung agar mendapat restu , memiliki komunikasi yang baik dengan Walikota Dumai H. Paisal sehingga menumbuhkan kemistri antara keduanya untuk menjadi mitra kerja mengingat ada program 100 hari kerja yang harus dikejar, juga masa jabatan ini sangat singkat hanya sampai 2024 merujuk pada pemilu serentak.
Ini PR (pekerjaan rumah) bagi kepemimpinan H. Paisal sekaligus para petinggi partai koalisi juga para petinggi DPRD kota Dumai mengingat Dumai butuh perubahan , butuh pembangunan yang lebih baik lagi, kita sedang berduka atas kepergian Uwo Amris memang betul, akan tetapi kita tidak boleh larut dalam duka tersebut, apalagi duka berkeperpanjangan itu tidak di perbolehkan dalam Islam, biarkan Uwo Amris tenang disana, maka dari itu di sisi lain H. Paisal Walikota Dumai butuh mitra kerja untuk menjalankan roda pemerintahannya agar program-program beliau berjalan lebih baik.
Jadi siapakah yang layak menemani H. Paisal Walikota Dumai? Semua tergantung hati nurani para petinggi kota ini.
Penulis: Ismartono S. Hi. (Mantan Ketua Cabang PMII Jaksel).