spot_img

Pandangan Islam: Tak Hanya Ceramah di Gereja, Salat di Gereja Juga Boleh, Kok!

 

Foto: ISTIMEWA

Hamba amatiran. Begitu kritik Almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kepada orang-orang yang imannya mudah terganggu hanya karena menjumpai perbedaan dalam ranah ibadahnya.

Seperti akhir-akhir ini ramai cibiran orang-orang tak bernalar terhadap ceramah Gus Miftah di sebuah Gereja, yang tidak lain tujuannya adalah untuk merekat kerukunan antarumat.

Rata-rata mereka yang menghujat memang karena kalah terken dibanding Gus Miftah yang kini sedang naik daun. Buktinya, tokoh-tokoh yang lain pun pernah masuk Gereja, seperti Anies Baswedan, Aa Gym, dan ulama-ulama lainnya. Apakah mereka juga dihujat? Tiba-tiba akalnya hilang untuk mengujat.

Bagaimana sesungguhnya pandangan Islam tentang seorang Muslim yang masuk Gereja? Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqh Kuwait  dalam juz 38, halaman 155 demikian:

   ‎وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَبَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّ لِلْمُسْلِمِ دُخُول بِيعَةٍ وَكَنِيسَةٍ وَنَحْوِهِمَا   

Artinya: “Ulama mazhab Maliki, Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa boleh bagi orang Muslim memasuki sinagog, gereja dan rumah ibadah lainnya.”   

Tidak ada nash baik dalam Al-Qur’an atau Hadits yang mengecap kafir orang-orang yang masuk Gereja. Kalaupun ia demikian, harusnya Anis Baswedan dan Aa Gym juga kafir, dong? Lalu bagaimana dengan orang Islam yang masuk Borobudur? Apa juga kafir? 

Perdebatan soal orang Islam boleh masuk Gereja atau tidak sesungguhnya isu yang sudah basi. Dan hanya dienduskan lagi oleh orang-orang yang suka dengan keributan, untuk tidak mengatakan kaum intoleran.

Tak hanya masuk Islam yang dibolehkan, shalat di dalam Gereja juga dibolehkan oleh sebagian ulama, kok. Disebut di dalam kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah, juz 2, halaman 57 tentang bab shalat di dalam Gereja yang bersih sebagai berikut:

 فَصْلٌ الصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَة

وَلَا بَأْسَ بِالصَّلَاةِ فِي الْكَنِيسَةِ النَّظِيفَةِ، رَخَّصَ فِيهَا الْحَسَنُ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّعْبِيُّ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ عُمَرَ وَأَبِي مُوسَى، وَكَرِهَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَمَالِكٌ الْكَنَائِسَ؛ مِنْ أَجْلِ الصُّوَرِ. وَلَنَا «، أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – صَلَّى فِي الْكَعْبَةِ وَفِيهَا صُوَرٌ» ، ثُمَّ هِيَ دَاخِلَةٌ فِي قَوْلِهِ – عَلَيْهِ السَّلَامُ -: «فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ، فَإِنَّهُ مَسْجِدٌ»   

Artinya: “Umar bin Abdul Azis, Sya’bi, Awza’i dan Sa’id bin Abdul Azis, serta riwayat dari Umar bin Khattab dan Abu Musa, mengatakan tidak mengapa shalat di dalam gereja yang bersih. Namun Ibn Abbas dan Malik memakruhkannya karena ada gambar di dalam gereja. Namun bagi kami (Ibn Qudamah dan ulama yang sepaham dengannya) Nabi Saw pernah shalat di dalam Ka’bah dan di dalamnya ada gambar. Ini juga termasuk dalam sabda Nabi: “Jika waktu shalat telah tiba, kerjakan shalat di manapun, karena di manapun bumi Allah adalah masjid (tempat sujud).”  

Ibn Qudamah juga mengutip kisah menarik dalam juz 7, halaman 283 pada kitab yang sama sebagaimana berikut:

   ‎وَرَوَى ابْنُ عَائِذٍ فِي ” فُتُوحِ الشَّامِ “، أَنَّ النَّصَارَى صَنَعُوا لَعُمَرَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، حِينَ قَدِمَ الشَّامَ، طَعَامًا، فَدَعَوْهُ، فَقَالَ: أَيْنَ هُوَ؟ قَالُوا: فِي الْكَنِيسَةِ، فَأَبَى أَنْ يَذْهَبَ، وَقَالَ لَعَلِيٍّ: امْضِ بِالنَّاسِ، فَلِيَتَغَدَّوْا. فَذَهَبَ عَلِيٌّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – بِالنَّاسِ، فَدَخَلَ الْكَنِيسَةَ، وَتَغَدَّى هُوَ وَالْمُسْلِمُونَ، وَجَعَلَ عَلِيٌّ يَنْظُرُ إلَى الصُّوَرِ، وَقَالَ: مَا عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ دَخَلَ فَأَكَلَ، وَهَذَا اتِّفَاقٌ مِنْهُمْ عَلَى إبَاحَةِ دُخُولِهَا وَفِيهَا الصُّورُ، وَلِأَنَّ دُخُولَ الْكَنَائِسِ وَالْبِيَعِ غَيْرُ مُحَرَّمٍ   

   

Artinya: “Ketika Umar bin Khattab memasuki negeri Syam dan itu diketahui oleh kaum Nasrani negeri tersebut, mereka berinisiatif untuk menyambut Umar dengan menyajikannya makanan. Namun jamuannya itu disajikan di dalam gereja mereka. Lalu Umar menolak hadir dan memrintahkan ‘Ali untuk menggantikannya. Datanglah ‘Ali ke undangan tersebut lalu masuk ke dalamnya dan menyantap hidangan yang disediakan. Kemudian Ali berkata: “aku tidak tahu kenapa Umar menolak datang?” Kata Ibn Qudamah, ini bukti kesepakatan mereka para sahabat bahwa memasuki gereja/sinagog tidaklah haram.”

Penjelasan di atas menegaskan bahwa masuk ke Gereja, apalagi untuk kepentingan orang banyak, adalah boleh. Asalkan tidak sampai mencampuradukkan bentuk ibadah satu agama dengan bentuk ibadah agama-agama yang lain. Sayidina Ali Ibn Abi Thalib telah mempraktekkan itu secara langsung. Ia masuk ke Gereja menggantikan Umar yang sedang berkepentingan.

Dari penjelasan di atas sudah cukup jelas. Tidak diharamkan masuk Gereja. Para ulama berpendapat masuk Gereja hukumnya boleh. Bahkan tak hanya sekadar masuk, ibadah dan atau melakukan shalat di dalam Gereja merupakan sebuah pandangan yang juga diafirmasi oleh Islam melalui pandangan para ulama. Jangan baper, yak.[]

Penulis: Lufaefi (Penulis Buku Nasionalisme Qur’ani)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles