spot_img

Salah Kaprah Soal Khilafah

Salah satu sejarah yang dibanggakan oleh umat Islam ialah masa khulafa al-Rasyidun dengan sistem kepemerintahannya khilafah islamiyyah. Karena alasan hal itu, sistem khilafah terus diperjuangkan oleh beberapa kelompok Islam untuk ditegakkan kembali di era modern sekarang. Di antara kelompok yang paling getol dalam menyuarakan tegak kembalinya khilafah ialah Hizbut Tahrir (HTI jika di Indonesia).
Hizbut Tahrir mengklaim bahwa menegakkan khilafahdengan satu kepemimpinan untuk seluruh dunia dan menerapkan syariat Islam secara total merupakan bagian dari syariat Islam yang wajib diperjuangkan oleh siapa pun. Siapa tidak peduli dengan perjuangan menegakkan khilafah (sebagaimana model khilafahHT/HTI), maka ia akan berdosa sepanjang hidupnya.
Benarkah klaim-klaim di atas tersebut? Apakah benar bahwa khilafahialah produk syariah? Apakah khilafah  memiliki bentuk yang baku yang wajib diamalkan umat Islam? Bagaimana sejarah Islam yang sesungguhnya dalam menggambarkan sistem kepemerintahan Islam selama ini?
Perselisihan Kelompok-Kelompok Islam Klasik
Sejak setelah wafatnya Rasulullah saw, hal yang menjadi persoalan umat Islam ialah masalah politik, terutamanya berkaitan dengan siapa yang akan menjadi pemimpin menggantikan Nabi Muhammad. Setiap kelompok memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait siapa yang layak mengemban amanah kepemimpinan pasca Nabi.
Sunni misalnya, berkeyakinan bahwa yang layak menjadi pengganti Rasulullau ialah Abu Bakar, dengan alasan ia merupakan sahabat Rasul yang pernah menemani hijrah ke Yatsrib. Ia juga beberapa kali menggantikan Rasulullah sebagai imam shalat di masjid Nabawi ketika Nabi sedang sakit, sembari Nabi shalat di menjadi makmum bersama Abu Bakar.
Sementara itu Syiah menolak itu. Kelompok Syiah berkeyakinan bahwa yang pantas menjadi penerus Rasulullah ialah Ali, karena ia merupakan keturunan Rasul, dan memiliki kesucian. Syaih berteori bahwa khilafah adalah hak Allah yang ditunjuk melalui jalur keluarga, dalam hal ini ialah Sahabat Ali bin Abi Thalib (Muhtadhor: 2016, 81).
Selain dua kelompok tersebut, muncul juga kelompok-kelompok Islam lain yang memiliki teori-teori sendiri di dalam menentukan siapa yang patut menjabat kepala negara. Artinya bahwa, perbedaan di dalam menentukan seorang pemimpin dalam sebuah institusi negara pada dasarnya karena Al-Quran tidak memberikan penjelasan secara gamblang dan rinci terkait hal itu. Al-Quran tidak memberi petunjuk tentang suatu pola atau teori tatanegara tertentu yang bisa dijadikan pedoman seluruh umat Islam. 
Atas hal di atas, klaim bahwa khilafah islamiyah yang diperjuangkan Hizbut Tahrir merupakan produk syariah ialah keputusan yang salah kaprah. Terlalu gegabah mengatakan bahwa khilafahmerupakan kewajiban bagi umat Islam karena merupakan aturan agama. Khilafah hanyalah sistem yang lahir dari rahim sosial politik yang memiliki konsep yang berbeda-beda, tidak baku.
Bentuk-Bentuk Negara Islam Kontemporer
Dalam sejarahnya, negara-negara dunia yag mengklaim dirinya sebagai negara Islam memiliki perbedaan antar satu dengan yang lainnya. Misalnya, Arab Saudi, yang merupakan negara yang mengklaim dirinya sebagai negara Islam paling awal (1930), negara ini tidak memiliki konstitusi (apalagi menjadikan asas Islam, seperti Al-Quran) sebagai dasarnya. Saudi juga tidak memiliki parlemen dan partai politik, meskipun birokrasinya terlihat modern.
Kemudian, Maroko, juga mengklaim dirinya sebagai negara Islam. Konstitusinya mengatakan bahwa negaranya sebagai negara Islam dan Raja sebagai kepala kaum Muslimin dan Agama (Sholeh: 2016, 20). Akan tetapi, konstitusi negara ini menggunakan kemajemukan dan pluralismenya sangat kental, dengan adanya berbagai partai politik di negara tersebut. Maroko tidak menjadikan al-Quran atau asas Islam sebagai konstitusi negara.
Selain itu, Iran, negaranya memiliki konstitusi, presiden, parlemen, parta politik, dan hal-hal yang tidak dicirikan sebagai kekhasan Islam. Negara ini menjadikan ulama sebagai pemimpin negara dan Agama. Tentu, Iran mengklaim dirinya sebagai negara Islam. 
Perbedaan konsep di dalam memamahi bentuk negara Islam membuktikan bahwa kepemerintahan Islam bukanlah tunggal. Hal yang lebih penting untuk kita ambil pelajaran ialah bahwa, sistem pemerintahan Islam tidak bersifat trans-nasional sebagaimana dipahami oleh kelompok Islam Hizbut Tahrir. Tentu saja, pernyataan demikian merupakan angan-angan yang berlebihan dalam memahami khilafah. Berbeda-bedanya bentuk negara Islam membuktikan bahwa khilafah(bentuk negara Islam) bukan produk syariah yang tunggal.
Khilafah di Mata Gerakan Khilafahisme
Gerakan-gerakan Islam yang hingga kini memperjuangkan khilafah islamiyah karena dianggap sebagai suatu yang penting, bahkan suatu kewajiban bagi umat Islam selain Hizbut Tahrir, di antaranya adalah Ikhwanul Muslimin (IM), Jama’ah Tabligh (JT), Majlis Mujahidin (MM), Ahmadiyah dan Salafi (Sholeh: 2016, 139). Bagi HT, khilafahialah kepemimpinan Islam untuk seluruh dunia dengan menerapkan syariat Islam secara total. Sistem khilafah bagi HT ialah harga mati yang harus diperjuangkan sampai kapan pun. Atas sistem yang diyakini untuk didirikan itu, HT menolak sistem demokrasi dan menganggap sistem tersebut sebagai sistem pemerintahan kufur (Sofiuddin: 2017, 1).
Sementara itu IM memahami khilafah juga tidak berbeda dengan HT, yakni sistem kepemimpinan Islam untuk seluruh dunia, akan tetapi jalur yang dipakai oleh IM dalam usaha menegakan khilafah islamiyah berbeda dengan HT, dimana jika HT menganggap demokrasi sebagai sistem kufur yang tidak boleh diikuti, maka IM tidak menganggap semua itu kufur, bahkan menjadikan sistem tersebut sebagai jalur untuk mendirikan cita-cita khilafahnya (Ritaudin: 2008, 62).
Majlis Mujahidin (MM), memiliki pemahaman khilafah islamiyah adalah menerapkan sistem kepemimpinan Islam dan aturan Islam dalam negara bahkan dunia dengan menjadikan al-Quran dan Hadis Nabi sebagai pedoman seutuhnya (Chaq: 2013, 29). Pandangan MM dengan IM sekiranya sama. Akan tetapi MM dipandang sebagai kelompok yang sering membuat kerusuhan dan aksi terorisme dalam usaha memperjuangkan khilafahnya (Chaq: 2013, 29).
Sementara itu kelompok Ahmadiyah dan Salafi, memandang pentingnya sistem khilafah islamiyah sebab banyaknya negara yang didapati penduduk Islam masa sekarang sudah tidak sesuai ajaran Islam karena menganut ajaran Barat. Oleh sebab itu khilafah islamiyahharus dikembalikan lagi demi menyudahi problem umat manusia tersebut. Akan tetapi dua kelompok tersebut dalam memperjuangkan khilafah menitik beratkan kepada perjuangan spiritual dan pemurnian ajaran-ajaran Islam, tidak memngunakan cara-cara politik sebagaimana IM dan HTI.
Keduanya berfikir bahwa memperjuangkan khilafah islamiyahdengan kondisi yang seperti sekarang adalah sangat sulit, sehingga perjuangan itu harus dimulai dengan memperbaiki diri umat, yaitu dengan memperbaiki spiritual, akhlak, sosial, menolak ajaran bid’ah, sesat dan apapun yang tidak diajarkan oleh Rasulullah (Mubarak: 2015, 249).
Perbedaan dalam memahami konsep khilafah antar gerakan khilafahisme semakin memberikan antitesis bahwa khilafah adalah produk syariah. Khilafah hanyalah sistem kepemimpinan dan kepemerintahan yang lahir dari tumpuhan sejarah yang tidak memiliki konsep yang baku sebagaimana Hizbut Tahrir pahami. Berargumen bahwa khilafah islamiyyah hanyalah model milik satu kelompok tertentu adalah sebuah kesalah-kaprahan yang bermasalah.

Oleh: Nurfadilah (Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles