Bandung – Direktur Pusat Studi Pesantren, Achmad Ubaidillah menilai publikasi tentang Hari Santri dari tahun ke tahun masih sangat monoton sehingga belum menyentuh hal-hal lain yang juga sangat perlu untuk dipublikasikan.
Menurut Ubaidillah, sejak tahun 2016 hingga 2022 pemberitaan tentang Hari Santri masih berkaitan dengan seremonial, peran ulama dan santri sampai mewalan penjajah.
“Kalau kita perhatikan pemberitaan Hari Santri enam tahun terakhir, kita bisa menyimpulkan tiga kata kunci. Yang pertama hanya tentang seremonial, belum menyentuh hal-hal yang monumental,” kata Achmad dalam acara Kopdar Pengelola Media Pesantren, Minggu (17/09).
“Harusnya publikasi tentang Hari Santri memproduksi narasi yang lebih variatif tidak hanya tentang heroisme melawan penjajah, resolusi jihad, dan gloritifikasi dunia pesantren,” tambahnya.
Ubaidillah mengatakan bahwa selama ini pemberitaan Hari Santri baru menyentuh hal-hal yang bersifat internal, namun belum sampai ke tahap merespon hal-hal yang di luar pesantren.
Menurutnya, Hari Santri harusnya dijadikan momentum untuk menggaungkan respon pondok pesantren untuk isu-isu aktual, seperti geo politik kawasan yang tentu juga menjadi isu penting untuk dibahas.
“Hari Santri saat ini tidak lagi harus tentang kita untuk kita, tapi tentang orang lain untuk orang lain. Artinya kepekaan terhadap isu-isu terkini harus ditumbuhkan,” ujarnya.
Senada dengan Ubaidillah, Founder Alif.id, Susi Ivvaty menilai pemberitaan Hari Santri makin seksi, dan makin makin masif. Karena banyak kegiatan-kegiatan yang kemudian dipiblikasikan secara masif dengan tema yang berbeda.
Namun, kata Susi, isu-isu yang disentuh masih terkait hal-hal di level domestik, belum menyentuh isu-isu faktual yang harusnya lebih banyak lagi digaungkan.
“Jangan sampai kita terjebak hanya tentang kejayaan santri yang kita ingin gaungkan, padahal masih banyak aspek yang bisa kita soroti salah satunya tantangan santri saat ini,” tuturnya.
Susi menggaris bawahi bahwa banyak tantangan yang dihadapi santri saat ini, salah satunya perkembangan teknologi yang membuat santri harus menaikkan level, tak lagi di level internal tapi juga mendunia.
” Saya ingin santri tidak hanya menjadi peserta didik tapi menjadi bagian dari warga bangsa yang juga menanggung beban mewujudkan visi misi bangsa. Santri harus mengglobal, tidak hanya di dalam tapi sudah di level internasional,” tutupnya.***