spot_img

Penjelasan Isra Mi’raj; Mudah Dipahami, Cocok untuk Bahan Ceramah!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

اِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِىاللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَلَهُ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِىَّ بَعْدَهُ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَهُ.

أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّ مَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوْا اللهَ اِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحسر: 18)

Yang saya hormati, para alim ulama, asatidz wal ustadzat. Para tokoh masyarakat kampung Poncol Ciampea. Segenap Ketua RT, DKM Musholla Nurul Iman, segenap panitia, para pemuda kampung Poncol, jomblowan-jomblowati dan semua hadirin Bapak dan Ibu yang tidak saya sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat saya.

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat hadir dalam keadaan sehat wal’afiat. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang Islamiyyah.

Isra mi’raj merupakan peristiwa yang agung dan istimewa nan luar biasa. Isra, secara bahasa diambil dari kata “sara-yasri-siryan” yang artinya berjalan di waktu malam. Sedangkan kata “mi’raj” artinya ialah naik. Para ulama mendefinisikan isra mi’raj sebagai perjalanan yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, berlanjut ke Sidratul Muntaha. Peristiwa itu dilalui Nabi hanya dalam satu malam saja, sementara ulama lain menyebut hanya sepertiga malam, dari pukul 01.00 WIB – 04.00 WIB.

Peristiwa isra mi’raj dikatakan istimewa sebab peristiwa ini tidak umum. Bahkan sebagian orang menganggapnya fiktif, karang-karangan Nabi Muhammad, dan mengadah-ada. Bagaimana tidak, perjalanan dengan jarak 1.500 km yang jika dilalui dengan Unta ditempu sselama 40 hari, namun faktanya Isra mi’raj hanya dijalankan dalam satu malam saja. Jikapun ada mobil zaman dulu, perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha bisa ditempuh selama 17 jam, hampir satu hari. Tetapi, Al-Qur’an menyatakan nabi melakukan isra mi’raj hanya dalam satu malam saja (lailan). Tak jarang jika sebagian orang enggan percaya dengan peristiwa ini. Bahkan menolak mentah-mentah.

Menggali Setiap Kata Dalil Isra Mi’raj

Ayat yang menjadi dasar adanya peristiwa isra mi’raj adalah Surah Al-Isra Ayat 1. Allah SWT berfirman,

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

Sub-ḥānallażī asrā bi’abdihī lailam minal-masjidil-ḥarāmi ilal-masjidil-aqṣallażī bāraknā ḥaulahụ linuriyahụ min āyātinā, innahụ huwas-samī’ul-baṣīr

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Mari kita bedah perkata ayat yang menjadi landasan Isra Mi’raj di atas:

Pertama, kata Subhana. Suatu peristiwa yang didahului kata “subhana” (maha suci Allah) ialah merupakan sesuatu yang agung, mulia, penuh dengan hikmah. Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita mengucapkan adanya hal yang luar bisa, biasa kita menggunakan kalimat “subhanallah orang itu….” Atau “subhanallah kejadian itu…” dan lain sebagainya. Apalagi dalam ayat tersebut, Al-Qur’an menggunakan kalimat ijaz/ringkas namun maknanya luas. Allah hanya berkata “subhana”, tidak melengkapi dengan subhanallah, subhanarrahman, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa peristiwa yang ada dalam ayat tersebut amat luar biasa.

Banyak peristiwa di dalam Al-Qur’an, yang walaupun itu besar dan fenomena, namun tidak didahului kata “Subhana”. Misalnya, Allah hendak menjadikan manusia (QS. Al Baqarah 30) Dia tidak mendahului dengan kata ‘subhana’. Allah merubah api menjadi dingin (QS. Al Anbiya 69) tidak didahului ‘subhana’. Dan peristiwa lainnya. Namun saat menjelaskan isra mi’raj, Allah mendahului dengan kata ‘subhana’, ini bukti bahwa peristiwa itu merupakan peristiwa yang sangat besar, agung, mulia, dan penuh dengan hikmah serta pelajaran bagi manusia.

Kedua, kata ‘asra’, yang artinya Allah memperjalankan (Nabi). Dalam peristiwa isra mi’raj, nabi tidak berjalan sendiri atau naik kendaraan sendiri. Sebab, mustahil jika dengan sendirinya ia bisa melakukan perjalanan dalam jarak tempuh 1.500 km dalam satu malam saja. Tapi karena Allah yang memperjalankan, maka Nabi Muhammad hanya terima beres. Artinya, jika Allah yang melakukan, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Allah berkuasa atas segala apapun yang bisa terjadi.

Suatu hari, saya akan melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bogor. Saya bersiap-siap dari Jakarta jam 09.00 pagi. Saya saat itu memakai pakaian dan di dalam saku pakaian itu ada semut. Semut itu ikut dalam perjalanan saya dari Jakarta ke Bogor. Setelah urusan saya selesai di Bogor, saya balik lagi ke Jakarta dan sampai pukul 11.00 siang. Semut ini bercerita kepada teman-temannya, bahwa dirinya baru saja melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bogor selama 2 jam. Teman-temannya pada menyanggah, tidak percaya, mana mungkin semut bisa melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bogor dalam waktu singkat 2 jam saja. Namun setelah ia ceritakan bahwa saya di dalam saku seseorang, maka semuanya percaya. Demikian dengan isra mi’raj. Nabi diperjalankan, bukan berjalan sendiri.

Ketiga, kata “bi’abdihi” yang artinya hamba-Nya. Kalau bicara hamba, itu komponennya adalah ruh dan jasad. Bukan ruh saja yang bisa berarti gentayangan, dan bukan jasad saja yang artinya seperti mayat. Namun, yang Allah isyaratkan adalah ‘abdihi, yaitu jasad dan ruhnya sekaligus. Penggunaan kata ini juga memberikan arti bahwa orang yang benar-benar hamba Allah ia akan diakui oleh Allah sendiri. Bukan seperti orang yang mengaku-ngaku sebagai hamba. Ini juga berkonsekuensi, bahwa orang yang benar-benar hamba Allah, walau dia diuji dengan berbagai macam ujian, cobaan, dan rintangan, ia tetap menjadi hamba Allah, tidak durhaka atau berpaling dari Pencipta-Nya.

Keempat, kata “linuriyahu min ayatina” yang artinya agar kami kaya Allah pertunjukan sebagian tanda-tanda kekuasaan kepada Nabi Muhammad. Dalam perjalanan, Nabi Muhammad diperlihatkan berbagai macam kegiatan yang dilakukan manusia-manusia. Sebagian ada yang mencakar muka sendiri (orang yang semasa di dunia bertengkar dengan sesama muslim), ada lagi yang memotong lidah sendiri (orang yang tidak jujur), ada lagi orang yang memikul kayu berat, tapi terus ditambah (amanah yang tidak dijalan-jalankan), ada lagi yang menanam, panen lagi, nanam, panen lagi dan panen lagi (orang yang gemar sedekah), dan lain sebagainya.

Kelima, ayat ini diakhiri “as-samiul Bashir”, Allah Maha Mendengar dan Melihat. Artinya, peristiwa isra mi’raj ini Allah mengetahui siapa yang ingkar dan siapa yang percaya dengan kekuasaan Allah. Allah tidak akan tinggal diam kepada mereka yang enggan percaya dengan peristiwa agung ini. Allah juga akan memberikan pahala, iman yang tebal, kepada mereka yang percaya serta yakin dengan segala keagungan yang Allah berikan kepada hamba-Nya.

Salat: Hadiah Allah untuk Umat Islam

Saat Nabi Muhammad melakukan mi’raj dan bertemu dengan Allah di Sidratul Muntaha, beliau diperintah oleh-Nya agar dirinya dan umatnya melakukan salat selama 50 kali dalam setiap harinya. Nabi pun awalnya nurut dan turun ke langit keenam bertemu dengan Nabi Musa AS. Ia memberi masukan kepada Nabi Muhammad, bahwa sepertinya umat beliau tidak akan mampu menjalankan 50 kali salat dalam sehari. Hingga akhirnya Nabi naik lagi dan meminta keringanan, agar salatnya cukup sebanyak 5 kali saja. Berkaca pada umatnya sendiri, Nabi Musa AS memberikan rekomendasi agar Nabi Muhammad nego kepada Allah supaya kewajiban salatnya bisa dikurangi.

Salat merupakan hadiah yang istimewa. Mengapa, karena perintah ibadah ini tidak hanya melalui ayat namun Nabi juga dipanggil langsung oleh-Nya. Berbeda dengan perintah zakat, Allah hanya menurunkan ayat saja (Al Baqarah 43), atau perintah salat (Al Baqarah 183), Allah hanya menurunkan ayat Al-Qur’an. Namun tidak demikian dengan salat, selain diturunkan ayatnya (Al Baqarah 43), Nabi Muhammad SAW dipanggil oleh Allah. Ini sama halnya dalam kehidupan sehari-hari, jika Anda ingin berbicara hal-hal penting, biasanya akan bertemu secara langsung dengan orang itu. Tidak hanya melalui WhatsApp atau telepon biasa.

Manfaat Salat

Lalu kita bertanya, apa sih manfaat salat bagi manusia setelah diperintah Allah melalui ayat Al-Qur’an dan pemanggilan Nabi dalam peristiwa mi’rajnya? Apakah jika perintah Allah itu tidak dilakukan lantas Allah pensiun sebagai Yang Disembah? Tidak. Salat bermanfaat untuk diri manusia. Begini penjelasannya.

1. Salat Membentuk Sifat Rendah Hati

Tidak sekadar untuk meningkatkan kualitas spiritual, salat dapat membentuk pribadi yang rendah hati. Bagaimana tidak, kepala yang biasa berada di atas saat salat harus diposisikan di bawah, bahkan lebih rendah dibanding pantat. Ini agar manusia merendah, di depan Allah, tidak ada apa-apanya. Kita pun jika dipukul sama teman jika yang dipukul tangan masih bisa memaafkan, tapi tidak jika yang dipukul adalah kepala. Saat salat, kepala berada di posisi paling rendah, bukti manusia harus membiasakan rendah hati.

2. Membentuk pribadi yang ikhlas

Saat salat kita sebenarnya sedang dilatih ikhlas. Bagaimana tidak, ketika memulai takbir, kita akan mengucapkan “wajjahtu wajhiya lilladzi fatarasaamawati wal ardhi“, saya hadapkan diri saya hanya kepada Allah, Pencipta langit dan bumi. Tidak ada yang lain yang diharapkan, kecuali Allah.

Orang ikhlas sama dengan saat buang air. Kita akan mengeluarkan sesuatu dengan tanpa memperhitungkan sesuatu itu. Pernahkah saat buang air kita selidiki seperti apa bentuknya? Ada rasa sayang membuangnya? Tidak. Kita ikhlas membuangnya.

3. Membentuk jiwa yang tenang

Setiap manusia memiliki emosi dan ambisi. Ada tetangga beli mobil, panas. Ada teman beli motor baru, sewot. Ada teman beli iPhone terbaru, langsung dongkol. Tidak demikian dengan mereka yang rajin salat. Saat sedang panas bersiap salat, kemudian berwudhu maka derajat panasnya akan turun. Jika memulai takbir, maka akan turun. Orang punya apapun, sebesar apapun, maka saat salat, akan berkata “Allahu Akbar”, tidak ada yang besar kecuali Allah.

Suami dan istri akan tenang hidupnya manakala ia salat. Meski berantem, maka saat salat akan berhenti dahulu untuk bersama. Ia akan menghentikan dahulu peperangannya. Salat, waktunya juga disesuaikan dengan kegiatan manusia. Subuh, tidak jam 7-12 karena kerja. Zuhur dan Ashar salat, agar manusia istirahat setelah bekerja agar tidak stress. Maghrib, suruh salat karena banyak kejahatan di awal malam. Dan Isya, sebelum istirahat memohon ketenangan dahulu kepada Allah SWT.

Kesimpulan dan Hikmah Isra Mi’raj

Pertama, ada keajaiban dalam setiap kehidupan manusia yang dirasa tidak mungkin. Sehingga, tak perlu risau saat punya masalah. Mungkin kita berfikir masalah yang kita hadapi sangat besar, tapi Allah SWT Dzat Yang Maha Besar.

Kedua, setiap setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Asalkan dihadapi dengan kesabaran. Mintalah pertolongan kepada Allah dengan salat dan kesabaran (wasta’inu bishabri washolah).

Ketiga, isra mi’raj menjadi hikmah pelajaran dan sebagai filter mana yang kafir dan mana yang beriman. Maka mulai hari ini dan seterusnya, kita harus meyakini dengan sesungguhnya bahwa peristiwa isra mi’raj benar-benar terjadi, bukan karangan.

Semoga hari ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk mempertebal iman kita. Amin.[]

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles