spot_img

Khilafah Bukan Sebab Majunya Peradaban Islam

foto: republika

Ada banyak spekulasi para penyeru khilafah dalam usaha menjual ideologinya, seperti klaim ideologi khilafah ajaran Islam, khilafah janji Allah, khilafah solusi segala macam persoalan umat, dan khilafah menjadi sebab utama majunya peradaban Islam. Spekulasi yang disebut terakhir ini kerapkali dikampanyekan kepada umat Islam, target utamanya adalah mereka yang minim ilmu agama, atau beragama namun mengesampingkan peran akal sehatnya. Peradaban-peradaban yang lahir di masa kekhalifahan Islam dikudeta sebagai keberhasilan yang hanya disebabkan karena umat Islam pada saat itu menerapkan sistem khilafah.
Jika memang khilafah dapat memajukan peradaban Islam, lalu mengapa pada masa sekarang negara-negara Barat yang tidak meyakini khilafah – bahkan tidak meyakini Islam – kemajuan peradabannya melampaui batas. Barometer kemajuan suatu peradaban adalah jika kualitas kehidupan masyarakatnya tinggi. Teknologi, pendidikan, ekonomi, dan unsur-unsur lainnya maju pesat. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat negara Belanda, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat, sebagai negara-negara yang hari ini memiliki peradaban yang cukup gemilang. Negara-negara ini secara ekonomi memiliki Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita yang tinggi. Sekali lagi, negara-negara tersebut tidak menganut khilafah.
Kalau kita mau berkaca pada negara yang berpenduduk mayoritas Muslim dan ia memiliki peradaban yang cukup maju, salah satunya adalah Iran. Negara para Mullah ini memiliki ‘The scientific impact of nations’ tertinggi di dunia. Bahkan Jurnal Newscientist menegaskan Iran merupakan negara yang kemajuan pendidikannya 11 kali lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Meski Iran belum bisa menyeimbangi peradaban-peradaban maju negara-negara Eropa. Akan tetap yang perlu dicatat, Iran dengan peradaban dan kegemilangannya tidak menerapkan sistem khilafah dalam bernegara. Ia menggunakan sistem wilayat al-fakih, di mana kekuasaan tertinggi harus dipegang para ulamanya, dan tetap menggunakan model Demokrasi (Demokrasi Islam).
Membaca sejarah kemajuan peradaban di masa kekhilafahan memang cukup membanggakan. Akan tetapi cukup disayangkan jika diklaim sebagai dampak dari khilafah yang digunakan umat dalam bernegara pada masa itu. Kita lihat misalnya di masa Kekhalifahan Mu’awiyah, peradaban Islam di bidang pendidikan cukup pesat. Buku-buku ditulia dan dicetak dalam bentuk yang elok sehingga menarik dibaca. Pada saat itu karena Khalifah mengembangkan penulisan buku-buku dengan menyontoh kertas yang awalnya berkembang di Tiongkok. Mu’awiyyah juga menyewa ilmuan-ilmuan dari Yunan dan Romawi untuk menerjemahkan naskah-naskah kuno ke bahasa Arab agar mudah dicerna masyarakat. Untuk menulis dan menerjemahkan buku-buku itu bukan karena khilafahnya, tapi karena kecerdasan dan kemahiran para ilmuan. Peradaban maju karena ilmu dihargai dengan maksimal, bukan khilafah.
Salah satu peradaban Islam di masa kekhalifahan juga lahirnya cendekiawan-cendekiawan Muslim yang tidak saja mahir dalam ilmu keislaman, tapi banyak bidang. Sebut saja Ibn Sina, salah satu cendekiawan yang menguasai berbagai hidang, seperti filsafat, kedokteran, astronomi, sekaligus menjadi ilmuwan. Beliau membuat karya kerokteran berjudul Al-Qânun fi At-Tîbb yang berhasil menginspirasi banyak umat manusia, bahkan kitab tersebut menjadi rujukan kedokteran di Barat hingga abad 18. 

Avicena, panggilan Ibn Sina juga merancang ilmu metodologi pendidikan, dengan karyanya As-Syifâ. Dalam karyanya ini beliau membuat eksperimen tentang kebenaran-kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Avicena juga mahir di bidang Geografi, Astronomi, Psikologi dan lain sebagainya.
Apa yang dicapai oleh Ibn Sina bukan karena negara menerapkan khilafah, akan tetapi sebab ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam belajar dan menggali keilmuan. Khilafah hanyalah sistem yang mati yang tidak dapat menggerakan otak para ilmuan Islam di masa itu sehingga peradaban Islam otomatis menjadi gemilang. Meskinya ini menjadi pelajaran bagi para penyeru khilafah, jika hendak mendirikan khilafah, siapkan tokoh-tokoh hebat sekelas Ibn Sina. Tidak asal koar-koar khilafah, dengan memusuhi pemerintah, namun tidak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) unggul untuk menjadi pasak khilafah.
Peradaban Islam di masa kekhilafahan salah satunya juga ditandai dengan perkembangan musik di masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada eranya dilahirkan alat musik alat tiup dan gitar. Masa ini pemerintah menyokong masyarakat untuk menerjemahkan risalah musik dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Maka tak heran jika kemudian lahir tokoh-tokoh yang ahli bidang musik, seperti salah satunya Al-Kindi, yang juga memiliki karya berjudul Al-Mûsiqi yang di dalamnya mengupas soap musik. Apa yang dilakukan para seniman di masa khalifah Abbasiyah ini menjadi inspirasi generasi manusia setelahnya, baik Muslim ataupun yang non Muslim. Lagi, kehebatan para seniman ini bukan sebab karena sistem khilafaj, tapi karena bakat yang didukung oleh kekuasaan (tidak harus khilafah).
Untuk mengakhiri tulisan ini penulis mengutip sebuah penelitian yang dilakukan oleh islamicy index, yang menyatakan bahwa negara-negara yang mayoritas non Muslim, seperti Belanda, Prancis, Denmark, dan lainnya, memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. Rakyatnya teratur dalam menjalankan roda perekonomian. Lingkungannya bersih, bahkan mereka sesungguhnya telah menerapkan nilai-nilai Islam sebagai agama ramah lingkungan dan agama yang kaya. 
Sebaliknya, negara-negara dengan mayoritas Muslim, seperti Arab Saudi, Mesir, termasuk Indonesia, nilai kedisiplinan dan kebersihannya masih minim. Ini memberikan isyarat kuat bahwa untuk bisa mencapai target menerapkan syariat dengan esensial adalah dimulai dengan mengedepankan kedisiplinan, hemat, keteraturan hidup, dan nilai-nilai Islam lainnya, bukan hanya dengan membanggakan simbol-simbol Islam namun ingkar pada kreativitas akal manusia, melalui kampanye khilafah yang tidak jelas prosedurnya. Majunya peradaban Islam karena ketekunan, kedisiplinan, keharmonisan, dan semangat individu masyarakatnya, bukan sebab khilafah.
Tulisan asli dimuat di sangkhalifah.co
Penulis: Lufaefi (Mahasiswa PTIQ Jakarta).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles