M. Quraish Shihab adalah ulama tafsir kenamaan asal Indonesia. Ia menulis berbagai karya tafsir tematik, seperti Wawasan Al-Quran, Membumikan Al-Quran, Mukjizat Al-Quran, Jin dalam Al-Quran, Setan dalam Al-Quran, Malaikat dalam Al-Quran, Jilbab, Perempuan, Dia Di Mana-Mana, Birrul Walidain, dan lain-lain.
Adapun karyanya yang paling populer ditulis dengan metode tahlili (metode penafsiran dengan menggunakan pendekatan analitik), yaitu Tasîr al-Misbâh. Tafsir yang ditulis lengkap dengan 30 juz dari Surat Al-Fâtihah hingga Surat An-Nâs, terdiri dari 15 jilid.
Di dalam Tasîr al-Misbâh, Quraish Shihab senantiasa mengawali menafsirkan suatu ayat dengan menyampaikan berbagai sudut pandang seperti bahasa, sejarah, ayat lain yang mempunyai korelasi dan asbâb an-nuzûl (penyebab turunnya ayat). Juga, disampaikan berbagai pandangan ulama terkait ayat tersebut.
Kendati demikian penulis Tasîr al-Misbâh–dengan karakteristik berpikir yang demikian–senantiasa mengajak para pembacanya untuk menganalisis pendapat-pendapat yang ada, tanpa pernah mengatakan bahwa pendapat ini salah, apalagi mengklaim bahwa hanya pendapat ini yang benar. Bahasa yang digunakan “tidak sependapat” atau “menurut hemat penulis”.
Bahasa-bahasa yang seperti di atas sangat bijak beliau gunakan dalam mendudukkan persoalan dan penempatan diri sebagai penulis. Meskipun keilmuannya di bidang tafsir tidak diragukan, namun ia tidak pernah menyudutkan pandangan orang lain.
Gaya penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab tersebut membangun peradapaban berpikir dan tidak mematikan nalar kritis para pembacanya, justru mereka selalu diajak untuk menyelami betapa agungnya suatu ayat Al-Quran, sehingga melahirkan beragam pandangan. Juga, diyakini oleh beliau bahwa ayat Al-Quran bagaikan mutiara yang setiap sudutnya mampu memancarkan cahaya. Sehingga setiap orang dapat menganalisa makna-makna yang lain yang beragam.
Quraish Shihab sangat menyadari betapa pentingnya peran akal. Sebagaimana di dalam Al-Quran disebutkan kecaman terhadap orang-orang yang menjalankan tradisi leluhur tanpa didasari dengan pengetahuan dengannya. Karena tanpa pengetahuan, kita tidak mungkin dapat memperoleh ibrah (pelajaran). (Renungkan pentingnya peran akal: QS. Al-A’raf [7]: 179 dan QS. Az-Zumar [39]: 9).
Struktur berpikir yang digunakan oleh Quraish shihab mengajarkan bahwa pendapatnya pun kemungkinan bisa keliru. Tentunya, untuk mencapai tingkatan kesadaran ini bukan hal yang mudah, karena harus menekan egoisme. Sementara egoisme dapat ditekan oleh keluasan ilmu dan cara pandang yang luas.
Demikian konstruksi berpikir Quraish Shihab. Hal tersebut menjadi upaya untuk mendorong cara beragama masyarakat dengan membangun kesadaran logis. Cara inilah yang melahirkan pribadi muslim yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, serta alam semesta.
Sumber Bacaan:
-M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah
-M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran
-M. Quraish Shihab, Kaidah-kaidah Tafsir
-M. Quraish Shihab, Jilbab.
Penulis: Harkaman (Magister Ilmu Tafsir Lulusan Pascasarjana PTIQ Jakarta).