Foto/Hidayatuna
Suatu hari, Kang Jalal, panggilan akrab Almarhum KH Jalaludin Rakhmat bersama Gus Dur. Dengan santainya, Kang Jalal meminta agar Gus Dur bisa memberikan jalan supaya anaknya bisa kuliah ke luar negeri.
Tidak lama, Gus Dur pun menyarankan agar anaknya kuliah di Iran. Gus Dur memiliki kenalan ulama terkemuka di Iran yang bisa menjadi jalan anaknya mendapatkan beasiswa di negeri para Mullah itu.
Kang Jalal pun langsung mengiyakan saran Gus Dur itu. Dan, selang beberapa hari, Kang Jalal dan Gus Dur langsung pergi ke Iran untuk menghantar anaknya.
Dalam perjalanan pulang, Kang Jalal mengeluhkan keterlibatannya menjadi tokoh Muhammadiyah, namun justru masyarakat yang banyak ia temui adalah masyarakat Nahdliyyin, yang tidak jarang memintanya untuk memimpin tahlilan ketika ada orang yang wafat.
“Gus, saya ini kok di Muhammadiyah, tapi jama’ah saya banyak yang dari kampung dan kerap kali meminta saya memimpin tahlilan di rumahnya. Saya tidak mungkin menolak, saya anggap saja itu tradisi.” Kata Kang Jalal.
“Lhoo, iya. Makanya Kang Jalal sekarang di Syi’ah saja.” Jawab Gus Dur dengan santainya.
Kang Jalal pun heran dengan jawaban Gus Dur mengapa kok menyarankan ke Syi’ah. Hingga akhirnya Kang Jalal kembali menimpalinya, “Kenapa tidak pindah ke NU saja, Gus?”
“Di NU sudah banyak ulama dan Kiai yang menguasai kitab kuning. Kalau sampean ke NU, mentoknya sampean nanti bakal jadi santri atau jama’ah saja. Kalau di Syi’ah, sampean bakal jadi tokoh.” Balas Gus Dur sambil diiringi kelakar keduanya. “Hahaha..”
________
Allahumma irahmhuma….
Kita doakan semoga Gus Dur dan Kang Jalal selalu dalam lindungan Allah. Ditempatkan di sisi Allah paling mulia. Amiin.
Sumber: Kisah ini disadur dari tulisan Sa’dullah Affandi, Katib PBNU, penulis buku Menyoal Status Agama-agama Pra Islam, sebagaimana tersebar di berbagai media.[]
Penulis: Redaksi Nuansanet.id
