ISTIMEWA
Masjid pada umumnya dikenal sebagai tempat beribadah umat Islam. Di Indonesia, masjid dapat ditemui di ribuan bahkan jutaan titik. Di mana-mana, baik di kota maupun kampung kita mudah menemukan tempat sujud itu.
Pada zaman nabi, masjid tidak saja menjadi tempat beribadah, akan tetapi juga berbagai macam kegiatan, seperti Baitul Mal, musyawarah para militer dan tempat peristirahatannya setelah perang, pemberdayaan umat, dan diskusi muslim non muslim.
Masjid di zaman nabi menjadi oase bagi seluruh umat. Wajar jika kemudian apa yang dibangun nabi saat pertama tiba di Madinah bukan gedung besar, akan tetapi masjid. Bukan kantor dengan segudang fasilitas, namun tempat untuk menyatunya umat.
Umat Islam amat bangga dengan masjid. Masjid menjadi tempat yang tidak tertutup bagi siapapun, bahkan dikatakan pernah menjadi tempat kebaktian Umat Yahudi. Rasulullah tidak memarahi apalagi mencaci para non muslim yang datang ke masjid. Tidak sama sekali.
Berbeda dengam zaman nabi adalah zaman setan. Zaman di mana ada sekelompok orang yang gemar mengganggu keyakinan orang lain. Zaman dimana bergelimangan para pengganggu ketentraman ibadah orang yang berbeda agama. Begitulah tugas setan, mengganggu manusia untuk tidak tenang beribadah.
Masa setan, masjid bukan lagi menjadi tempat ibadah sebagaimana ibadah murni, akan tetapk dijadikan tempag politik praktis, kampanye politik praktis, dan bahkan untuk menebar kebencian kepada siapapun yang berbeda pemahaman dan keyakinan.
Masjid dibuat bukan untuk kepentingan umat secara besar akan tetapi sekadar untuk melampiaskan egoisme penganut agama tertentu dan menjadi tempat untuk memprovokasi umat. Masjid berubah 180 derajat celsius.
Masikah ada harapan masjid-masjid kita di negeri ini kembali diabdikan tempat mencari ketenangan jiwa? Masikah masjid-masjid kita di zamaan ini bisa kembali menjadi tempat untuk membersihkan akhlak?
Jawabannya ada di tangan masyarakat muslim Indonesia. Jika mau berubah, umat Islam harus berbondong menolak, memutus mata rantai ujaran kebencian di media sosial. Jika tidak mau, apalah kita diciptakan Allah kalau tidak untuk mengabdi kepada-Nya.
Wallahu A’lam.[]