spot_img

Hikmah di Balik Kisah


Dalam tradisi Islam, kisah merupakan salah satu cara terbaik dalam menyampaikan pesan. Dengan penyampaian kisah (terlebih kisah taladan), pendengar akan langsung mendengarkan praktik-praktik moral yang dilakukan oleh para pelaku moral tersebut. Sehingga, pesan akan lebih tersampaikan, daripada sekadar materi yang sebatas narasi. Allah  Swt. berfirman,

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ 

Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf [12]: 111)

Ayat di atas menjelaskan tentang urgensi dari sebuah kisah. Kisah yang menjelaskan tentang perilaku orang-orang terdahulu, akan menjadi pelajaran untuk orang-orang setelahnya. Contoh saja, saat Nabi Muhammad Saw. berdakwah, kerap kali mendapat penindasan dari kaumnya. Semua itu membuat Nabi sedih. Namun, Allah turunkan ayat kisah yang menceritakan perjuangan nabi-nabi terdahulu dalam menghadapi kaumnya. Dengan begitu, Nabi Muhammad Saw. akan merasa kembali tegar.

Dalam tradisi Islam, kisah juga digunakan oleh para ulama untuk menyampaikan nilai-nilai Islam itu sendiri. Para tabi’in menceritakan kisah para sahabat Nabi, para tabi’ tabi’in menceritakan kisah para sahabat dan tabi’in, dan seterusnya. Selain itu, penyampaian kisah juga membuat koneksi antara generasi sebelum dengan setelahnya. Para sahabat Nabi mungkin sudah tidak ada, tetapi melalui kisah-kisah tentang mereka, kita bisa lebih kenal dan dekat.

Seiring waktu berlalu, kisah-kisah itu semakin banyak. Di dalamnya penuh hikmah dan kebijaksanaan. Lalu, kisah-kisah itu terkodifikasi dalam berbagai kitab, seperti dalam kitab-kitab tafsir, sejarah, dan bigrafi. Termasuk juga kisah-kisah tasawwuf yang dibukukan dalam buku khusus memuat kisah para sufi.

Adalah Syekh Muhammad Abu al-Yusr Abidin, ia menulis sebuah buku yang berjudul Hikayat Auliya yang berisi tentang kisah dan petuah para kekasih Allah. Buku ini terdiri dari 42 bab. Dalam setiap babnya, berisi kisah dan pesan-pesan sufistik. Dalam tiap bab, tedapat beberapa sub bab.

Contoh saja pada bab 3 yang berjudul Akhlak Para Wali. Pada bab tersebut, Syekh Muhammad Abu al-Yusr Abidin membuat enam sub bab, yaitu Merunduk dan Merendah kepada Allah, Rendah Hati dan Sombong, Sikap Rendah Hati Umar kepada Seorang Nenek yang Menghentikannya, Umar Memaksa Dirinya, Sikap Rendah Hati dan Melupakan Kebaikan-Kebaikan Rabi’ah al-Adawiyah, Seorang Hamba yang Memikirkan Dirinya itu Lebih Baik daripada Ibadahnya, dan, Sedih dan Berpikir Dapat Menghilangkan Lemak.

Coba kita perhatikan, pada bab 3 tiga tersebut. Tidak hanya menyampaikan teori moral (akhlak para kekasih Allah), tetapi juga bagaimana moral itu dipraktikkan oleh para kekasih Allah. (halaman 30-34)

Dalam bab itu dijelaskan tentang sikap tawadhu Khalifah Umar bin al-Khattab. Saat ia mengendarai seekor keledai, tiba-tiba dihentikan oleh seorang nenek dan menasihatinya panjang lebar. Kendati posisinya sebagai pimpinan negara, ia tetap mendengarkan dengan seksama nasihat sang nenek untuk dirinya. Tanpa penolakan sedikit pun, atau menegur sang nenek karena telah lancang memberhetikan kendaraan sang kahlifah dan menasihatinya panjang lebar.

“Wahai Umar, semua Anda dipanggil dengan panggilan Umair, lalu Anda dipanggil dengan panggilan Umar, kemudian Anda dipanggil dengan panggilan Amirul Mukminin. Takutlah kepada Allah, wahai Umar. Barang siapa meyakini kematian, ia pasti takut terlambat. Barang siapa menykini persitiwa hisab, ia pasti takut azab. “ jelas Nenek. (halaman 31)

Dalam penulisannya, berikut adalah pola penulisan yang diterapkan:

1. Setiap riwayat diberi judul tersendiri yang menerangkan isinya.

2. Kisah-kisah yang isinya mirip dikelompokan dalam bab-bab khusus.

3. Judul bab disusun sesuai dengan pola pemahaman perilaku para ulama tasawuf: mulai dari mengenal Allah serta ilmu dan diakhiri tentang huru hara hari kiamat.

4. Terhadap pembicaraan yang memerlukan dhabit, ditandai dengan penomeran dan penjelasan detail yang sesuai.

5. Ayat-ayat Al-Qur’an ditanda dengan menggunakan tanda baca tertentu. Demikian pula dengan ucapan yang dikaitkan kepada Rasulullah Saw.

6. Untuk bab-bab dan judul dalam buku ini, dibuat daftar isi tersendiri.

Buku ini sangat layak untuk berbagai kalangan. Dengan membaca kisah-kisah para kekasih Allah di dalamnya, kita akan mendapat pelajaran tak ternilai.

Identitas Buku:

Judul: Hikayat Auliya’

Penulis: Syekh Muhammad Abu al-Yusr Abidin

Penerjemah: Abdul Rosyad Shiddiq

Penerbit: PT Qaf Media Kreativa

Cetakan: I, Juli 2020

Tebal: 486 halaman

ISBN: 978-602-5547-81-2

 

Peresensi adalah Muhamad Abror, mahasantri Mahad Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles