spot_img

Gus Baha: Pandai Humor, Ciri Orang Cerdas

Kiai dan santri di pesantren dikenal sebagai komunitas muslim yang mendalami ilmu agama secara serius. Kitab-kitab ulama dari yang tipis hingga yang tebal dikaji oleh mereka secara mendalam. Namun meski serius dan mendalam ketika mengkajinya, pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang pengajarannya kaya akan humor.

Menurut Gus Baha, orang yang jago humor biasanya pintar dan cerdas. Ia ketika akan mengaji misalnya, saat sudah dihadapkan dengan bacaan kitab kuning, terlihat santai dan tidak kaku. Cukup dihadapi dengan senyuman serta candaan, tanpa mengurangi maksud isi kitab.

Berbeda dengan orang yang kaya humor, ialah mereka yang sulit bercanda. Ia terlihat tegang dalam memberikan pelayanan kepada umat. Dalam mengkaji kitab kuning misalnya, orang yang demikian terkesan gugup seperti tidak mengerti apa yang akan dibacanya pada kitab kuning itu. Kesulitan – atau melarang – humor dapat merugikan dirinya saat di depan audiens.

Menurut Gus Baha, dalam soal mengaji, yang nihil humor, bisa berbahaya bagi seorang pengajar, misalnya ketika membaca bab mencuri: “as-syarqu” ketika membaca kalimat berbahasa Jawa misalnya, seperti “den haramaken nyolong endog”: diharamkan mencuri Telor, ditakutkan berubah menjadi “den haramaken nyolong anduk”: diharamkan mencuri handuk. Hal itu karena dalam tulisan Jawa pegon, endok dengan anduk dituliskan dengan kata yang sama. Suasana tegang ditakutkan terjadinya perubahan makna seperti itu. Begitu Gus Baha menjelaskan dengan humorisnya.

Karena terlalu serius dan tidak mau humor dalam mengaji, juga ditakutkan ketika menerjemahkan ayat Alquran “walillahi mulku as-samawati wal ardh”: yang seharusnya bermakna “bagi Allah kekuasaan langit dan bumi”, terubah menjadi “bagi Allah kekuasaan langit dan bom. Hal itu karena dalam tulisan Jawa pegon, bumi dan bom tertuliskan sama. Dan, suasana tegang non-humoris, kata Gus Baha, bisa berpotensi terjerumus pada kejadian demikian.

Ulama yang pandai humor bisa membuat suasana cair, tidak tegang, sehingga membuat riang dan gembira jamaah yang ikut pengajiannya. Ia cerdas sehingga bisa memiliki manajemen dakwah dan pendidikan yang tak membosankan. Sebaliknya, yang menolak humor dalam belajar hanya mengundang suasana tegang dan menakutkan, ia tak mampu menyulap suasana belajar menjadi suasana yang asyik dan menghibur. Ulama yang demikian, menurut Gus Baha, tidak cerdas dalam memenej dakwah dan pendidikan.

Disadur dari ceramah Gus Baha.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles