Foto: Daimca.com
Kemajemukan Bangsa Indonesia
Indonesia adalah sebuah bangsa yang memiliki banyak keragaman dan perbedaan. Kemajemukan akan paham, kepercayaan, agama, suku, sekte, gender, kelas, dan sebagainya merupakan ciri yang melegendaris bagi bangsa yang diperjuangkan melalui pluralitas entitas pejuangnya tersebut.
Hal demikian harus dipandang sebagai sesuatu yang positif yang meski dijaga dan dipupuk sebagai energi bagi demokrasi yang sehat. Fakta ini harus disyukuri oleh siapapun yang menduduki bangsa multikultural Indonesia. Karena kemajemukan dalam sebuah bangsa ialah anugerah yang telah Allah berikan dan telah diperhatikan khusus oleh Tuhan melalui firmannya, yaitu dalam QS. Al-Hujurat: 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Namun cukup disayangkan, fakta kemajemukan tersebut tidak jarang diingkari oleh sekelompok orang yang tidak mau bertanggung jawab. Mereka menginginkan dihapusnya keniscayaan multikulural bangsa Indonesia. Kelompok tersebut berambisi agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang monokulturalisme; faham kesatuan bangsa dalam segala hal. Dengan alasan yang tidak masuk akal, yaitu bahwa untuk mewujudkan persatuan dan kesejahteraan hanya akan berhasil dengan satu faham dan keyakinan.
Menjamurnya Radikalisme
Dampak terhadap pengingkaran atas kemajemukan bangsa Indonesia terjadilah aksi-aksi radikalisme yang terus mencengangkan. Tahun demi tahun bangsa ini tidak lengang dengan aksis teror yang mengerikan dan menakutkan. Beberapa kasus teror bom di belahan bumi Indonesia yang merupakan dampak buruk dari menjamurnya radikalisme seakan sudah menjadi agenda tahunan. Seperti berikut: Bom kedutaan Filipina Jakarta (2000), Bom Diskotik Bali (2002), Bom Hotel JW Marriott Jakarta (2003), Bom Kedutaan Australia Jakarta (2004), Bom Resort Bali (2005), Bom Hotel Ritz Carltron (2009), Bom Masjid Cirebon (2011), dan Bom Sarinah Jakarta (2026. Tentu saja, ini harus menjadi perhatian semua bangsa.
Anas Saidi, Peneliti LIPI, sebagaimana dikutuip BBC Indonesia tahun 2016, berpandapat bahwa menjamurnya faham radikalisme disebabkan banyaknya doktrin islamisasi dikalangan pemuda yang dilakukan secara tertutup oleh Ikhwanul Muslimin, HTI dan Salafi. Setiap tahunnya di berbagai kampus di Indonesia – baik kampus Islam atau umum – ratusan Mahasiswa didoktrin dengan faham-faham yang membuat disentegrasi antara faham kebangsaan dan keislaman. Ajaran bahwa demokrasi adalah sistem taghut, Pancasila ialah ideologi kufur, dan nasionalisme Indonesia merupakan faham yang haram diyakini dalam Islam, merupakan pemahaman yang terus menerus didoktrinkan kepada Mahasiswa yang sedang haus menggali ilmu agama (BBC: 2016).
Efek doktrinisasi di atas membuat pemahamannya tentang mencintai tanah Air menjadi luntur. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pemahaman seperti di atas juga membuat lemahnya bangsa, bahkan lemahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam mencetak pemuda nasionalis sejati di era modern saat ini.
Solusi Nasionalisme Religius Atas Radikalisme
Sebagaimana di atas dijelaskan, doktrin yang didengungkan kepada anak-anak bangsa Indonesia oleh kelompok radikal adalah bahwa nasionalisme, demokrasi dan Pancasila merupakan produk kufur dan jauh dari Islam. Pemahaman demikian harus diluruskan dan dibenarkan guna mengembalikan kegemilangan anak bangsa untuk terus menjaga negara tercinta Indonesia.
Dari tiga ideologi Indonesia di atas, dapat disederhanakan menjadi satu, yaitu nasionalisme. Karena Pancasila dan demokrasi merupakan dua produk ideologi dan sistem hasil kesepakatan kelompok nasionalis, dan umat Islam Indonesia. Selanjutnya akan dipaparkan bagaimana nasionalisme bangsa Indonesia untuk menuntaskan aksi-aksi radikalisme. Dan dengan mengkaji nasionalisme, maka secara otomatis juga mengkaji sistem demokrasi dan ideologi Pancasila.
Nasionalisme religius merupakan harmonisme antara faham kecintaan kepada tanah Air dan Islam. Dengan memahami bahwa nasionalisme bersinergi dengan Islam, akan menjauhkan klaim dan doktrin bahwa nasionalisme, demokrasi dan Pancasila jauh dari Islam. Di sini, hemat penulis, nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang sangat bersinergi dengan Islam dengan beberapa argumentasi.
Pertama, dari sisi sejarah, realitas empirik kepribadian perumus Pancasila yang merupakan perangkat nasionalisme sebagai muslim sejati, seperti KH Wahid Hasyim. Di samping itu, perumus konstitusi UUD 1945 yang juga perangkat nasionalisme, sebagian besar adalah orang Islam, seperti Soekarno, Hatta, Wahid Hasyim, Kahar Mudzakir, Abikusno T, H. Agus Salim, A. Subarjo dan Muh Yamin.
Kedua, perangkat-perangkat nasionalisme, yaitu demokrasi, dan Pancasila, keduanya tidak lepas dari nilai Islam. Sebagaimana demokrasi yang merupakan sistem permusyawaratan, termaktub dalam firman Allah QS. As-Syura: 38: dan perkara mereka diselesaikan dengan musyawarah (demokrasi). Pun, semua nilai Pancasila sungguh pun kental akan nilai Islam, sila pertama, ketuhanan (QS, Al-Ikhlas: 1), sila kedua, kemanusiaan (QS. Al-Maidah: 8), sila ketiga, persatuan (QS. Al-Hujurat: 10), keempat, musyawarah (QS. As-Syura: 38) dan sila kelima, keadilan (QS. An-Nahl: 90).
Ketiga, nasionalisme yang dianggap keluar dari ajaran Islam adalah nasionalisme Barat, yang bersifat chauvinisme, yaitu menganggap rendah bangsa lain, bahkan berembisi merendahkan. Namun tidak dengan nasionalisme Indonesia, yang sungguh mengajarkan sikap persatuan dan kesantunan dengan siapa pun selagi tidak menggangu persatuan bangsa Indonesia. Nasionalisme Indonesia berasaskan nilai religius Islam yang menghargai perbedaan, keragaman, dan pluralitas seluruh alam (QS. Al-Hujurat: 13).
Ketiga hal di atas harus dijadikan basis pemahaman nasionalisme generasi milenial anak bangsa dalam meghadapi gempuran faham transnasional yang hendak merusak tatanan bangsa, seperti HTI, Salafi dan Ikhwanul Muslimin. Ketiga poin di atas menjawab bahwa nasionalisme, demokrasi dan Pancasila negara Indonesia kental dengan nilai Islam. Dengan mencermati dan memahami nasionalisme berbasis agama (religius) itu, akan menuntun seseorang untuk menjauhi radikalisme.
Oleh: Muhamad Abror (Mahasiswa Ma’had Ali Ashiddiqiyah Jakarta).
Oleh: Muhamad Abror (Mahasiswa Ma’had Ali Ashiddiqiyah Jakarta).