spot_img

Ayang Utriza Yakin: Pengajaran dan Kajian Al-Qur’an di Barat Memperkuat Islam

 

Doc/Pribadi

Sabtu (27/02/2021) Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta mengadakan kuliah umum semester genap 2020/2021 dengan tema “Pengajaran dan Kajian Al-Qur’an di Barat” dengan narasumber Ayang Utriza Yakin, Visiting Professor in Arabic and Islami Studies Ghent University Belgium.

Dalam kesempatan itu, Ayang, sapaan akrab Ayang Utriza Yakin ini menjelaskan secara komprehensif bagaimana pengajaran dan kajian Al-Qur’an di Barat. Menurutnya, kajian Al-Qur’an di Barat sangat kaya, dan mestinya juga diketahui oleh pengkaji Al-Qur’an di Indonesia.

Menurut Ayang, tidak benar adanya tuduhan bahwa kajian Al-Qur’an di Barat hendak mendekonstruksi keimanan seseorang. “Saya menolak asumsi yang menyatakan bahwa kajian Al-Qur’an di Barat hendak meruntuhkan Islam atau untuk menyerang Islam. Tidak benar. Justru selama yang saya tahu memperkaya bahkan membenarkan apa yang selama ini orang Islam yakini.” Kata Ayang.

Ayang menyebut beberapa contoh misalnya, kajian tentang kata-kata asing yang dilakukan oleh Artur Jeffery, yang menemukan 316 kata asing non Arab dalam Al-Qur’an, yang sebelumnya menurut Imam Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an hanya ada 116 kata asing. Itu, lanjut ayang, memperkaya pengetahuan kita.

Ia juga menyebut bahwa tuduhan kajian di Barat akan merusak Islam tidak mendasar. Kalau pun ada biasanya bukan pengkaji Al-Qur’an, seperti Salman Rusdi dengan karyanya Satanic Verses atau Sorous dengan Recontruction of Al-Qur’an-nya. Keduanya kata Ayang, bukan saja tidak diakui sebagai pengkaji Al-Qur’an oleh orang Barat, bahkan tak tertulis sekalipun.

Selain Artur Jeffery, ilmuan Barat yang mengkaji Al-Qur’an juga ada banyak lagi. “Robbin, meneliti kondisi pra Islam di Jazira Arabia dengan pendekatan arkeologi selama 40 tahun. Kajiannya memperkuat soal keterlibatan berbagai aspek dalam turunnya Al-Qur’an. Tokoh lain misalnya mengkaji perbedaan Hadis Nabawi, Hadis Qudsi dan Al-Qur’an, yang sama-sama keluar dari mulut Nabi. Tapi hasilnya membuktikan bahwa para orang dulu/sahabat sudah mengerti mana apa yang keluar dari Nabi soal ketiganya.” Lanjutnya.

Lulusan Universitas Al-Azhar Kairo itu juga menyebut, tradisi pengkajian Al-Qur’an di Barat sama dengan di Indonesia. Mereka mengkaji kitab-kitab dasar seperti Al-Itqan dan Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, dengan bahasa Inggris atau bahasa setempat. Tentu saja kata Ayang, dengan metodologi dan pendekatan yang lebih kaya. Selain itu kata Ayang, kajian Al-Qur’an di Barat ‘maha kaya’ akan penelitiannya dengan kontribusi-kontribusinya, itu yang kata dia, masih kurang di negara kita.

Beliau dalam seminar umum itu juga memberi masukan untuk sarjana Al-Qur’an di Indonesia dalam berkontribusi di dunia kajian Al-Qur’an. “Kita di Indonesia perlu memperbanyak kajian Al-Qur’an dengan beragam metodologi dan pendekatan. Selain itu juga harus menguasai bahasa, selain Arab, Inggris, juga kalau perlu Perancis dan Jerman, sebab di keduanya banyak temuan-temuan baru soal kajian Al-Qur’an.” Ucapnya lagi.

Ia juga menunjukkan beberapa referensi-referensi ilmiah internasional soal kajian Al-Qur’an, yang bisa menjadi bahan dasar untuk melakukan penelitian dalam bidang Al-Qur’an. Beberapa di antaranya Journal of Qur’ani Studies, International of Qur’anic Studies Assosiation dan Al-Bayan of Qur’an and Hadits. Selain itu kata Ayang, kita perlu berselancar di internet mencari hasil-hasil penelitian di laman-laman kampus di dunia, Scopus, WOS, dan atau penerbit-penerbit kampus di dunia.

Dalam acara tersebut, Rektor IIQ Prof Dr Huzaimah Yahido Tanggo, MA berharap, agar apa yang disampaikan oleh pemateri menjadi pelajaran penting bagi semua Mahasiswa/Mahasiswi dalam mengkaji Al-Qur’an dengan ragam metodologi dan pendekatan.[]

Penulis: Lufaefi (Alumni PPs S2 IAT Institut PTIQ Jakarta).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

- Advertisement -spot_img

Latest Articles