Terorisme masih menjadi ancaman dunia, termasuk bagi Indonesia. Selama pandemi Covid-19, terorisme bukannya surut, justru malah membayarkan bagi setiap orang. Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar, seperti dilansir melalui website resmi BNPT (2021), menyebut bahwa terorisme selama pandemi semakin ganas dengan menggunakan dan memanfaatkan internet sebagai alat penyebarannya. Bukan saja untuk menyebarkan ideologi kekerasan, internet juga digunakan kelompok teror untuk mengatur pendanaan kegiatan teror yang bersifat global.
Yusuf Qardhawi menyebut eksistensi terorisme muncul karena kegagalan sekelompok orang dalam memahami agama. Cara pandang dalam membaca agama menggunakan cara pandang yang negatif, ekslusif, dan intoleran. Hal ini bila meminjam pernyataan Ulil Abshar Abdalla (Cendekiawan Muslim) karena di dalam Al-Qur’an maupun Hadits ada redaksi yang jika dipahami secara literal mendukung tindakan kekerasan atas nama agama, dan melakukan aksi tersebut kepada orang yang berbeda keyakinan dan agama. Ayat-ayat perang dan pedang, menurut Gus Ulil, kerap menjadi pembenaran kelompok teror.
Pada dasarnya ayat maupun hadits yang selama ini dipahami kelompok teror sudah ada sejak zaman Nabi. Pun, dalam sejarahnya, ada sebagian orang yang menyalahgunakan sumber agama tersebut dengan kacau, melalui tindakan teror. Namun demikian mayoritas umat Islam sejak zaman dahulu juga tidak menafsirkan sumber-sumber wahyu dan ucapan, tindakan, serta ungkapan nabi (khususnya soal ayat jihad dan perang) sebagai pembenaran melakukan kekerasan. Hanya sebagian kecil yang gagal paham dan sayangnya, tidak mau menerima pandangan lain.
Sebagian kelompok kecil ekstrim ini dahulu dinamakan dengan kelompok Khawarij, yang dikenal sebagai kelompok ekstrim dalam beragama. Kelompok ini akan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk melegitimasi kelakuan bejatnya, seperti membunuh kelompok Sayyidina Ali dan Sahabat Mu’awiyah dalam perjanjian tahkim (arbitase). Tujuannya bukan untuk menegakkan misi agama, tetapi mencapai kekuasaan dengan cara-cara yang kotor. Karena pada dasarnya tidak ada ajaran agama apapun yang mengafirmasi tindakan kekerasan sebagaimana dilakukan Khawarij.
Nyatanya, cara pandang kelompok Khawarij ini bermetamorfosis sampai hari ini dalam wajah yang berbeda dan dengan nama yang berbeda pula. Cirinya yang paling mudah adalah selalu mengatasnamakan agama untuk melakukan aksi-aksi kekerasan, seperti ISIS, JAD, HT, dan FPI. Atas nama agama, kelompok-kelompok ini gemar menyalahkan bahkan meneror yang tidak sepaham. Seperti dikatakan Najib Arromadhoni, ISIS akan membunuh orang-orang yang berbeda keyakinan soal jihad, apalagi enggan mau berjihad, karena masuk dalam kategori orang kafir yang harus dibunuh.
Rupanya, metamorfosis Khawarij hari ini sudah diwanti-wanti oleh Nabi Muhammad melalui sebuah haditsnya. Disebut dalam riwayat Imam Muslim: “Akan keluar suatu kelompok di hari akhir, yang masih mudah umurnya, namun bodoh pemikirannya. Mereka gemar berbicara seperti (mengatasnamakan) Nabi, namun sungguh imannya hanya sampai pada tenggorokan. Mereka telah keluar dari prinsip agama, sebagaimana busur panah keluar dari wadahnya. Di mana kalian menemui mereka, maka bunuhlah ia karena akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, No. 1771). Begitu kenyataannya, kelompok teroris hari ini selalu berbicara atas nama nabi, padahal ilmunya kosong, otaknya tidak berisi.
Kelahiran terorisme jelas bukan karena eksistensi agama Islam, bukan pula karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa wahyu Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad. Kelahiran terorisme karena salah dalam memahami agama dan enggan mau belajar atas kesalahannya. Eksistensinya juga bukan karena adanya kelompok agama yang berbeda selain Islam, karena Nabi sudah sejak 14 yang lalu sangat menghargai dan menghormati keyakinan agama lain. Terorisme lahir karena metamorfosis dari Khawarij. Sebagian orang menamakannya sebagai Khawarij modern, yang harus disingkirkan dari atas bumi. Wallahu A’lam.[]