Foto: kialo.com
Tidak ada yang patut dijunjung tinggi kecuali agama. Kedudukannya mengalahkan kedudukan apapun. Hal itu karena agama identik dengan ketaatan kepada Tuhan. Pada QS. Al-Baqarah: 193, kata “ad-din“, yang artinya ‘agama’, bahkan disandingkan dengan kata “Allah”. Ini menjadi bukti bahwa agama menjadi ciri bagi kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Menjadi bukti ketaatan manusia dengan Pencipta-Nya.
Dalam refleksi yang lain atas ayat di atas, agama memiliki nilai yang tinggi, suci dan dapat menjunjung tinggi pemeluknya. Siapa yang beragama dengan sebenar-benarnya, maka akan benar pula untuk menjadi hamba yang dicintai Tuhannya.
Tetapi sebaliknya, agama dapat terkesan menakutkan manakala tidak diindahkan oleh pemeluk-pemeluknya. Agama dapat dipandang sebagai ajaran yang menakutkan sebab tindakan ugal-ugalan pemeluknya.
Betapa Allah telah mengingatkan dalam QS. Al-Ma’un ayat 1-4, di mana agama menjadi rusak karena munculnya orang-orang yang berbohong dengan mengatasnamakan agama untuk kejahatan dan kemaksiatan, dengan cara menghardik anak Yatim, tidak peduli fakir miskin, dan melalaikan shalat.
Sejak masa berdakwah, Rasulullah Saw lebih mendahulukan kualitas umat dibanding kuantitasnya. Sehingga dalam berdakwah, ia tidak menggunakan cara-cara memaksa atau melakukan kekerasan agar pemeluk Islam jumlahnya semakin bertambah. Yang diinginkan Rasulullah Saw adalah pemeluk agama yang ikhlas, dan semangat masuk Islamnya bukan karena apapun kecuali karena keimanan pada Allah Swt.
Masa depan agama bukan di tangan Allah, namun di genggaman pemeluk-pemeluknya. Semakin mengamalkannya dengan cara-cara bijaksana, lembut dan inklusif, semakin besar kesempatan tingginya nilai kualitas pemeluknya. Sebaliknya, semakin mengaplikasikan ajarannya dengan kekerasan, memaksa dan merendahkan satu sama lain, maka semakin rendah pula agama dan pemeluknya.
Mana mungkin Rasulullah akan mengapresiasi orang yang mengaku Islam namun masih membenci orang lain yang tak seagama, lebih-lebih mencaci yang seagama dan seiman. Dalam QS. Al-Hujurat: 11 jelas-jelas Allah tidak mengizinkan suatu kaum mengolok kaum lain yang berbeda keyakinan. Jika yang berbeda keyakinan saja Allah melarangnya untuk diolok-olok, kenapa harus mengolok orang yang telah sekeyakinan dengan kita?
Maka, agama akan memiliki nilai yang tinggi, mulia, dan dimuliakan, bergantung sejauh mana pemeluknya santun, dan memuliakan semua ciptaan-Nya. Membela agama berarti membela kualitas pemeluknya. Memuliakan agama berarti memuliakan manusianya. Sebaliknya, nilai agama akan menjadi rendah, menakutkan, dan dijauhi ketika pemeluknya hanya meributkan persoalan internal agamanya sendiri, yang lebih bersifat fanatik dan sektarian. Oleh karenanya, membela agama satu paket dengan membela kemanusiaan.
Penulis: Nurfadila (Mahasiswi Asal Sulawesi).