Foto/NUJombang
Seyogyanya memang agama selalu menampilkan kemaslahatan untuk manusia. Agama tidak hanya menampilkan kedamaian ukhrawi, tetapi juga perdamaian di dunia. Tetapi kenyataannya, tindakan radikal seperti bom bunuh diri yang mengakibatkan banyak kerugian dilakukan oleh orang yang memeluk agama. Lalu apakah di dalam agama ada kekerasan? Apakah ada agama yang tanpa kekerasan? Sayang sekali, jawabannya TIDAK.
Ada beberapa alasan mengapa agama tak bisa lepas dari kekerasan. Pertama, dalam agama ada ajaran pengorbanan. Ajaran ini sebagai bukti bahwa pemeluk agama cinta dan taat pada Tuhan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail (Ishak dalam perspektif Kristen) merupakan salah satu bukti “kekerasan” dalam agama yang disakralkan. Terlepas kemudian penyembelihan Ismail diganti dengan hewan, pengorbanan tersebut merupakan sebentuk kekerasan yang radikal dan disakralkan. Bahkan, setiap tahun harus diabadikan.
Alasan kedua, karena agama (apapun) selalu mengasumsikan baik dan buruk, berikan dan kufur, benar dan salah. Agama menempatkan religius sebagai kebaikan, sementara menempatkan non religius sebagai keburukan. Klaim demikian yang berujung melahirkan kelompok-kelompok keagamaan yang satu sama lain saling merasa paling benar. Bukan hanya itu, muncul pula lembaga fatwa yang menilai kelompok di luar mereka sebagai aliran sesat. Fakta ini mendorong lahirnya sekelompok orang yang berpotensi bertindak radikal.
Ketiga, dakwah (lebih tepatnya ekspansi) dalam agama-agama tidak jarang dilakukan dengan tindakan yang radikal. Saat Hindu dan Buddha menjadi agama negara di sebagian wilayah Asia, tidak jarang disampaikan dengan kekerasan. Ekspansi Kristen, baik Katolik maupun Protestan, berkembang sesuai berjalannya kolonialisme sejak abad ke 18-20. Begitu juga Islam, saat Khulafa Ar-Rasyidun memimpin, ekspansi Islam di semenanjung Arab, Persia dan Afrika Utara pun dilakukan dengan peperangan.
Alasan keempat, karena di dalam kitab suci, baik secara eksplisit maupun implisit didapati teks-teks yang berpotensi mendorong seseorang melakukan tindakan radikal, baik atas nama jihad, mempertahankan diri, atau terkait penolakan terhadap keyakinan dan kepercayaan orang lain yang berbeda. Di dalam teks Al-Qur’an sendiri, ada 13 ayat Al-Qur’an yang berbicara soal peperangan (qital) dan 54 ayat tentang jihad. Terlepas dari perdebatan konteks turunnya ayat-ayat di atas dan perdebatan-perdebatan lainnya.
Dan alasan kelima, hampir dalam kelompok keagamaan ada individu yang berpaham radikal serta memperkenankan tindakan radikal seperti bom bunuh diri. ISIS, merupakan salah satu kelompok radikal “Islam”, walaupun tidak diakui oleh kelompok Islam lain yang moderat. Secara empirik historis, agama-agama tak bisa lepas dari jeratan kekerasan dan radikalisme.[]
Penulis: Lufaefi.